Connect with us

SEPUTAR KALTIM

Hari Bumi 2025: Tambang dan Janji Palsu, Pemerintah Abai pada Lingkungan dan Rakyat

Diterbitkan

pada

Situasi saat XR Bunga Terung, bersama MAPALA Unmul dan IMAPA UMKT, memperingati Hari Bumi tahun 2025, dengan membentangkan spanduk di kolam eks tambang batu bara. (Istimewa)

Peringatan Hari Bumi 22 April 2025 bertema “Our Power, Our Planet” seharusnya menjadi momen global untuk mempertegas komitmen terhadap energi bersih dan aksi bersama menjaga kelestarian Bumi.

Namun, di Kalimantan Timur (Kaltim), hari ini justru mengingatkan pada luka lingkungan yang tak kunjung sembuh akibat eksploitasi tambang dan pengabaian negara.

XR Kaltim Bunga Terung, IMAPA UNMUL, dan MAPALA UMKT memperingati Hari Bumi 2025 dengan suara protes.

Mereka menyoroti Samarinda, kota yang dijuluki “kota tepian”, yang kini dipenuhi ribuan lubang tambang terbengkalai, kematian warga, dan kehancuran ekosistem yang terus berlanjut.

“Sejak 2001, setidaknya 51 nyawa, mayoritas anak-anak, tewas tenggelam di lubang tambang tak berpenghalang. Di Kaltim, puluhan ribu lubang serupa dibiarkan tanpa reklamasi,” tegas Windasari, Narahubung dari XR Bunga Terung Kaltim, komunitas yang berfokus pada iklim lingkungan, Selasa 22 April 2025.

Contoh nyata kerusakan terjadi di Kecamatan Makroman. Kawasan yang semula menjadi lumbung pangan Samarinda, kini berubah jadi simbol kehancuran: sawah rusak, sumber air lenyap, dan warga terpaksa memanfaatkan air dari lubang tambang untuk irigasi.

“Musim hujan, banjir lumpur menghancurkan lahan. Musim kemarau, tak ada air tersisa. Ini bukan hanya kerusakan alam, tapi pemusnahan kehidupan,” ujar mereka.

Ironisnya, pemerintah dianggap tutup mata. Perusahaan tambang leluasa kabur dari tanggung jawab mereklamasi lahan.

“Lubang-lubang itu bahkan jadi habitat buaya yang membahayakan warga. Tanggapan pemerintah? Hanya retorika, dalih birokrasi, dan janji palsu yang tak ditepati,” kritik mereka.

Lubang tambang disebut bukan sekadar kerusakan fisik, melainkan bukti kebohongan, ketidakadilan, dan kejahatan sistematis atas nama pembangunan.

Meski tiap tahun pemerintah dan perusahaan tambang berjanji merevisi regulasi, memperbaiki reklamasi, dan memberikan dana kompensasi, semua dianggap sekadar formalitas.

“Ini sandiwara panjang yang tak memihak rakyat atau lingkungan,” tegas mereka.

Menyikapi hal ini, ketiga organisasi mendesak empat tuntutan mendesak:

  1. Penutupan seluruh lubang tambang disertai pengawasan ketat dan partisipasi masyarakat.
  2. Penegakan hukum tegas terhadap perusahaan pelanggar tanpa tebang pilih.
  3. Penghentian izin tambang baru di area rentan ekologis.
  4. Edukasi dan advokasi lingkungan untuk memberdayakan masyarakat dalam memperjuangkan haknya.

“Jika tidak ada tindakan nyata, korban akan terus berjatuhan, dan Kalimantan akan kehilangan jati dirinya. Pemerintah harus stop berbohong, industri tambang harus dihentikan! Hari Bumi bukanlah perayaan—ini seruan perlawanan. Bumi adalah hak kami, dan kami tak akan diam!” pungkas mereka. (Chanz/sty)

Ikuti Berita lainnya di


Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.