EKONOMI DAN PARIWISATA
Duduk Perkara Polemik Pajak Penyangga Destinasi Wisata Samarinda
Pajak penyangga wisata keluarga jadi polemik. Isi pasal dalam perwali yang terlalu umum. Membuat penafsiran pemkot dan pengusaha tak bertemu. Berikut penjelasan lengkapnya.
Rabu, 21 Desember 2022, Komisi II DPRD Samarinda menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Disporapar Samarinda, Bapenda Samarinda, dan Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Samarinda.
Bertempat di ruang rapat gabungan lantai 2 DPRD Samarinda. RDP berlangsung selama 2 jam. Pembahasan utamanya adalah soal pajak layanan penyangga. Lebih spesifik, soal pemberlakuan pajak layanan penyangga untuk destinasi wisata keluarga di Samarinda.
Perwakilan Bapenda dan PUTRI saling adu pandangan terkait dasar hukum sampai pandangan dari sisi bisnis. Pimpinan rapat, Fahrudin lalu mengambil kesimpulan. Bahwa ada 2 jalan keluar dari polemik ini. Pertama pengusaha wisata keluarga menerima perwali yang berlaku dan membayar pajak penyangga. Kedua, PUTRI melakukan audiensi lanjutan bersama wali kota Samarinda. Dengan agenda permohonan revisi jasa layanan penyangga hiburan dalam perwali tersebut.
Apa Itu Pajak Penyangga?
Pajak layanan penyangga adalah uang yang wajib dibayarkan pengelola usaha pariwisata dan/atau hiburan. Yang berasal dari pendapatan lain, di luar tiket masuk.
Misal, untuk destinasi wahana permainan air keluarga. Selain membayar pajak sebesar 15 persen dari tiket masuk. Pengelola juga harus membayar sejumlah 15 persen juga dari penyewaan gazebo, ban, baju pelampung, dan lainnya.
Contoh lainnya, untuk wisata yang di dalamnya terdapat atraksi memberi makan satwa. Maka uang yang dibayarkan pengunjung untuk membeli pakan satwa itu. Sebanyak 15 persennya harus dibayarkan ke Pemkot Samarinda.
Dasar Hukum Pajak Penyangga
Pajak layanan penyangga Kota Samarinda tertuang dalam Perwali No. 2 Tahun 2019, Pasal 17 Ayat 3 yang berbunyi: Jasa layanan penyangga yang diselenggarakan oleh penyelenggara hiburan. Maka tarif pajak yang dikenakan adalah tarif pajak hiburan.
Dalam pasal 17, sebenarnya ada 2 ayat lainnya. Namun secara spesifik dasar pajak penyangga untuk perhotelan. Sedangkan pada ayat 3 tersebut, menyebut seluruh tempat hiburan harus membayar pajak penyangga.
Untuk diketahui, perwali adalah penjelantaran secara teknis dari peraturan daerah (Perda). Namun setelah ditelusuri, tidak ada dasar hukum soal pajak layanan penyangga untuk taman rekreasi dan tempat hiburan. Hanya hotel yang disebut dalam Perda No. 9 Tahun 2019.
Dasar hukum tersebut tertuang dalam Pasal 3 Ayat 3 yang berbunyi seperti tertera pada gambar di bawah.
DPC PUTRI Samarinda mengaku sempat menelusuri Perwali No 2 Tahun 2019 itu ke sosok yang menandatangani. Yakni wali kota sebelumnya, Syaharie Jaang.
Menurut pengakuan Jaang yang dituturkan ulang oleh PUTRI Samarinda. Bahwa pajak layanan penyangga dalam Pasal 17 Ayat 3 itu khusus diperuntukkan untuk Tempat Hiburan Malam (THM). Namun pernyataan (lisan) Jaang ini, tentu tidak bisa menjadi acuan Bapenda Samarinda dalam memungut pajak penyangga di semua tempat hiburan saat ini.
Kenapa Jadi Masalah?
Pajak layanan penyangga untuk destinasi wisata keluarga pertama kali ditagihkan Bapenda Samarinda kepada Rumah Ulin Arya. Bersamaan dengan agenda Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (OPAD) medio Agustus-Oktober 2022 lalu.
