Connect with us

GAYA HIDUP

Nostalgia Beroda Dua: Kala Sepeda Ontel Menjembatani Generasi di Samarinda

Diterbitkan

pada

Potret Komunitas Sepeda Tua Indonesia di acara Kala Nostalgia Fest 2025. (Chandra/Kaltim Faktual)

Di tengah gegap gempita Kala Nostalgia Fest 2025 yang digelar di kawasan Citra Niaga, Samarinda, sekelompok pengayuh sepeda tua tampil mencuri perhatian. Mereka datang membawa lebih dari sekadar kendaraan klasik. Mereka datang dengan warisan, cerita, dan semangat persaudaraan.

Adalah Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI) Kalimantan Timur yang membawa nuansa berbeda dalam festival ini. Barisan sepeda ontel dari era 1920-an hingga 1960-an tersusun rapi, seolah mengajak pengunjung menyusuri lorong waktu. Tak hanya memamerkan koleksi, para anggota juga berbagi kisah dan filosofi yang membuat komunitas ini tetap hidup—dan mengayuh.

Satu Sepeda, Sejuta Saudara

“Visinya sederhana saja: satu sepeda, sejuta saudara. Sekali kayuh, kalori runtuh. Sehat, rukun, selawasé,” ucap Joko Trianto (61), akrab disapa Mas Joy, Humas KOSTI Kutai Kartanegara, sembari tersenyum bangga.

KOSTI Kaltim mungkin baru berusia dua tahun secara formal, tapi akarnya telah tumbuh sejak belasan tahun lalu. Komunitas-komunitas lokal seperti Opsir (Palaran), Osok (Tenggarong), Pedal (Loa Kulu), dan Jadul (Samarinda) sudah aktif sejak 14 hingga 15 tahun silam. Di festival ini, sekitar 50 anggota hadir dengan sepeda kebanggaan masing-masing—beberapa di antaranya menempuh perjalanan jauh demi bisa ikut serta.

Setiap Minggu pagi, mereka rutin “ngontel” bersama. Saling mengunjungi antarkomunitas, mempererat tali silaturahmi, dan yang terbaru—bahkan mengirimkan perwakilan ke Pekan Olahraga Nasional (PON) di Nusa Tenggara Barat untuk lomba sepeda klasik, baik cepat maupun lambat.

Lebih dari Hobi, Ini Warisan

Bagi para anggota, sepeda tua bukan benda koleksi semata. Ia adalah warisan hidup yang sarat makna.

“Kebanyakan sepeda ini peninggalan orang tua atau kakek. Dipesan waktu zaman Belanda, dan kami rawat. Kami tidak boleh menjualnya,” ungkap Joy.

Meski beberapa sepeda sudah dimodifikasi, mereka tetap menjaga keaslian bentuk dan komponen. Yang paling tua, buatan 1923, bahkan ada yang kini bernilai hingga Rp250 juta—karena keunikannya: tanpa rantai, hanya gearbox.

Tapi menjaga sepeda tua tak selalu mudah. “Perawatan sih gampang, tapi onderdilnya yang susah dan mahal,” ujar Warsito (57), Sekretaris KOSTI Samarinda sekaligus pengurus KOSTI Provinsi Kaltim. Ia menunjuk satu-satunya toko onderdil sepeda tua di Samarinda, tepat di depan Pasar Pagi, yang kini menjadi tempat ‘zakat sepeda’ bagi para anggota.

Lintas Usia, Lintas Daerah

KOSTI membuka pintu bagi siapa saja yang ingin bergabung. Syaratnya? Cuma dua: punya sepeda dan niat sehat.

Anggotanya beragam. Ada yang masih anak-anak, seperti bocah 9 tahun dari Loa Kulu, hingga yang sepuh seperti Pak Sadi (73), yang sudah mengayuh sejak 1999. Di seluruh Kaltim, komunitas ini mencakup lebih dari 500 anggota—dengan sekitar 100 di antaranya berdomisili di Samarinda.

Struktur komunitas tersebar di 22 titik wilayah. Sekretariat KOSTI Kaltim sendiri berada di Lempake, Joyomulyo—menjadi titik temu dan pusat koordinasi penggiat sepeda ontel dari seluruh penjuru provinsi.

Antara Tantangan dan Harapan

Namun, seperti komunitas lainnya, KOSTI juga menghadapi tantangan regenerasi.

“Di Samarinda masih bagus, anak-anak mudanya tertarik. Tapi di daerah seperti Tenggarong, kami masih didominasi generasi tua. Anak muda sekarang lebih suka sepeda balap,” ujar Joy.

Meski begitu, semangat tetap dijaga. Mereka yakin, selama ada yang mengayuh, kisah sepeda tua ini tak akan berhenti.

Kala Nostalgia Fest 2025 bukan sekadar panggung bagi mereka. Ia menjadi bukti bahwa roda-roda berkarat ini masih berputar, membawa cerita dari masa lalu untuk tetap hidup di masa kini—dan, semoga, di masa depan. (chanz/sty)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.