Connect with us

POLITIK

4 Hal yang Disorot Akademisi dari Pilgub Kaltim 2024: Mulai Koalisi Gemuk, hingga Transparansi Parpol

Diterbitkan

pada

Pengamat Politik dari Fisip Unmul Syaiful Bachtiar. (Dok Pribadi)

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unmul Syaiful Bachtiar menyoroti beberapa hal yang unik, aneh, dan menarik dari persiapan Pilgub Kaltim 2024.

Bursa calon gubernur Kaltim sudah mendekati titik akhir. Dari awalnya muncul beberapa nama potensial, kini mengerucut menjadi maksimal 2 pasang saja. Berbeda jauh dari Pilgub 2018, yang ketika itu ada 4 pasang calon gubernur dan wakil gubernur yang berkompetisi secara resmi.

Selain peserta pilkada yang lebih sedikit, ada beberapa hal lain yang menarik perhatian Syaiful Bactiar.

Petahana Sulit Dapat Kursi

Ada 2 jalur pendaftaran sebagai calon gubernur. Pertama melalui jalur independen, berbekal KTP warga dalam jumlah tertentu. Kedua adalah jalur partai, dalam hal ini Cagub Kaltim wajib memiliki setidaknya 11 kursi dari DPRD Kaltim.

Sejauh ini, 42 dari total 55 kursi sudah dipastikan menjadi milik pasangan Rudy Mas’ud dan Seno Aji. Pasangan dari Partai Golkar dan Gerindra. Sementara petahana Isran-Hadi, baru meraih 2 kursi dari Demokrat. Ikut tidaknya mereka di Pilgub Kaltim nanti, tergantung tanda tangan Megawati Soekarnoputri. Karena praktis, harapan Isran-Hadi tersisa PDIP saja.

Menurut Syaiful ini fenomena unik. Karena biasanya, petahana; apalagi tidak pecah kongsi, akan dominan di pemilihan berikutnya. Apalagi, Isran Noor dan Hadi Mulyadi terpantau memiliki elektibilitas yang cukup tinggi.

“Logika normalnya, penantang barunya yang kesulitan dapat perahu. Tapi ini penantangnya yang justru lebih banyak dapat partai,” jelasnya ketika dihubungi Kaltim Faktual Jumat 19 Juli 2024.

Koalisi Gemuk Rudy-Seno

Menurut Syaiful, ada banyak kemungkinan yang menyebabkan Rudy Mas’ud bisa mendapatkan banyak dukungan. Misal, Rudy memang sudah melakukan perencanaan yang matang sejak lama. Sehingga berhasil.

Selain itu, ada hal konkret yang Rudy tawarkan ke partai politik koalisi, sehingga partai mau merapat kepadanya. Atau dugaan lain, karena adanya kepentingan politik yang mempengaruhi.

Syaiful tak menampik adanya kemungkinan terjadi kesepakatan transaksional. Bisa berupa finansial ataupun janji kebijakan yang sejalan.

“Padahal sebetulnya Kaltim tidak kekurangan figur. Banyak sosok yang sebetulnya mumpuni untuk diusung,” tambahnya.

Syaiful meyayangkan norma dan aturan pilkada yang berlaku. Sebab tidak ada larangan mengusung calon tunggal, juga partai tidak berkewajiban untuk membuka alasan dukungan kepada sosok tertentu.

Terkait banyaknya partai yang merapat ke koalisi Rudy-Seno, Kaltim Faktual sudah berupaya menghubungi Ketua Golkar Kaltim Rudy Mas’ud. Namun belum mendapat respons sampai berita ini diterbitkan.

Parpol Harusnya Transparan

Namun, menurut Syaiful, para partai politik seharusnya tetap transparan dan membuka kepada publik. Alasan dan logika pembenar yang menjadi dasar kuat pengusungan Rudy Mas’ud secara rombongan itu.

Selain menjawab pertanyaan publik, juga memberi pertimbangan masyarakat untuk memilih. Bahkan lebih bagus untuk melakukan uji publik, dan survei kepada masyarakat, soal sosok pemimpin yang ideal.

“Sehingga perlu untuk parpol membuka alasan kenapa memilih Rudy. Hanya bisa dijawab partai. Sekarang tidak ada penjelasan. Menurut kita ada subjektivitas kepentingan partai politik.”

Kotak Kosong Adalah Tragedi

Jika Isran gagal meraih dukungan PDIP, maka Rudy Mas’ud dan Seno Aji akan melawan kotak kosong. Persis seperti Pilkada Balikpapan sebelumnya, di mana Rahmad Mas’ud dan Thohari melawan kotak kosong.

Bagi Syaiful, melawan kotak kosong, di manapun provinsinya, adalah tragedi demokrasi. Pertama, parpol telah gagal melakukan kaderisasi, sehingga tak memiliki calon potensial yang bisa diusung di pilkada. Kedua, mekanisme pemilihan calon tunggal vs kotak kosong belum tersosialisasikan dengan baik. Yang ujung-ujungnya, tingkat partisipasi pemilihan rendah lagi.

Ketiga, masyarakat tak memiliki pilihan selain calon tunggal. Dalam proses demokrasi, ini tidak baik, walaupun jelas, Rudy Mas’ud dan Seno Aji tidak melanggar peraturan pemilu.

“Ada proses oligarki yang tampak kuat sampai ke kepala daerah. Kepentingan oligarki. Yang jadi korban ya masyarakat,” pungkasnya. (ens/dra)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.