Connect with us

KUTIM

Prof Tholabi: MTQ adalah Denyut Spiritual Bangsa, Bukan Sekadar Kompetisi

Diterbitkan

pada

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Ahmad Tholabi Kharlie. (Istimewa)

MTQ ke-45 di Kutai Timur menjadi momentum istimewa. Ribuan peserta, pendamping, tokoh agama, serta masyarakat dari berbagai penjuru Kaltim bersatu dalam suasana khidmat dan penuh ukhuwah. Perhelatan ini menjadi tonggak spiritual yang memperkuat identitas keislaman dan kebangsaan di Kalimantan Timur.

Lantunan ayat suci kembali menggema di Bumi Etam. Kabupaten Kutai Timur dipercaya sebagai tuan rumah Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-45 tingkat Provinsi Kalimantan Timur, yang berlangsung pada 10 hingga 19 Juli 2025.

Lebih dari sekadar ajang mencari qari dan qari’ah terbaik, MTQ kali ini membawa semangat yang lebih dalam—menumbuhkan kecintaan terhadap Al-Qur’an sebagai fondasi membangun bangsa yang bermartabat. Dengan tema “Mewujudkan Masyarakat Cinta Al-Qur’an untuk Bangsa yang Bermartabat di Bumi Etam”, perhelatan ini menjadi refleksi dari tradisi Islam Nusantara yang menonjolkan kedamaian, keindahan, serta kearifan lokal.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, yang juga anggota Dewan Hakim Nasional, menegaskan bahwa MTQ bukan semata kompetisi melantunkan ayat. Lebih dari itu, MTQ adalah denyut spiritual bangsa yang menghidupkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

“MTQ bukan hanya lomba membaca Al-Qur’an. Ia adalah denyut spiritual bangsa. Al-Qur’an tidak hanya dikaji, tetapi juga dihidupkan,” ujar Tholabi saat dihubungi, Minggu, 13 Juli 2025.

Ia menyampaikan, sejak pertama kali digelar pada 1968 di Makassar, MTQ telah berkembang menjadi ruang konsolidasi spiritual dan budaya Islam yang memperkuat persatuan dalam keragaman. Di berbagai cabang perlombaan—tilawah, tahfizh, tafsir, syarahan, kaligrafi, hingga karya tulis ilmiah—Al-Qur’an hadir sebagai sumber ilmu, seni, dan etika sosial.

“Di situlah bertemu semangat dakwah dan semangat berprestasi,” tambahnya.

Tholabi menilai, kesuksesan MTQ tidak cukup diukur dari perolehan medali atau prestasi individu. Lebih penting adalah bagaimana nilai-nilai Al-Qur’an terus hidup dan membumi di tengah masyarakat.

“Apakah tilawah masih terdengar di masjid-masjid setelah MTQ selesai? Apakah nilai Qur’ani hidup di sekolah, rumah, dan ruang publik?” tanyanya retoris.

Menurutnya, cinta terhadap Al-Qur’an tidak cukup diwujudkan melalui suara merdu, tetapi harus tercermin dalam perilaku—jujur, amanah, adil, dan penuh kasih sayang. Hal inilah yang menjadi esensi dari pembangunan peradaban Islami.

“Membangun bangsa tidak cukup hanya dengan infrastruktur. Kita memerlukan fondasi spiritual yang kokoh. Dan Al-Qur’an adalah batu penjuru dari peradaban yang bermartabat,” pungkasnya. (prb/lptq/ty/portalkaltim/sty)

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.