Connect with us

SAMARINDA

Penurunan Stunting Belum Signifikan, Dewan Minta Pemkot Samarinda Bersinergi untuk Kejar Target

Diterbitkan

pada

Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda Sri Puji Astuti. (Nisa/Kaltim Faktual)

Meski angka stunting pada tahun 2023 tercatat lebih rendah dari 2022, namun penurunannya belum signifikan. Dewan minta Pemkot Samarinda kejar target penurunan stunting. Harus bersinergi lintas lembaga.

Masalah stunting cukup menjadi perhatian bagi Pemerintah Kota Samarinda. Berbagai upaya dilakukan agar tak ada lagi anak di Samarinda yang mengalami kekurangan gizi, atau kekurangan tinggi badan.

Penurunan angka stunting di Samarinda mulai terlihat. Berdasarkan hasil survei kesehatan Indonesia tahun 2023, angka stunting 2022 mencapai 25,3 persen, sementara pada tahun 2023 berhasil turun menjadi 24,4 persen.

Hingga akhir tahun 2024 ini, stunting terus diupayakan turun hingga 11,98 persen. Sementara target nasional berada pada angka 14 persen. Sehingga DPRD Samarinda minta pemkot segera kejar target.

Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda Sri Puji Astuti minta pemkot untuk berkolaborasi lintas lembaga. Mulai dari swasta, masyarakat (LSM), organisasi-organisasi kemasyarakatan, hingga akademisi.

“Kita harapkan dengan dilakukan pengeroyokan, kasus stunting ini semua bisa berjalan dengan baik,” jelasnya Kamis 4, Juli 2024.

“Penurunan nasional kita kan harus 14 persen di 2024, kemarin rasanya walaupun ada penurunan dari 25 ke 24, 0,9 persen tapi itu rasanya masih usaha kita sia sia,” tambahnya.

Lingkungan Berpengaruh

Menurut Puji, yang penting dilakukan ialah pendataan dari disdukcapil. Soal angka anak yang lahir di Samarinda. Lalu mengoptimalkan kunjungan ke posyandu. Mengingat kunjungan ke posyandu masih terhitung sangat kecil.

Selain itu menurut Puji, stunting itu bukan hanya tentang masalah gizi, namun juga ditunjang oleh lingkungan yang tidak sehat. Mulai dari sanitasi, kebersihan air, sehingga berpengaruh pada kesehatan anak.

“Lingkungan di sekitarnya harus benar-benar sehat, rumahnya, pencahayaannya bagaimana, lalu debunya bagaimana?” kata Puji.

“Selebihnya pemahaman masalah gizi itu kembali lagi kepada ibu-ibu ini pendidikannya seperti apa, lingkungannya seperti apa dan juga peran dari puskesmas yang berada di wilayahnya,” pungkasnya. (ens/fth)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.