Connect with us

SAMARINDA

Apakah Bus Listrik Efektif di Samarinda? Ini Tanggapan Warga dan Anggota Dewan

Diterbitkan

pada

Ilustrasi transportasi bus jika beroperasi di dalam Kota Samarinda. (Dok/Kaltim Faktual)

Cepat atau lambat, Samarinda memang harus punya sistem transportasi massal yang modern. Jangan menunggu terlalu macet seperti Jakarta baru bertindak. Pemkot sudah merespons dini, berencana mengadakan bus listrik tahun depan. Tapi apakah itu efektif?

Sudah sejak lama Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda punya rencana untuk memiliki Angkutan Massal Berbasis Jalan alias Bus Rapid Transit (BRT) untuk dalam kota seperti seperti Jakarta, Aceh, Yogyakarta, dan lainnya. Rencana bagus yang cepat atau lambat memang harus dieksekusi.

Rencana realisasi 2024, tapi diundur ke tahun 2025. Saat ini Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Samarinda telah mengantongi kajiannya. Kemungkinan besar menggunakan skema buy the service (BTS).

Skema ini akan melibatkan pihak ke-3 sebagai operator. Pemerintah hanya tinggal membayar biaya dalam hitungan per-kilometer. Tidak perlu membeli bus dan juga perawatannya. Termasuk tempat pengisian bahan bakarnya.

Armadanya menggunakan beberapa jenis, yakni bus listrik, bus konvensional, juga bus kecil seperti angkot. Bus listrik untuk jalan utama, bus konvensional untuk medan yang tinggi, dan bus kecil untuk jalan protokol. Dengan 7 trayek utama dan 6 trayek feeder.

Namun, dalam paparan Dishub ke Wali Kota Samarinda Senin kemarin, masih ada beberapa catatan pada trayek. Diminta agar jalur bus menyentuh daerah Palaran. Hasilnya akan diputuskan pekan depan.

Jika hasilnya telah diputuskan, barulah Pemkot Samarinda mengajukan proyek bus listrik ini ke usulan anggaran APBD Perubahan 2024 untuk diadakan tahun depan. Meski belum semua trayek terpenuhi.

Rencananya Dishub akan mencicil trayek untuk realisasinya. Paling awal, 2 trayek utama dan 2 trayek feeder terlebih dahulu. Baru ditambahkan di tahun berikutnya, hingga semua trayek terpenuhi.

Tanggapan Warga

Seorang mahasiswa yang berkuliah di Kota Samarinda Fani (20), mengaku kurang setuju dengan bus listrik ini. Sebab menurutnya belum sesuai kebutuhan warga, apalagi dirinya sebagai mahasiswa.

“Kan di kampus, jarak antar fakultas aja sudah lumayan ya. Biasanya naik motor. Kalau bus cuma berhenti di depan gerbang, kayak percuma aja gitu.”

“Trus kalaupun masuk sampai kampus, belum tentu efektif juga. Nunggunya, kalau mobilitasnya tinggi juga ribet, ditambah lagi mahasiswa Unmul itu jumlahnya banyak,” jelasnya Selasa, 6 Agustus 2024.

Berbeda dengan Fani, seorang fresh graduate bernama Ade (23), justru mengaku tertarik dengan rencana bus listrik itu. Bahkan berminat untuk naik. Menurutnya berdampak mengurangi polusi dan kemacetan.

“Seruuu aja sih bisa ketemu-ketemu orang gitu. Dan juga lebih aman dikit,” katanya.

“Ya gapapa uji coba satu-satu dulu. Nggak bisa langsung. Asal semua terpenuhi aja,” tambahnya.

Seorang pekerja di Samarinda bernama Nia (24) mengaku setuju dengan adanya bus listrik. Namun dirinya masih ragu, sebab menurutnya tidak bisa memenuhi kebutuhan mobilitasnya.

“Saya kan kerjanya pindah-pindah. Nggak cuma dari rumah ke kantor aja. Jadi kalau naik bus bakal PR banget,” jelas Nia.

“Belum lagi, kan belum semua rute terpenuhi. Kalau satu rute naik bus, lalu mau ke tujuan yang belum ada bisnya, gimana?” tambahnya.

Tanggapan Dewan

Terpisah, Sekretaris Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Novan Syahronny Pasie sedikit ragu berkaitan dengan kultur transportasi di Samarinda.

“Kita di sini tidak seperti kota-kota lain. Misalnya tinggal di dalam gang dengan jarak puluhan kilo meter. Apalagi budaya di Indonesia jalan kaki masih minim.”

“Lihat aja Pemkot Samarinda bikin trotoar bagus-bagus tapi nggak digunakan, malah jadi tempat parkir,” jelasnya belum lama ini.

Menurutnya, kalau berbicara soal budaya, memang tidak bisa satu dua hari dan perlu proses panjang. Sehingga ini jadi PR tersendiri. Jika ingin membangun kultur, harus sesuai kebutuhan terlebih dahulu.

Novan menyebut aktivitas atau pekerjaan yang membutuhkan mobilitas tinggi, juga yang rumah dalam gang kecil, akan enggan menggunakan transportasi bus. Karena justru lebih menyulitkan. Apalagi jika jauh dari halte.

“Kecuali satu titik aja dari rumah ke kantor. Tapi yang paling memudahkan saat ini adalah transportasi online, cukup order, datang depan rumah. Biarpun di dalam gang.”

“Nah kalau transportasi umum yang ada kan harus ada haltenya. Haltenya ada nggak di sekitar kita. Kan tidak mungkin naik transportasi online dulu ke halte, baru baik bus,” tambahnya.

Novan menilai bus listrik justru lebih cocok untuk di kawasan wisata. Misalnya saja Teras Samarinda, jika ternyata jauh dari lahan parkir yang disediakan. Maka bus akan lebih dibutuhkan di daerah sana.

“Jadi targetnya untuk apa dulu?” (ens/fth)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.