Connect with us

SAMARINDA

Ruang Baca Minim, Disdikbud Diminta Jangan hanya Andalkan APBD

Diterbitkan

pada

ruang baca
Sekretaris Komisi IV DPRD Samarinda Deni Hakim Anwar. (Sigit/ Kaltim Faktual)

Deni Hakim melihat belum semua sekolah di Samarinda memiliki ruang baca yang representatif. Ia meminta Disdikbud bertindak kreatif dan tidak selalu bergantung pada APBD.

Sekretaris Komisi IV DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar mengaku telah mengunjungi beberapa sekolah di Samarinda. Khususnya tingkat SD dan SLTA yang menjadi kewenangan Pemkot Samarinda.

Beberapa hal yang ia dapatkan dari kunjungan itu, di antaranya: masih banyak sekolah yang butuh fasilitas pendukung. Karena berkaitan dengan bangunan fisik, ia sudah menyuarakan agar porsi penganggaran untuk pendidikan ditambah. Dari yang saat ini sebesar 20 persen dari APBN.

Hal lain yang ia soroti adalah minimnya ruang baca yang proporsional. Untuk satu ini, Deni merasa solusinya bisa dicari lebih cepat. Dan tidak melulu soal ada atau tidak ada duit.

“Ruang baca itu penting untuk meningkatkan minat baca bagi siswa. Walaupun sudah zaman digitalisasi. Tapi kita juga harus mengenalkan kebiasaan literasi bagi penerus bangsa kita,” jelas Deni, Rabu, 18 Januari 2023.

Karena katanya, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 43 Tahun 2007. Bahwa penyelenggaraan perpustakaan di sekolah merupakan hal yang penting.

Menurutnya, tidak semua hal harus didigitalisasikan. Karena beberapa hal masih lebih terasa manfaatnya jika disajikan dalam bentuk konvensional. Bahan bacaan misalnya. Tetap ada perbedaan rasa antara membaca bahan bacaan yang sama. Antara di buku dengan di layar monitor.

“Vibes dan kualitas membaca via buku dan handphone misalnya, itu jauh sekali. Ada juga bahaya yang mengintai.”

Ruang baca yang dimaksud Deni bukan semata keberadaan perpustakaan sekolah. Tapi lebih pada soal; perpustakaannya ada, bukunya yang minim dan tidak update.

Karena itu, ia meminta Disdikbud Samarinda bisa berpikir kreatif. Bagaimana mengisi ruang baca di sekolah tanpa perlu 100 persen mengandalkan uang dari APBD.

“Kita tahu kan anggaran mandatory spending pendidikan yang 20 persen itu cuma habis untuk honor guru dan lainnya.”

“Anggaran minim, kebutuhan banyak. Ya agak susah memang. Makanya harus kreatif,” sambungnya.

Deni mengusulkan Disdikbud bisa mencari alternatif melalui skema CSR dari perusahaan yang beroperasi di sekitar sekolah. Melalui komunitas literasi, atau semacamnya.

“Masih banyak data perusahaan yang dipegang DPRD dan Pemkot Samarinda. Dan mereka wajib memberikan bantuannya. Apalagi pada sektor pendidikan,” pungkasnya. (sgt/dra)

Ikuti Berita lainnya di

Bagikan

advertising

POPULER

Exit mobile version
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.