EKONOMI DAN PARIWISATA
Pengamat Ekonomi Sebut SK Larangan Berjualan BBM Eceran di Samarinda sebagai Kebijakan Setengah Hati

Pengamat Ekonomi Unmul, Purwadi menilai tak akan ada hasil akhir yang konkret dari SK Wali Kota Samarinda soal larangan berjualan BBM eceran tanpa izin. Jika ingin melarang, ia menyarankan Andi Harun untuk sekalian melarang tanpa tapi. Atau minimal, duduk bareng Pertamina dulu agar segala sesuatunya lebih jelas dan pasti.
Pembahasan soal regulasi baru pemkot menyikapi keberadaan BBM Eceran. Melalui SK Larangan Penjualan BBM Eceran, Pertamini dan Usaha Sejenisnya Tanpa Izin di Wilayah Kota Samarinda. Masih terus bergulir.
Pasalnya dalam SK tersebut, Wali Kota Samarinda Andi Harun pada dasarnya tidak melarang pelaku usaha BBM eceran untuk berjualan. Asal memenuhi syarat izin yang dibutuhkan.
Yang paling utama merupakan izin dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Lalu mengurus izin melalui Sistem OSS sesuai KBLI yang sesuai. Juga melengkapi persyaratan teknis.
Sehingga dalam hal ini Pemkot Samarinda tidak memiliki hak dan wewenang untuk mengatur izinnya. Sementara SK itu, hanya sebagai regulasi dan mengatur tempatnya agar tertib dan tidak makin menjamur.
Pandangan Pengamat Ekonomi
Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman Purwadi melihat justru ada ketidakjelasan dari kebijakan ini.
“Tadi pagi atau kemarin saya baca berita, keduanya malah lempar tanggungjawab. Merasa bukan wewenangnya. Itu gimana, kan,” katanya ketika dihubungi Kaltim Faktual Rabu, 15 Mei 2024.
Jika merunut ke belakang, SK ini lahir sebagai respons terhadap kebingungan yang terjadi sebelumnya. Akhir tahun 2023 lalu, Pemkot Samarinda sangat ingin melarang operasional Pom Mini. Namun mereka merasa tak memiliki landasan hukum untuk melakukan penertiban alias razia.
Sama halnya dengan Pertamina, mereka mengklaim tak punya kewenangan di ranah eceran. Karena distribusi akhir BBM adalah di SPBU. Sehingga ketika keluar SPBU, itu sudah menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Hal yang tak benar-benar difokuskan saat itu adalah bagaimana cara memutus rantai penjualan BBM eceran sedari SPBU.
Andi Harun bukan tanpa upaya, ia mengintruksikan Dishub Samarinda untuk melakukan pembatasan pembelian BBM. Benar dilakukan selama sebulan. Hasilnya, malah bikin tambah macet.
Reaksi berikutnya yang dalam bentuk SK ini, menurut Purwadi, justru membuat situasi semakin ambigu. Padahal kalau mau lebih serius menyelesaikan sengkarut ini, harus ada upaya mencari tahu lantas melarang produksi Pom Mini. Juga mengatur agar BBM ya benar berakhir di SPBU saja.
“Itu harus beres dulu, harus clear dulu. Harus ada yang mengaku. Kalau tidak, ya jadi lingkaran setan terus kan. Jadi enggak beres-beres,” lanjutnya.
Pertamina Tak Boleh Tutup Mata
Sorotan lain diberikan Purwadi untuk Pertamina. Dia bilang, perusahaan plat merah itu tidak boleh hanya fokus pada pengembangan usahanya saja. Sementara produknya juga berdampak pada lingkungan sekitar. Sehingga Pertamina harus ikut turun tangan mengawasi distribusi. Hingga yang di luar distribusi resmi.
“Pemkot dan Pertamina harus duduk bersama, mencari jalan tengah. Karena Pertamina ini fungsinya kayak PDAM. Keduanya juga kebutuhan pokok,” tambahnya.
Kebijakan Wali Kota Setengah Hati
Purwadi menilai kebijakan baru Pemkot Samarinda ini termasuk setengah hati. Tidak tegas. Apalagi keberadaan BBM eceran akan sulit menyamai standar keamanan dan kelayakan jual seperti SPBU.
Sehingga lebih tepat kalau ingin menertibkan BBM eceran, langsung larang saja. Karena sejatinya, keresahan Andi Harun soal keamanan di lokasi penjualan BBM eceran itu sangat berdasar. Apalagi perilaku masyarakat sangat sulit untuk diubah. Seperti merokok atau main HP saat mengisi BBM.
“Jangan setengah hati gitu loh. Nanti kalau ada kecelakaan lagi, siapa yang bisa menjamin, siapa yang bertanggung jawab kalau tiba-tiba meledak lagi?”
Apalagi perdagangan BBM eceran sebetulnya bisa terkena hukum, karena berjualan secara ilegal demi keuntungan pribadi. Seharusnya, menurut Purwadi itu bisa jadi landasan penertiban.
Perbanyak Pertashop
Dari sisi keamanan sekaligus humanisme, kata Purwadi, memperbanyak titik Pertashop bisa jadi solusi. Di satu sisi, masyarakat masih bisa membuka usaha BBM. Di sisi lain, legalitas dan SOP Pertashop lebih jelas.
Ini juga bisa mengatasi permasalahan pelik lainnya. Seperti, BBM bersubsidi jenis pertalite tak akan lagi langka di SPBU. Karena memang hanya diperuntukkan untuk konsumsi harian warga.
Jika pertalite hanya ada di SPBU, potensi antre panjang pun bisa mengecil. Warga juga bisa sedikit berhemat karena selisih harga pertalite di SPBU dan eceran mencapai Rp2.500-3.000 per liternya.
“Tinggal dananya, bisa investor, siapa yang mau investasi di situ. Bisa gandeng pemerintah daerah lewat BUMD,” pungkasnya. (ens/dra)
-
SEPUTAR KALTIM2 hari yang lalu
Dishub Kaltim Pastikan Operator Ojol Terapkan Tarif Sesuai Pergub 2023, Maxim Siap Patuhi Aturan
-
BALIKPAPAN3 hari yang lalu
Hingga Mei 2025, BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Bayarkan Rp211 Miliar Klaim JHT
-
SAMARINDA4 hari yang lalu
Samarinda Buka Kuota Tambahan Sekolah Rakyat, Pendaftaran Hanya 2 Hari!
-
SAMARINDA5 hari yang lalu
Samarinda Siap Bangun Sekolah Rakyat Tahun Ini, Daerah Lain Masih Terkendala Lahan
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Satgas PASTI Blokir Ratusan Pinjol dan Investasi Ilegal, Kerugian Masyarakat Capai Rp2,6 Triliun
-
NUSANTARA2 hari yang lalu
PMI di Korsel Meninggal Akibat Kecelakaan Kerja, Pemerintah Bawa Pulang Jenazah dan Beri Santunan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
-
SAMARINDA1 hari yang lalu
Kepala SMA 10 Samarinda Diberhentikan Sementara, Pertanyakan Kewenangan Plt Disdikbud
-
SAMARINDA1 hari yang lalu
Guru Senior Terkejut Ditunjuk Jadi Plt Kepala SMAN 10 Samarinda