Connect with us

SAMARINDA

Ganti Rugi Lahan Terowongan, Andi Harun: Semoga Tak Perlu ke Pengadilan

Diterbitkan

pada

terowongan pemkot
Calon kawasan terdampak di Jalan Kakap, Samarinda. (Sigit/ Kaltim Faktual)

Warga pemilik aset terdampak proyek Terowongan Gn. Manggah minta harga tinggi. Andi Harun bilang yang menentukan harga bukan warga ataupun pemkot. Tapi KPJJ. Kalau masih tidak mau, pembebasan lahan akan masuk pengadilan.

Pekan ini Pemkot Samarinda akan melakukan peletakan batu pertama. Pada cikal proyek Terowongan Gunung Manggah.

Keputusan itu sempat dipertanyakan warga terdampak ataupun anggota DPRD Samarinda. Bagaimana mungkin proyek dimulai padahal lahan belum dibebaskan.

Menjawab soal itu, Wali Kota Samarinda Andi Harun bilang, proses ganti rugi lahan bukan tidak dipikirkan. Namun sedang berjalan.

Seperti diberitakan sebelumnya. Pemkot tidak sendirian dalam mengukur dan menilai aset terdampak proyek terowongan. Namun melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Hal ini sebenarnya bisa menjadi jalan tengah. Agar pemkot sebagai calon pembeli aset, dan warga sebagai pemilik aset, tidak sampai gontok-gontokkan harga. Mengingat pemkot dan warga punya cara menentukan nilai aset yang berbeda.

Sebagai gambaran, Kaltim Faktual pekan lalu mendatangi warga terdampak. Mereka bilang lokasi aset mesti menjadi pertimbangan. Berada di kawasan perbukitan, warga bilang upaya membangun rumah di lahan mereka sangat berat. Karena harus mengangkat material bangunan ke atas.

Maka warga meminta ada penambahan nilai dari situ. Jika tidak, para pemilik aset di Kawasan Kakap menolak melepas aset mereka. Artinya proyek terowongan akan menemui jalan terjal di sisi pembebasan lahan.

Meski sama-sama berstatus ‘pemerintah’, wali kota merasa BPN dan KJPP akan mengambil kebijakan yang objektif. Menentukan nilai aset dengan parameter yang tertera dalam undang-undang.

“Soal harga ganti rugi, KJPP lagi bekerja. Karena kita dibatasi oleh undang-undang,” terang Andi Harun baru-baru ini.

Meski begitu, Andi memahami jika cara ini masih memiliki celah. Warga yang memiliki sertifikat atas asetnya, masih bisa menolak harga yang ditetapkan. Ia berharap hal itu tak terjadi. Tapi kalau kejadian, pemkot sudah memiliki rencana lain.

“Nanti KJPP-nya menyatakan harganya sekian bisa jadi masyarakat nanti mintanya sekian.”

“Walikota maupun pemkot tidak bisa melakukan ganti rugi di atas harga itu. (Seperti) yang diminta masyarakat. Nah kemungkinan ada dua keadaan yang bisa muncul. pertama bisa warga terima dan kedua bisa menolak.”

“Kalau nggak setuju maka alternatifnya konsinyasi. Tapi saya berharap itu hanya alternatif dan mudah-mudahan saya tidak pakai itu,” harapnya.

Konsinyasi dalam konteks pembebasan lahan, secara sederhana dapat diartikan; proses penentuan harga ditentukan oleh pengadilan. Hal ini bisa terjadi jika pemilik aset menolak melepas asetnya untuk proyek pemerintah.

Andi berujar, pada dasarnya tidak ada yang boleh menghambat program pembangunan. Terlebih terowongan itu punya peran besar untuk mengurai kemacetan kota. Yang ujung-ujungnya membantu perekonomian dan mobilitas warga juga.

Wali kota berharap masyarakat mau manut pada ketetapan harga dari KJPP. Karena jika opsi konsinyasi dipakai. Warga kembali dihadapkan beberapa pilihan. Yakni harga di atas rate KJPP, sama, dan bisa jadi lebih murah. Sementara keputusan pengadilan, tidak bisa digugat lagi.

“Nanti di pengadilan kalau memutuskan lebih mahal dari pada harga yang menjadi penetapan KJPP pemkot akan ikut. Yang penting sudah ada dasar hukum yang kuat untuk membayar.”

“Kalau orang tertib hukum itu pasti semuanya akan terjadi tertib sosial,” pungkasnya. (sgt/dra)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.