Connect with us

LIPUTAN KHUSUS

Warga Kakap Panik, Kok Tetiba Pemkot Mau Ground Breaking Terowongan Gunung Manggah

Diterbitkan

pada

terowongan samarinda
Kawasan Jalan Kakap yang rencananya menjadi titik proyek Terowongan Gunung Manggah. (Sigit/ Kaltim Faktual)

Wacana ground breaking proyek Terowongan Gunung Manggah bikin warga Jalan Kakap bingung. Pasalnya belum ada omongan terkait pembebasan lahannya.

Wali Kota Samarinda Andi Harun belum lama ini mengungkapkan. Pemkot sedang mencari jadwal untuk melakukan ground breaking Terowongan Gunung Manggah pada Januari 2023. Proyek senilai Rp411 miliar itu direncanakan akan rampung pada 2024.

Terowongan Gunung Manggah akan dibangun untuk menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin depan SMPN 9 Samarinda ke Jalan Kakap. Sebagai jalur alternatif untuk mengurai kemacetan lalu lintas di kawasan Gunung Manggah, Sungai Dama.

Namun kabar kurang sedap menyelimuti rencana peletakan batu pertama proyek tersebut. Yakni proses pembebasan lahan belum dilakukan.

Untuk memastikan, Kaltim Faktual mengunjungi Jalan Kakap pada Kamis 12 Januari 2023. Dan bertanya pada warga setempat.

Darmawati (42), warga RT 7 Jalan Kakap Kelurahan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir. Mengaku belum ada komunikasi dari pemkot terkait pembebasan lahan warga. Ia pun meminta proses ground breaking ditunda dulu sampai urusan ganti untung tanah beres.

“Warga cuman mengetahui tentang rencana ground breaking dari media aja. Gak pernah pemkot turun langsung (dan menyampaikan) kalau mau ground breaking,” jelas Darmawati.

Menurutnya, ada sekitar 60-70 bangunan yang terdampak dari proyek terowongan tersebut.

“Kita cuman tahu akan dilakukan pembangunan terowongan. Tapi belum tahu mulainya kapan. Karena kan itu sudah direncanakan dari tahun lalu. Soalnya belum ada pemberitahuan dan kesepakatan juga tentang harga ganti rugi lahannya,” ungkapnya kesal.

Ia meminta agar Pemkot Samarinda memiliki itikad baik untuk menyelesaikan persoalan harga lahan bersama warga terdampak. Agar proses pembangunan fisik terowongan pun bisa berjalan lancar sesuai rencana.

“Hak-hak sosial warga harusnya dipenuhi dulu. Warga ingin dilindungi dengan jalan duduk bersama dan berdiskusi tentang harga. Kita gak mau kalau nantinya malah rugi dengan dibayar seadanya. Harus sesuai dengan harga jual di pasaran,” tegas Darmawati.

“Jangan sampai pembangunannya sudah jalan terus warga di sini terpaksa digusur dengan bayaran yang kecil. Karena kami kan kalau pindah dari sini pasti harus nyari tanah ataupun rumah di daerah lain. Mana mau juga pemkot itu sediakan tempat relokasi bagi kami di sini,” sambungnya.

Ia menilai, warga terdampak khususnya sisi Jalan Kakap berhak mendapatkan sesuai dengan harga pasaran. Terlebih, posisi bangunan terletak di pegunungan dengan biaya pembangunan yang lebih mahal dari biasanya.

“Tempat kami ini strategis, ke pasar dekat, rumah sakit dekat, pelabuhan dekat, mal dekat, jadi harga ganti ruginya harus sesuai.”

“Apalagi rumah kami di daerah gunung. Biaya pembangunan rumah otomatis dua kali lebih besar. Karena ada biaya angkut dari bawah ke atas gunung,” ungkapnya.

Darmawati bilang, warga yang tinggal di kawasan tersebut sudah pasti mendukung rencana pemkot. Apalagi dengan tujuan mulia guna mengurai kemacetan yang ada di Jalan Otto Iskandardinata (Otista).

“Warga setuju dengan tanda kutip harga harus sesuai kesepakatan. Kami juga rata-rata punya sertifikat hak milik. Jadi legalitas kami kuat.”

“Apapun alasannya ganti rugi harus dilakukan dahulu sebelum proses peletakan batu pertama. Kalau tidak dilakukan, artinya pemkot memaksa kehendak. Dan itu termasuk arogansi kekuasaan,” pungkas Darmawati.

Kaltim Faktual kemudian mengonfirmasi apa yang telah disampaikan warga ke Pemkot Samarinda. Dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Namun hingga berita ini terbit, belum ada jawaban dari dinas tersebut. (sgt/dra)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.