PASER
Miris, Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Marak Terjadi di Paser

Sebanyak 22 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan tercatat terjadi di Paser hingga akhir Juli 2022. Angka ini berdasarkan penanganan yang dilakukan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Paser.
“Tercatat periode Januari-Juli 2022, ada 22 kasus kekerasan anak dan perempuan di Kabupaten Paser,” kata Kepala DP2KBP3A Kabupaten Paser Amir Faisol, dikutip dari Kantor Berita Antara.
Rincian dari 22 kasus tersebut meliputi tujuh kasus kekerasan pada perempuan dan 15 kasus kekerasan pada anak. Untuk kasus kekerasan pada perempuan, sebagian besar kekerasan yang dilakukan dalam bentuk kekerasan psikis.
“Ada empat kasus kekerasan psikis, dan selebihnya adalah kekerasan fisik, seksual, dan penelantaran,” terang Amir.
Sedangkan untuk 15 kasus kekerasan pada anak terdiri dari tujuh kasus kekerasan seksual, tiga kasus kekerasan diakibatkan hak asuh, dua kasus kekerasan diakibatkan penelantaran, satu kasus kekerasan fisik, dan dua kasus kekerasan lainnya.
Amir menjelaskan yang dimaksud kekerasan psikis atau kejiwaan pada perempuan biasanya korban mendapatkan bullying atau perundungan dari masyarakat. Sementara kekerasan fisik contohnya kekerasan pemukulan.
“Misal kekerasan psikis atau kejiwaan yang dialami korban pemerkosaan, dia dicap sebagai korban pemerkosaan. Di situ ada pelabelan oleh masyarakat. Contoh lain kekerasan ancaman, penyumpahan, dan sebagainya, yang mengancam kejiwaan atau mental perempuan,” urainya.
Adapun kekerasan yang diakibatkan hak asuh pada anak, lanjut Amir, merupakan kondisi di mana anak menjadi korban perebutan hak asuh oleh kedua orang tuanya yang mengalami permasalahan rumah tangga.
“Untuk kasus penelantaran, anak menjadi korban karena kedua orang tuanya bermasalah, misalnya bercerai,” ucap Amir.
Menurutnya kemungkinan jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan lebih besar dari jumlah yang ditangani Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Paser. Karena tidak semua kasus kekerasan perempuan dan anak dilaporkan kepada UPTD PPA.
“Harapan kami masyarakat melaporkan ke UPTD PPA sehingga kami bisa mendampingi maupun memediasi,” tutur Amir.
Pihaknya berupaya menurunkan kasus kekerasan pada anak dengan membentuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di setiap desa. DP2KBP3A juga akan membentuk perlindungan untuk perempuan atau Perlindungan Perempuan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PPATBM)
Dikemukakannya, saat ini baru terbentuk 21 PATBM di 21 desa tersebar di beberapa kecamatan. Antara lain di Tanah Grogot, Pasir Belengkong, Long Ikis, Batu Engau, dan Batu Sopang.
“Kami selalu mendorong masyarakat membentuk PATBM agar kasus kekerasan anak dan perempuan bisa diselesaikan di tingkat desa, jadi tidak sampai ke ranah hukum,” tegas Amir. (redaksi)
-
SEPUTAR KALTIM4 hari ago
Lewat Penguatan Demokrasi, Darlis Dorong Masyarakat Samarinda Lebih Kritis dan Aktif
-
NUSANTARA3 hari ago
Sukses di Palembang, Estafet Pornas Korpri Berlanjut ke Lampung 2027
-
SEPUTAR KALTIM2 hari ago
Sekda Kaltim Sri Wahyuni Masuk 15 Finalis Nasional ADLGA 2025
-
EKONOMI DAN PARIWISATA2 hari ago
Kaltim Perketat Pengawasan BBM Bersubsidi, Harum: Jangan untuk Industri Besar!
-
PARIWARA4 hari ago
CustoMAXi Yamaha Makassar 2025, XMAX Motorized Jadi Pusat Perhatian
-
OLAHRAGA4 hari ago
Tim Basket Korpri Kaltim Siap Tempur di Pornas XVII Palembang 2025
-
SEPUTAR KALTIM4 hari ago
Sri Wahyuni Soroti Dominasi PPPK dan Tantangan ASN Daerah di Rakernas Korpri 2025
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Dorong Transformasi Digital, Diskominfo Kaltim Sosialisasikan Tanda Tangan Digital