NUSANTARA
Nyoman Nuarta Buka Suara soal Istana Garuda IKN yang Disebut Gelap dan Mistis
Bangunan Istana Garuda yang megah belakangan disebut terlalu gelap dan menebar hawa mistis. Sang desainer Nyoman Nuarta pun memberikan penjelasannya.
Semakin dekat dengan Upacara HUT Kemerdekaan Ri pertama di Ibu Kota Nusantara (IKN). Istana Garuda makin terlihat bentuk utuhnya. Bangunan berbentuk garuda itu, akan menjadi ikon ibu kota baru. Selain karena menjadi bangunan paling megah, juga tak ada duanya di dunia.
Namun Istana Garuda mendapatkan banjir kritikan. Dari bentuknya yang mirip kelelawar, hingga warna hitam gelapnya yang menakutkan. Seperti memberi teror horor.
Perancang sekaligus arsitek Istana Garuda Nyoman Nuarta yang sepanjang kariernya telah menerima kritikan, bahkan yang lebih pedas dari saat ini, mengaku merasa sedikit terusik. Dan merasa perlu menjelaskan kepada publik tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Perubahan Warna ‘Muka’ Istana Garuda
Nyoman menyebut sebagian besar kontruski Istana Negara dibuat dari baja murni. Bagian depannya, menggunakan bahan kuningan. Memang saat ini terlihat sangat gelap. Tapi seiring waktu, karena faktor cuaca, akan berubah warna seperti yang direncanakan.
Sederhananya, pewarnaan muka istana tidak menggunakan cat. Melainkan mengandalkan perubahan alami, agar usia warnanya lebih lama.
“Warna kuningan di bagian depan akan berubah menjadi hijau, tergantung kondisi alam. Proses oksidasi secara perlahan akan mengubahnya menjadi biru toska,” kata Nyoman, Sabtu 10 Agutus 2024, mengutip dari Antara.
Mendesain perubahan warna secara alami ini bukanlah aksi coba-coba dari Nyoman. Sebelumnya ia telah melakukan hal serupa pada pembangunan Patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bali. Jadi, ini sudah teruji.
Gelap Bukan Mistis, tapi Berwibawa
Hal lain yang dikritik ialah nuansa gelap pada istana tersebut. Soal ini, Nyoman tak menampiknya. Memang struktur bilah pada istana menggunakan baja tahan cuaca yang dirancang khusus. Awalnya berwarna kemerahan, tapi dalam 1-2 tahun, berubah menjadi gelap.
“Struktur bilahnya pertama berwarna kemerahan, tapi setelah terkena hujan dan cuaca, warnanya akan semakin gelap.”
“Jadi kalau itu menjadi aura mistis dan segala macam, ya itu terserah masing-masing lah, tapi kita membuat itu tentu agar istana berwibawa, kita butuh wibawa itu,” katanya.
Nyoman juga menjelaskan bahwa pilihan warna gelap pada Istana Garuda bukan tanpa alasan. Ia menghindari warna-warna mencolok seperti emas yang biasa digunakan pada bangunan mewah.
“Banyak orang terbiasa melihat warna-warna menyala seperti emas, tapi saya tidak ingin menggunakan warna seperti itu untuk Istana Garuda,” kata Nyoman.
Rangka Baja Bukan dari Toko Bangunan
Desainer asal Bali tersebut menambahkan bahwa rangka dalam Istana Garuda dibuat dengan sangat teliti dan cantik, menggunakan baja yang didesain khusus, bukan produk yang dibeli di pasaran.
“Rangka di dalam istana dibuat sendiri, tidak dibeli di toko. Kami menggunakan baja dari Krakatau Steel, dan semuanya dibuat secara khusus.”
Alasan di balik penggunaan baja, selain kekuatannya, Nyoman juga menekankan pentingnya menggunakan produk lokal, sesuai dengan peraturan tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Ia memastikan bahwa semua material yang digunakan memenuhi persyaratan TKDN, sebagai bentuk komitmen terhadap industri lokal.
“Kami mematuhi peraturan TKDN dengan menggunakan produk lokal dalam pembuatan Istana Garuda. Ini bukan proyek sembarangan, semuanya dilakukan dengan sangat hati-hati dan teliti,” tegasnya.
Istana Negara Harus Beda
Dari sisi bentuk, warna, dan filosofis, Nyoman sedari awal telah merancang agar Istana Garuda berbeda dari bangunan lainnya. Sehingga ia memakai perspektif berbeda nan original.
Bentuk Garuda misalnya, ia ingin mewakilkan lebih dari 1.300 suku di Indonesia dalam 1 bangunan. Istana Garuda akan menjadi simbol persatuan, tidak mengarah ke satu-dua suku saja.
Bahannya ia rancang kuat hingga ratusan tahun, dengan tetap mempertahankan estetika. Karena sebuah simbol, harus tetap memberi kesan megah dan bernilai guna.
“Jangan berpikirannya seperti rumah karena kebawa-bawa dari zamannya kolonial. Istana ini harus kita bangun sendiri dengan ciri kita sendiri.”
“Kita kan membangun itu namanya Istana berbeda dong dengan bangunan-bangunan rumah yang lain, bangunan hotel, termasuk bangunan yang sudah ada, saya nggak mau,” pungkasnya. (dra)
-
SAMARINDA5 hari agoDinkes Kaltim Ajak Warga dan Pelajar Wujudkan Indonesia Bebas Asap Rokok dan Vape
-
SEPUTAR KALTIM5 hari agoPemprov Kaltim Matangkan Persiapan Upacara 17 Agustus Lewat Gladi di Stadion Kadrie Oening
-
SEPUTAR KALTIM1 hari agoPemprov Kaltim Targetkan 367 SPPG, Perluas Program Makanan Bergizi Gratis
-
NUSANTARA5 hari agoKemenko Polkam Dorong Penguatan Peran PPID untuk Tingkatkan Keterbukaan Informasi Publik
-
SAMARINDA5 hari agoDKPP Kaltim Gelar Bazar Olahan Hasil Perikanan, Puluhan UMKM Ikut Meramaikan
-
SEPUTAR KALTIM5 hari agoPengurus Baru DWP Dinsos Kaltim Resmi Dikukuhkan, Diminta Jadi Sumber Inspirasi dan Motivasi
-
SOSOK1 hari agoFirda Arrum, Putri Berau yang Membawa Baki Sang Saka di HUT ke-80 RI Kaltim
-
SEPUTAR KALTIM4 hari agoDiskominfo Kaltim Gelar Coaching JIGD, Perkuat Implementasi Satu Data Indonesia

