Connect with us

SEPUTAR KALTIM

Balikpapan Sat Set Punya Transportasi Umum Bus dalam Kota, Samarinda Masih ‘Pikir-Pikir’

Diterbitkan

pada

Menyusul Balikpapan, Samarinda masih kaji penerapan BRT seperti di Jakarta. (Kompas)

Kota Balikpapan lebih dahulu menerapkan sistem transportasi publik. Saat ini sedang uji coba. Sementara Samarinda masih berkutat dengan perencanaan. Dishub masih menghitung dan menimbang anggaran dari 2 skema.

Sejak Ibu Kota Negara (IKN) resmi pindah ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Sepuluh kabupaten/kota-nya diminta berbenah. Dari berbagai aspek, termasuk transportasi publik. Utamanya pada empat daerah penyangga.

Pemprov Kaltim ingin ada transportasi publik yang terintegrasi dari Kaltim yang kemudian bisa terhubung ke IKN. Yakni Samarinda, Balikpapan, Penajam Paser Utara (PPU), dan Kutai Kartanegara (Kukar).

Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Balikpapan, sudah lebih dahulu menerapkannya. Dengan nama Balikpapan City Trans (BCT) yang diluncurkan pada 1 Juli 2024. Dan telah beroperasi melayani masyarakat Balikpapan.

Transportasi Publik di Samarinda

Sementara di Ibu Kota Kaltim, masih tahap mematangkan kajian. Padahal Dishub sudah melakukan kajian sejak 2023. Namun sempat mengalami tarik ulur konsep. Dan menghitung ketat atas opsi skema penerapan.

Dalam kajiannya, Dishub Kota Samarinda ingin merealisasikan transportasi massal berbasis Bus Rapid Transit (BRT). Konsepnya seperti yang sudah diterapkan di kota besar seperti Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta.

Bus-bus itu nantinya akan beroperasi di 7 trayek (jurusan) dalam kota. Terhubung melalui halte sebagai lokasi pemberhentian di beberapa titik. Namun tidak memiliki jalur sendiri, dan bergabung dengan kendaraan lain.

Menggunakan transportasi berupa bus konvensional ukuran 3/4 alias medium bus, beserta angkot sebagai penunjang. Ide itu awalnya direncanakan terealisasi pada tahun 2024 ini. Namun karena satu dan lain hal, mundur menjadi tahun 2025.

Awalnya akan menggunakan bus konvensional. Namun karena ada beberapa pertimbangan lagi, Dishub akan menggunakan bus listrik untuk medan datar dan bus konvensional untuk medan menanjak.

Secara konsep sebetulnya sudah matang. Namun Dishub kini tengah menghitung pertimbangan anggaran dari skema yang akan digunakan. Yakni skema Skema Buy The Service (BTS) dan beli bus dan kelola sendiri.

Sebab sebelumnya BTS yang melibatkan pihak ke-3 sebagai operator, ditolak oleh wali kota. Sebab anggarannya membengkak. Setelah menghitung ulang anggarannya, akan kembali dipaparkan kepada wali kota.

Dishub Hitung Ulang Anggaran

Kepala Dinas Perhubungan Kota Samarinda Hotmarulitua Manalu Dishub kemudian menyusun tiga tahapan untuk menyicil total keseluruhan trayek: tujuh trayek utama dan enam trayek feeder.

Pada tahap pertama, rencananya akan mengusulkan dua trayek utama, yaitu J1A dan J1B (Terminal Pasar Pagi – Terminal Lempake), dan di dalamnya termasuk dua trayek feeder.

“Untuk beli bus sendiri, pada tahap pertama ini, estimasi anggaran yang diperlukan adalah Rp 101 miliar untuk bus listrik dan Rp 60 miliar untuk bus konvensional dengan skema investasi pemerintah.”

“Sedangkan dengan skema BTS, anggaran yang diperlukan adalah Rp 34 miliar untuk bus listrik dan Rp 28 miliar untuk bus konvensional,” jelasnya belum lama ini.

Kelebihan dan Kekurangan

Perhitungan ulang ini, dengan menambahkan anggaran bus listrik yang krmbali masuk rencana. Manalu bilang, perbedaan biaya ini disebabkan karena berbagai hal. Seperti pembelian bahan bakar.

Jika beli bus sendiri, maka bus akan berplat merah dan tidak bisa membeli BBM bersubsidi. Sementara jika skema BTS, bus akan berplat kuning, sehingga bisa menggunakan BBM subsidi.

“Termasuk juga jika menggunakan bus listrik, pada skema investasi pemerintah, perlu dibangun SPKLU dengan harga non subsidi, sedangkan pada skema BTS, pembangunan SPKLU dilakukan oleh pihak ketiga dengan biaya listrik bersubsidi,” tambah Manalu.

Di samping itu, jika memiliki bus sendiri, pemerintah perlu menyiapkan anggaran untuk perawatan kendaraan, lahan parkir, hingga penjagaan pool bus. Jika skema BTS hal itu dilakukan oleh pihak ke-3 sebagai operator.

Dicicil per Tahun

Jika tahap pertama tersebut berhasil, maka Dishub akan menambah trayek J2A-J2B (Terminal Pasar Pagi – Terminal Sungai Kunjang – Terminal Samarinda Seberang) pada tahun kedua.

Lalu lanjut, trayek J3A-J3B (Terminal Pasar Pagi – Terminal Sempaja Selatan) dan J4 (Terminal Lempake – Terminal Bandara APT Pranoto) direalisasikan pada tahun berikutnya lagi.

Sehingga sistemnya dicicil melalui 3 tahap tadi. Jika beli bus sendiri, maka anggaran memang membengkak di awal. Sementara BTS, anggaran dikeluarkan secara bertahap.

“Total biaya untuk semua trayek dalam satu tahun dengan skema investasi pemerintah adalah Rp313 miliar untuk bus listrik dan Rp195 miliar untuk bus konvensional.”

“Sedangkan dengan skema BTS, total biaya adalah Rp92 miliar untuk bus listrik dan Rp77 miliar untuk bus konvensional,” pungkasnya. (ens/fth)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.