GAYA HIDUP
Mengenal Komunitas Samarinda Reptil: Hapus Stigma Menjijikan dan Menakutkan

Hewan reptil yang dianggap menjijikkan dan menakutkan ini ternyata bisa jadi hobi dan juga ladang cuan. Komunitas Samarinda Reptil jadi tempat yang aman untuk hewan bersisik itu. Mereka giat melakukan sosialiasi, agar reptil tak sembarangan dibunuh.
Samarinda menjadi rumah yang aman untuk hewan bersisik jenis reptil yang kerap kali dipandang menjijikkan dan menakutkan. Komunitas Samarinda Reptil namanya. Tempat berkumpulnya para pecinta reptil di Samarinda. Mereka memiliki puluhan hingga ratusan hewan reptil yang dipelihara oleh anggotanya.
Jenisnya pun beragam. Mulai dari kura-kura, biawak, iguana, buaya, bunglon, hingga ular. Masing-masing hewan itu masih memiliki berbagai macam jenis lagi. Tak hanya dipelihara, para reptil itu juga dilakukan breeding alias pembiakan.
Aris, inisiator sekaligus Ketua Komunitas Samarinda Reptil ini turut menceritakan bagaimana komunitasnya yang sejak 2015 itu masih berdiri hingga sekarang. Saat Kaltim Faktual temui mereka dalam pameran Pets Carnival di acara Zooniverse yang diselenggarakan oleh Hore Market di Samarinda Central Plaza (SCP), pekan lalu.


Komunitas ini punya misi. Tak hanya sekedar berkumpul sesama pecinta reptil saja. Namun juga ingin melakukan edukasi kepada masyarakat soal hewan-hewan reptil itu sendiri.
Dari sana, mereka tak hanya menggeluti hobi dan mengedukasi. Hasil breeding juga bisa jadi ladang cuan yang nggak sedikit loh!
Sebelum pandemi Covid-19 melanda, Aris mengungkap banyaknya kegiatan yang berhasil mereka lakukan. Seperti ketika mengadakan event, semua reptil hasil breeding anggota komunitas dikumpulkan menjadi satu. Beberapa dipamerkan. Beberapa juga diperlombakan dalam kontes.
Yang lainnya lagi, bisa dijual kepada mereka yang ingin mecoba merawat reptil. Harga reptile yang dijual pun beragam. Tergantung jenis dan ukuran reptilnya. Mulai dari Rp150 ribu, Rp 700 ribuan, hingga lebih lagi.
“Itu kemarin sempat sampai datang orang dari luar Kaltim. Dari Banjar, Palangkaraya, dari Manado. Pernah juga dari Jakarta, dari Semarang ikut kontes reptil di Samarinda,” kisahnya kepada Kaltim Faktual, Minggu, 9 Juli 2023.


Aris mengenang suka duka yang dihadapi dalam komunitasnya. Terbaru saat pandemi kemarin. Yang sempat membuat komunitasnya kesulitan. Bahkan tak sedikit hewan hasil breeding pun ikut mati.
“Pokoknya waktu covid itu ngaruh banget, banyak hewan yang mati. Mau ngadain event juga nggak bisa. Kita baru aktif lagi kegiatan ya baru-baru ini, baru setahun belakangan ini. Kita coba bangkit lagi,” kata Aris.
Pasca pandemi, komunitas yang beranggotakan hingga 100 orang lebih itu akhirnya kembali giat mengadakan event dan edukasi. Kepada masyarakat awam soal reptilnya ini.
Melalui berbagai program yang mereka canangkan. Paling rutin ialah gathering. Direncanakan terlaksana dua minggu sekali. Atau ikut berkolabolasi dengan event organizer yang tengah mengadakan agenda yang masih berkaitan.
Dalam setiap pameran atau event, antusiasme masyarakat selalu ramai. Tak sedikit yang tertarik atau penasaran dengan hewan-hewan reptil. Namun, menurut Aris, mindset kebanyakan orang soal reptil, masih perlu diubah.
“Untuk sosialisasi, kita mengenalkan kepada masyarakat. Ular ini kan sebenarnya keseimbangan alam. kenapa ada ular? kan sebenarnya buat ngeberantas kayak tikus dan sebagainya. Tapi kebanyakan orang kalau ketemu ular, itu dibunuh,”
“Kita sosialisasi bahwa ular yang dianggap berbahaya, ular yang dianggap semua berbisa, kita sosialisasikan. Kalau ular ini bisa dipelihara loh! Bisa juga di breeding. Hasilnya juga bisa buat tambah-tambah lah. Jadi kalau orang nganggap memikirkan ular itu harus dibunuh, itu engga bener.”
Kerap Dihubungi Warga yang Takut Reptil


