Connect with us

SAMARINDA

Data Kependudukan Samarinda Dinilai Kacau, Suparno: Banyak Warga Tak Lapor Kematian!

Diterbitkan

pada

Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Suparno. (Chandra/ Kaltim Faktual)

Anggota Komisi I DPRD Kota Samarinda, Suparno, menyoroti carut-marutnya data kependudukan yang dinilai menghambat program pemerintah, distribusi bantuan, hingga validitas pemilih Pemilu.

Ia menyebut akar persoalannya adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam memperbarui data serta masih lemahnya sistem layanan pencatatan sipil di lapangan.

“Banyak masyarakat tidak segera melapor perubahan data, misalnya saat pindah domisili atau menikah. Baru diurus saat anak mau masuk sekolah. Akhirnya menumpuk di Disdukcapil,” ujarnya saat diwawancara, Jumat, 18 Juli 2025.

Menurut Suparno, ada tiga persoalan utama yang kerap terjadi dalam pencatatan data penduduk:

  1. Pindah domisili tapi tidak melapor ke Disdukcapil.
  2. Menikah dan pindah, tapi data tak diubah hingga punya anak.
  3. Kematian tidak dilaporkan, kecuali bila berkaitan dengan warisan.

“Kalau tidak ada warisan atau utang piutang, banyak keluarga tidak melaporkan kematian. Akibatnya, data orang yang sudah meninggal tetap tercatat hidup, bahkan bisa menerima bantuan atau undangan Pemilu,” jelasnya.

Upaya Disdukcapil dan Keterlibatan Rukun Kematian

Untuk mengatasi masalah ini, Suparno menyebut Disdukcapil berencana melibatkan Rukun Kematian di tingkat kelurahan guna membantu pencatatan kasus kematian secara aktif. Nantinya, peran mereka akan diberi insentif.

“Rukun Kematian akan dapat reward. Besarannya nanti dirumuskan oleh Disdukcapil,” ungkapnya.

Meski begitu, ia menekankan kunci utama tetap ada pada kesadaran masyarakat dalam memperbarui data seperti status pendidikan atau domisili.

“Kadang di KK masih tertulis SD, padahal anak sudah kuliah atau bekerja. Pemutakhiran data sangat minim,” tambahnya.

Sosialisasi dan Evaluasi Layanan

Suparno menjelaskan bahwa DPRD terus mendorong sosialisasi pemutakhiran data dalam berbagai kegiatan seperti reses dan sosialisasi peraturan daerah. Ia juga kerap mengimbau para RT agar membantu menginformasikan pentingnya pencatatan yang akurat.

Namun, ia mengakui masih banyak warga yang kesulitan karena prosedur berbelit.

“Harusnya bisa satu pintu. Sekarang sering dilempar dari kelurahan ke Disdukcapil, ini bikin warga malas ngurus,” keluhnya.

Anggaran dan Keterbatasan Teknis

Terkait anggaran, Suparno menyebut penyerapan anggaran Disdukcapil tahun ini masih menyisakan Silpa, meski belanja untuk blangko dan sosialisasi tercatat besar, yakni sekitar Rp 8 miliar.

“Untuk 2026, Disdukcapil dianggarkan sekitar Rp 21 miliar,” ungkapnya.

Namun tantangan bukan hanya pada anggaran, melainkan juga keterbatasan perangkat di kecamatan. Beberapa komputer disebut rusak dan tak mampu mendukung sistem terbaru. Akibatnya, ada praktik kanibal komputer atau merakit ulang perangkat bekas untuk tetap bisa melayani warga.

“Karena itu, pelayanan akhirnya terpusat di kantor Disdukcapil, terutama untuk surat kematian lama yang rawan konflik warisan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa surat kematian tidak bisa diterbitkan dua kali dan hanya dapat diurus oleh satu pihak dari ahli waris, untuk mencegah sengketa.

“Surat kematian hanya sekali dikeluarkan, agar tidak jadi sumber konflik antar ahli waris,” pungkas Suparno. “Banyak masyarakat tidak segera melapor perubahan data, misalnya saat pindah domisili atau menikah. Baru diurus saat anak mau masuk sekolah. Akhirnya menumpuk di Disdukcapil,” ujarnya saat diwawancara, Jumat (18/7/2025).

Menurut Suparno, ada tiga persoalan utama yang kerap terjadi dalam pencatatan data penduduk:

  1. Pindah domisili tapi tidak melapor ke Disdukcapil.
  2. Menikah dan pindah, tapi data tak diubah hingga punya anak.
  3. Kematian tidak dilaporkan, kecuali bila berkaitan dengan warisan.

“Kalau tidak ada warisan atau utang piutang, banyak keluarga tidak melaporkan kematian. Akibatnya, data orang yang sudah meninggal tetap tercatat hidup, bahkan bisa menerima bantuan atau undangan Pemilu,” jelasnya.


Upaya Disdukcapil dan Keterlibatan Rukun Kematian

Untuk mengatasi masalah ini, Suparno menyebut Disdukcapil berencana melibatkan Rukun Kematian di tingkat kelurahan guna membantu pencatatan kasus kematian secara aktif. Nantinya, peran mereka akan diberi insentif.

“Rukun Kematian akan dapat reward. Besarannya nanti dirumuskan oleh Disdukcapil,” ungkapnya.

Meski begitu, ia menekankan kunci utama tetap ada pada kesadaran masyarakat dalam memperbarui data seperti status pendidikan atau domisili.

“Kadang di KK masih tertulis SD, padahal anak sudah kuliah atau bekerja. Pemutakhiran data sangat minim,” tambahnya.


Sosialisasi dan Evaluasi Layanan

Suparno menjelaskan bahwa DPRD terus mendorong sosialisasi pemutakhiran data dalam berbagai kegiatan seperti reses dan sosialisasi peraturan daerah. Ia juga kerap mengimbau para RT agar membantu menginformasikan pentingnya pencatatan yang akurat.

Namun, ia mengakui masih banyak warga yang kesulitan karena prosedur berbelit.

“Harusnya bisa satu pintu. Sekarang sering dilempar dari kelurahan ke Disdukcapil, ini bikin warga malas ngurus,” keluhnya.


Anggaran dan Keterbatasan Teknis

Terkait anggaran, Suparno menyebut penyerapan anggaran Disdukcapil tahun ini masih menyisakan Silpa, meski belanja untuk blangko dan sosialisasi tercatat besar, yakni sekitar Rp 8 miliar.

“Untuk 2026, Disdukcapil dianggarkan sekitar Rp 21 miliar,” ungkapnya.

Namun tantangan bukan hanya pada anggaran, melainkan juga keterbatasan perangkat di kecamatan. Beberapa komputer disebut rusak dan tak mampu mendukung sistem terbaru. Akibatnya, ada praktik kanibal komputer atau merakit ulang perangkat bekas untuk tetap bisa melayani warga.

“Karena itu, pelayanan akhirnya terpusat di kantor Disdukcapil, terutama untuk surat kematian lama yang rawan konflik warisan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa surat kematian tidak bisa diterbitkan dua kali dan hanya dapat diurus oleh satu pihak dari ahli waris, untuk mencegah sengketa.

“Surat kematian hanya sekali dikeluarkan, agar tidak jadi sumber konflik antar ahli waris,” pungkas Suparno. (chanz/sty)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.