SEPUTAR KALTIM
Konflik Buaya dan Manusia Meningkat, BKSDA Kaltim dan BPSPL Perkuat Sinergi Penanganan

Maraknya konflik antara buaya dan manusia di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Kaltim, memicu kekhawatiran publik. Dalam beberapa bulan terakhir, serangan buaya dilaporkan terjadi di Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Kalimantan Selatan, hingga Jawa.
Menanggapi hal ini, Ari Wibawanto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim, mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) untuk memperkuat penanganan berbasis regulasi terbaru.
Regulasi Baru dan Alih Kewenangan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 terkait Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kewenangan penanganan satwa perairan seperti buaya, lumba-lumba, dan pesut kini dialihkan ke BPSPL di bawah KKP.
Ari Wibawanto menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pertemuan dengan BPSPL Regional Kalimantan di Pontianak untuk memastikan transisi kewenangan berjalan lancar.
“Kami siap mendukung BPSPL, baik dari segi sumber daya manusia, sarana, maupun operasional di lapangan,” tegasnya, Kamis 1 Mei 2025.
Meski demikian, BPSPL disebut masih dalam tahap persiapan menyambut mandat baru ini. “Aturan teknis dari KKP masih menunggu pengesahan, namun kami tidak mempermasalahkan. Yang penting masyarakat tetap terlindungi,” tambah Ari. Hingga saat ini, kedua lembaga bergerak bersama dalam evakuasi buaya, seperti di Samboja, Mentawir, dan Balikpapan.
Tantangan di Lapangan: Habitat yang Tergerus dan Overpopulasi
Konflik buaya dan manusia dinilai tak lepas dari tumpang tindih habitat buaya dengan aktivitas masyarakat. “Sungai-sungai di Kaltim, terutama daerah muara, adalah habitat alami buaya. Saat air pasang, mereka bisa menyebar ke pemukiman,” jelasnya.
Ia menekankan, upaya sosialisasi terus dilakukan untuk mengingatkan warga agar lebih waspada beraktivitas di wilayah rawan. Pemasangan papan peringatan di pinggir sungai menjadi salah satu langkah preventif.
Meski jumlah buaya di penangkaran BKSDA mencapai ribuan ekor, Kepala Balai BKSDA Kaltim ini menyatakan belum dapat menyimpulkan adanya overpopulasi. “Ini lebih ke persoalan ruang hidup buaya yang tergerus, sehingga mereka terkonsentrasi di area tertentu,” ujarnya.
Data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) hingga 2023 juga masih menetapkan buaya sebagai satwa dilindungi, sehingga pemanfaatan komersial, seperti kulit, hanya boleh dilakukan pada hasil penangkaran generasi F2 atau keturunan ketiga.
Solusi Jangka Panjang: Adaptasi dan Sinergi Lintas Sektor
Ari mengakui bahwa evakuasi buaya bukan solusi tuntas. “Kami tidak mungkin terus memindahkan buaya ke penangkaran yang sudah penuh. Masyarakat perlu beradaptasi, memahami bahwa mereka hidup berdampingan dengan satwa liar,” tegasnya.
Ia juga menyoroti perlunya regulasi khusus dari KKP untuk mengoptimalkan peran BPSPL ke depan. Sementara itu, upaya kolaboratif terus dijalankan.
“Jika ada laporan, tim gabungan BKSDA dan BPSPL langsung turun. Pemerintah tidak boleh diam saat warganya terancam,” pungkasnya (Chanz/sty)
-
SAMARINDA4 hari ago
Tingkatkan Daya Saing UKM, UPTD Koperasi Kaltim Gelar Pelatihan Membatik
-
SEPUTAR KALTIM4 hari ago
Pemprov Lampung Apresiasi Kaltim Jadi Contoh Pembangunan Hijau
-
SEPUTAR KALTIM2 hari ago
Ajang Camat Berprestasi Kaltim 2025 Dibuka, Pemenang Diumumkan di HUT Kaltim ke-69
-
PARIWARA4 hari ago
Asia Pacific Predator League 2026 Resmi Dibuka, Acer Indonesia Siapkan Tim Esports Wakil Tanah Air
-
EKONOMI DAN PARIWISATA2 hari ago
Inflasi Kaltim September 2025 Tercatat 1,77 Persen, Tertinggi di PPU
-
SEPUTAR KALTIM5 hari ago
RIRU Kaltim Fokus Hilirisasi dan Industri Hijau, Investor Tak Perlu Lagi Bingung
-
SEPUTAR KALTIM4 hari ago
Wagub Seno Aji Lepas 215 Kontingen Kaltim ke Pornas Korpri XVII Palembang
-
EKONOMI DAN PARIWISATA5 hari ago
Pengguna Pintu Earn Naik 50%, Program Flexi Earn Super Rate Up Diperpanjang