Connect with us

SAMARINDA

Sungai Karang Mumus Bisa Hasilkan Banyak Uang, Asalkan…

Diterbitkan

pada

Sungai Karang Mumus Bisa Hasilkan Banyak Uang, Asalkan…
Kekumuhan SKM sektor kota bisa menjadi sajian pembuka untuk paket wisata sungai yang menakjubkan di SKM. (Dian Adi untuk Kaltim Faktual)

Sungai Karang Mumus (SKM) bisa jadi sumber uang tak terputus. Andai Pemkot Samarinda bisa menciptakan empat hal ini.

Sejak lama, SKM telah menjadi satu di antara urat nadi perekonomian warga Samarinda. Dulu, sungai ini selain menjadi jalur angkutan barang dan orang. Ikan dan udangnya juga dijual oleh nelayan setempat karena keberadaannya yang melimpah.

Kini, SKM telah banyak berubah. Sesaknya permukiman di kanan-kiri sempadan sungai. Membuat SKM, terutama di sisi kota tampak begitu kumuh.

Pengamat wisata dan lingkungan hidup Yustinus Sapto Hardjanto memiliki keyakinan bahwa keberadaan SKM bisa menjadi berkah besar buat Samarinda dan penduduknya.

Jika dikelola dengan benar, SKM seminimalnya bisa mengurai masalah banjir yang menjadi bencana langganan. Secara bersamaan, SKM bisa menjadi destinasi wisata mahal.

Ya, mahal, karena tak semua kota di Kaltim, bahkan di Indonesia, yang dibelah sungai sepanjang SKM. Maka mimpi membangun wisata sungai bukanlah hal yang mustahil.

Sebenarnya ide ini sudah lama terpikirkan. Yang kemudian menghalangi realisasinya adalah perwajahan SKM yang kumuh itu. Tidak mencerminkan Kota Samarinda yang indah.

Namun justru, kata Yustinus, hal ini bisa menjadi kekuatan besar. Mengajak wisatawan memandangi sisi kumuh Kota Samarinda. Bisa menjadi pengalaman tak berharga. Pengunjung bisa melihat langsung kehidupan masyarakat tepi sungai yang mandi cuci kakusnya di sungai.

Yustinus Sapto Hardjanto. (Ahmad/Kaltim Faktual)

Bapak-bapak yang memancing sambil bercengkrama. Anak-anak yang berenang. Aktivis kapal tambang pasir. Pabrik tahu tempe. Banyak, banyak lagi yang bisa disajikan oleh SKM sisi kota.

“(Kekumuhan) bisa saja dijual. Itu kan wisata kunjungan khusus ya. Salah satunya melihat kejorokan,” tutur Yustinus belum lama ini.

“Tetapi tidak apa-apa. Karena ada pasarnya sebenarnya. Dan jika segmen (kekumuhan) itu tetap ada malah jadi menarik,” lanjutnya.

Namun kekumuhan bukan satu-satunya yang dijual. Justru itu hanya jadi gerbang awal. Sebelum menyaksikan wujud SKM yang berbeda ke arah hulu.

“Jadi bisa dibagi jadi empat segmen. Ditata dengan baik. Ada segmen kumuh. Ada segmen taman-taman buatan. Ada segmen di mana orang-orangnya memanfaatkan air secara langsung. Itu kan, wow.”

“Lalu nanti ada segmen yang masih ada hutan di kanan dan kirinya.”

“Dan itu tidak panjang kan. Sampai (Bendungan) Benanga. Paling kan hanya 12 Km itu. Kira-kira bisa menghabiskan waktu 3 jam lah ya. Itu, bagus loh,” jelasnya.

Hanya memang, membuat empat segmen itu tidak mudah. Terutama jika tidak ada niat serius. Karena SKM sudah kadung ‘ruwet’ berkat konsepsi yang tidak terarah sejak awal. Mulai dari jembatan yang rendah, sampai konsep penurapan dengan semen yang menghilangkan wujud asli sungai beserta keindahannya.

“Jadi, itu sungai. Kalau bisa dipulihkan secara ekologis. Betapa kita memiliki eco tourism di tengah kota,” pungkas Yustinus. (dra)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.