Kehadiran Komunitas Samarinda Reptil ini pun tak hanya soal event dan cuan saja. Terkadang ada saja kisah yang “menggelitik”. Seperti anggota kerap diminta tolong oleh warga yang takut dengan reptil. Salah satunya ular.
Aris berkisah. Anggotanya tak jarang mendapat panggilan dari warga yang rumahnya kemasukan hewan reptil seperti ular dan biawak. Ia dan anggotanya pun dengan tangan terbuka menolong warga tersebut.
Hasil dari rescue atau penyelamatan reptil itu, kemudian dilepas ke alam agar lebih aman.
“Kalau untuk hasil rescue, kalau bisa dipelihara, ya dipelihara. Tapi kalau terlalu berisiko ya kita rilis. Kayak ular berbisa atau biawak besar. Kalau biawak kecil masih bisa dipelihara. Kalau bisa jinak ya dipeihara. Kalau tidak ya kita lepas ke tempat yang aman,” lanjutnya.
Di sela-sela kegiatan rescue itu, Aris dan anggota lainnya turut mengedukasi bagaimana cara mengusir ular yang masuk ke rumah sebelum dibunuh.
Pertama, bisa diusir seperti biasa atau diarahkan keluar. Jika kesulitan, bisa meminta bantuan. Menghubungi pihak damkar atau komunitas.
Jika masih belum tertangani, ular baru boleh dibunuh. Utamanya dalam kondisi mengancam. Karena menurut Aris, keselamatan nyawa manusia lebih penting dalam kondisi itu.
“Mereka mikirnya ular itu berlendir, ular itu pasti berbisa, pasti menggigit. Yang jelas mindset orang-orang awam mengusir ular itu dengan garam, itu sama sekali nggak bener. Karna ular itu hewan yang bersih karena sering ganti kulit dan perawatannya juga nggak ribet,”
Aris sangat berharap dengan keberadaan komunitasnya, masyarakat menjadi lebih paham tentang reptil dan jenis-jenis reptil. Sehingga ketika bertemu dengan reptil di alam, tidak langsung beranggapan bahwa harus dibunuh. Agar dapat menjaga kelestarian dan keseimbangan alam.
Awal Mula Menyukai Reptil


Sebagai inisiator Komunitas Samarinda Reptil. Aris punya cerita sendiri soal awal mula kesukaannya kepada reptil. Ceritanya, itu dimulai sejak 2010 yang berawal dari rasa penasaran. Rasa penasaran itu terus tumbuh. Hingga Aris mencoba mempelajari soal reptil.
Aris tak ujug-ujug memelihara reptil. Proses belajarnya memakan waktu satu tahun. Belajar teori, mengenai jenisnya, cara pemeliharaan dan penyakitnya. Hingga pada 2011, ia memelihara hewan reptile pertamanya, yakni iguana.
“Kayak iguana yang mukanya serem ternyata makanannya cuma sayuran dan buah-buahan. Hewan pertama ya itu iguana, awalnya banyak. Sekarang iguana tinggal 6 ekor,”
“Kalau yang biasa kita lihatkan orang pelihara ayam kucing, anjing. Pas liat ular kok kayaknya seru ni, lain dari pada yang lain,”
Dari kecintaannya ini, Aris ingin menularkan kesukaannya ini kepada yang lain. Agar makin banyak orang bisa ikut mencintai hewan jenis reptil. Dan dunia per-reptil-an bisa bangkit lagi! (***)
Reporter: Khoirun Nisa / Editor: Muslim Hidayat AM


-
KUBAR4 hari yang lalu
Kutai Barat Tuan Rumah PEDA KTNA XI, Petani dan Nelayan se-Kaltim Siap Bersilaturahmi
-
HIBURAN4 hari yang lalu
“Wonderland of Banua Etam” Tampilkan Pesona Budaya Kaltim di Panggung Kolosal
-
SEPUTAR KALTIM2 hari yang lalu
Pemprov Kaltim Pastikan Pendidikan Gratis Penuh Berjalan Akuntabel, Cegah Pendanaan Ganda dan Pastikan Akses Merata
-
SAMARINDA4 hari yang lalu
Raperda Pariwisata Samarinda Sudah 80 Persen, Libur Panjang Jadi Kendala
-
SEPUTAR KALTIM3 hari yang lalu
Sosialisasi Pergub Media Publik, KPID Kaltim Ingatkan Bahaya Penyiaran Ilegal
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Resmi! Pemprov Kaltim Teken PKS dengan Perguruan Tinggi, Kuliah Gratis Mulai Bergulir
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Dyandra dan Ratu Wakili Kaltim di Ajang Puteri Kebudayaan Cilik Nasional, Faisal: Kita Semua Dukung!
-
SAMARINDA3 hari yang lalu
Dorong Ekonomi Pasca-Tambang, Viktor Yuan Minta Dinas Pariwisata Berdiri Sendiri