Dari situ, terbukalah jika seluruh destinasi wisata keluarga di Samarinda. Memiliki kewajiban membayar pajak penyangga. Hal ini sebelumnya tidak pernah diketahui oleh para pengusaha.
Namun titik masalahnya bukan pada sosialisasi. Secara prinsip, seluruh pengelola destinasi wisata keluarga yang terhimpun di PUTRI merasa keberatan dengan pajak penyangga. Karena beberapa alasan.
Juru bicara PUTRI Samarinda Saddam Husin menjelaskan, alasan pertama mereka merasa keberatan dengan pajak penyangga adalah bunyi aturan dalam Perwali No 2 Tahun 2019 masih terlalu umum.
“Berdasarkan Undang Undang Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009. Usaha wisata terbagi menjadi 13 sektor. Nah, seluruh destinasi di bawah PUTRI Samarinda, termasuk dalam kategori Daya Tarik Wisata,” ujar Saddam usai RDP.
Yang kedua, biaya operasional pembangunan destinasi wisata buatan tergolong besar. Karena harus memulai dari nol sampai layak dikunjungi. Termasuk juga pembaruan fasilitas; di usaha wisata normalnya melakukan perawatan ataupun pembaruan setiap 3 hingga 6 bulan sekali. Sehingga kembali menyedot anggaran yang cukup besar.
“Sementara pendapatan dari tiket masuk. Itu belum mampu meng-cover seluruh beban operasional. Sehingga pendapatan lain seperti dari penyewaan ban itu untuk menutupi pos anggaran lainnya,” jelas Saddam.
Dengan dasar hukum yang dinilai masih terlalu umum, tidak adanya korelasi langsung antara perda dan perwali. Ditambah alasan dari sisi ekonomi. Saddam bilang, PUTRI Samarinda berharap pemkot bersedia merevisi perwali soal pajak penyangga. Dengan poin revisi berupa pengklasifikasian jenis usaha wisata. Serta tidak membebankan pajak penyangga pada destinasi wisata keluarga.
“Harapannya seperti itu. Karena kami juga ingin wisata keluarga di Samarinda tumbuh pesat. Mempercantik kota. Dan ikut menggerakkan ekonomi kerakyatan,” pungkasnya.
Respons Bapenda
Dalam RDP tersebut, Bapenda Samarinda diwakili oleh beberapa pejabat penting di bawah kepala dinas.
Dalam penuturannya, Bapenda menjalankan pajak penyangga sesuai yang tertuang dalam perwali. Tidak adanya pengklasifikasian jenis usaha wisata tidak menjadi pertimbangan. Selama usaha berbentuk tempat hiburan, maka aturan pajaknya sama berataan.
Dengan begitu, meski telah mendengar semua keluh kesah pengelola wisata keluarga. Bapenda tidak bisa mengubah apapun. Selain menjalankan aturan tertulis yang berlaku. Dalam hal ini, pajak layanan penyangga tetap akan diberlakukan kepada seluruh destinasi wisata. (dra)
-
BALIKPAPAN3 hari yang lalu
Dilematis Pengadaan Air Bersih Balikpapan; Pakai Air Laut Mahal, Pakai Air Mahakam Ribet
-
OLAHRAGA3 hari yang lalu
Hanya Cetak 3 Gol di 5 Laga, Pelatih Borneo FC: Tim Lawan Selalu Bertahan saat Bertemu Kami
-
KUBAR23 jam yang lalu
Mengenal AHJI Paslon Nomor 2: Dicintai Rakyat, Diharapkan Jadi Pemimpin Kutai Barat
-
OLAHRAGA2 hari yang lalu
Borneo FC Berusaha Garang Lagi saat Jumpa Persis, Biak, dan Dewa United
-
VIRAL4 hari yang lalu
Plaza Mulia Dilelang Rp501 Miliar, Ada yang Minat?
-
MAHULU3 hari yang lalu
Belasan Kampung di Mahulu Terendam Banjir hingga 1,5 Meter
-
BALIKPAPAN3 hari yang lalu
OIKN akan Kelola Pasokan Air Bersih dari Nusantara ke Balikpapan
-
OLAHRAGA18 jam yang lalu
Hanya Bisa Bahasa Portugis, Bek Borneo FC Furtado Andalkan Bahasa Isyarat di Lapangan