Connect with us

SAMARINDA

Mediasi Malpraktik RSHD Samarinda Gagal, Dokter dan Pasien Bersikukuh pada Klaim Masing-masing

Diterbitkan

pada

Kolase kuasa hukum korban, Titus Tibayyan Pakalla, bersama Ketua IDI Samarinda, Andriansyah. (Chanz/ Kaltim Faktual)

Upaya mediasi dalam penyelesaian sengketa dugaan malapraktik medis antara Dokter Spesialis Bedah Umum Darwin dan pasien Rias Khairunnisa di Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda berakhir tanpa titik temu. Kedua pihak tetap bersikeras pada pendirian masing-masing dan saling menyangkal klaim terkait tindakan medis.

Dokter Tegaskan Prosedur Sudah Sesuai, Pasien Sebut Ada Kejanggalan

Dokter Darwin menolak tuduhan malapraktik. Ia menyatakan semua prosedur telah dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan sumpah kedokteran. Ia juga menunjukkan bukti berupa rekam medis dan sertifikat. Terkait tuduhan tidak melakukan tes urine dan darah, Darwin menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan di IGD melalui infus, dan hasilnya dapat diakses melalui sistem rumah sakit.

Ia menyebut infeksi pascaoperasi yang terjadi hanyalah di permukaan kulit, bukan berasal dari dalam tubuh. Darwin juga membantah ada pemaksaan tindakan operasi.

“Saya tidak pernah memaksa. Informasi kebutuhan operasi pertama kali disampaikan oleh perawat berdasarkan anjuran dokter,” jelasnya.

Permintaan santunan dari pihak korban ditolak dengan alasan keterbatasan finansial. Darwin mengaku hanya menerima honor sekitar Rp700 ribu per bulan dari RSHD.

Namun, kuasa hukum pasien, Titus Tibayyan Pakalla, menilai klaim Darwin tidak masuk akal. Ia mempertanyakan keaslian rekam medis karena rumah sakit tempat kejadian telah tutup sebelum somasi dikirim Oktober 2024. Titus juga mengungkap kejanggalan dalam data medis, seperti pemeriksaan ganda dalam rentang waktu pasien tidak dirawat.

Ia membantah pernyataan bahwa hasil laboratorium bisa diakses pasien, dan menyebut tidak masuk akal bagi pasien awam untuk menggunakan komputer rumah sakit. Ia menegaskan infeksi yang dialami kliennya berasal dari dalam tubuh, terbukti dari keluarnya cairan kotor dari bekas operasi saat pemeriksaan di RS Abdul Moeis.

Titus juga menyebut adanya tekanan psikologis terhadap pasien untuk menyetujui operasi, dengan imbauan bahwa biaya tidak ditanggung BPJS jika menolak. Ia pun menolak alasan Darwin soal honor rendah sebagai pembenaran menolak kompensasi.

IDI Netral, Proses Etik Masih Berlangsung

Ketua IDI Samarinda, Andriansyah, membenarkan bahwa mediasi telah berakhir tanpa kesepakatan. Ia menjelaskan bahwa pelapor memilih tidak melanjutkan jalur mediasi dan ingin menempuh tahap berikutnya.

“IDI hanya bertindak sebagai mediator, bukan sebagai pihak yang memutuskan atau menjatuhkan sanksi,” tegas Andriansyah.

Proses etik terhadap dr. Darwin kini ditangani oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), lembaga independen di bawah IDI. IDI Samarinda tidak mengetahui jadwal ataupun hasil sidang etik karena bersifat tertutup.

Andriansyah juga menyampaikan bahwa tim pengacara dari Biro Hukum, Pembinaan, dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI telah memberikan pandangan bahwa tindakan medis Darwin masih dalam koridor etika dan hukum medikolegal. Namun, hal itu bukan keputusan akhir.

“IDI tetap independen dan tidak memihak siapa pun dalam perkara ini, baik kepada dokter maupun pelapor,” ujarnya.

Dengan gagalnya mediasi, penyelesaian perkara ini kini bergantung pada hasil proses etik di MKEK dan langkah hukum lanjutan yang mungkin ditempuh oleh kuasa hukum pasien. (chanz/sty)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.