Connect with us

GAYA HIDUP

Gaji Cuma Numpang Lewat? Hati-Hati, 3 “Bocor Halus” Ini Diam-Diam Menggerogoti Rekeningmu

Published

on

Satu bulan belum berakhir tapi gaji kamu sudah habis tak bersisa? Hati-hati dengan 3 bocor halus ini yang diam-diam menggerogoti rekeningmu!

Fenomena “gaji numpang lewat” masih menjadi keluhan klasik di kalangan pekerja perkotaan. Ironisnya, kebocoran finansial ini sering kali bukan karena pembelian barang mewah atau liburan mahal, melainkan akibat akumulasi pengeluaran kecil yang luput dari perhitungan.

Dalam istilah perencanaan keuangan, kondisi ini dikenal sebagai spending leaks atau kebocoran pengeluaran. Kebiasaan-kebiasaan yang tampak sepele secara nominal, namun destruktif jika terjadi secara repetitif.

Berikut adalah tiga pintu utama kebocoran keuangan yang kerap menggerogoti saldo tabungan tanpa kamu sadari!.

1. Jebakan Latte Factor

Istilah Latte Factor merujuk pada pengeluaran rutin berskala kecil, seperti pembelian kopi kekinian, camilan sore, atau air mineral kemasan. Secara psikologis, mengeluarkan uang Rp20 ribu hingga Rp30 ribu per hari tidak terasa memberatkan dompet.

Namun, kalkulasi matematika berkata lain. Pengeluaran rutin Rp30 ribu per hari setara dengan Rp900 ribu per bulan, atau hampir Rp11 juta per tahun. Nilai ini sering kali setara dengan satu bulan gaji atau harga sebuah gawai baru yang lenyap hanya untuk konsumsi impulsif.

2. Beban Langganan “Hantu”

Era digital membawa kemudahan layanan berlangganan (subscription), mulai dari streaming film, musik, hingga aplikasi berbayar lainnya. Masalah timbul ketika fitur auto-debet membuat konsumen lupa bahwa mereka membayar layanan yang sebenarnya sudah jarang atau tidak pernah digunakan..

Pengeluaran ini menjadi “biaya hantu” yang terus berjalan di latar belakang. Tanpa audit rutin terhadap daftar langganan, seseorang bisa kehilangan ratusan ribu rupiah setiap bulan untuk fasilitas yang tidak dinikmati.

3. Erosi Biaya Admin Digital

Kemudahan transaksi non-tunai (cashless) juga membawa konsekuensi biaya layanan. Biaya top-up e-wallet, biaya transfer antar-bank, hingga biaya penanganan aplikasi pesan antar makanan sering tidak menjadi perhatian alias angin lalu karena nominalnya yang kecil, berkisar Rp1.000 hingga Rp6.500.

Namun, dengan frekuensi transaksi digital yang tinggi di era modern, akumulasi biaya administrasi ini bisa membengkak menjadi angka yang signifikan di akhir bulan. Tanpa pencatatan arus kas yang disiplin, “bocor halus” semacam ini akan terus menjadi parasit bagi kesehatan finansial.

Menghentikan kebocoran ini tidak harus dengan hidup pelit, melainkan dengan membangun kesadaran (mindfulness) dalam setiap transaksi kecil. Sebab dalam keuangan, lubang kecil sekalipun bisa menenggelamkan kapal besar. (ens)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.