Connect with us

OPINI

Catatan: Menikmati Jadi Orang Bodoh di Pengajian Pop Culture Samarinda

Diterbitkan

pada

pengajian
Pengisi acara dan penonton berfoto bersama usai pengajian. Sangat mirip dengan kebiasaan pejabat Negara Beradab. (Ahmad/ Kaltim Faktual)

Satu hari di mana saya merasa sangat bodoh. Adalah ketika mendatangi Pengajian Pop Culture Samarinda. Saya belum pernah sesenang itu menjadi orang bodoh.

Sebuah opini dari: Ahmad A. Arifin

Saya masih memakan Soto Ayam Kampung, yang warungnya baru buka di Jalan Gerilya. Ketika sebuah acara anak muda, ceileh. Bernama Pengajian Pop Culture; sebenarnya nama aslinya Pop Culture Recitation dimulai.

Karena waktu mepet, hanya setengah porsi soto yang sempat masuk perut. Lalu lekas bergegas ke Gedung Design Hub, di Bilangan Sempaja.

Oh ya, saya tidak punya alasan spesifik kenapa mau datang ke acara ini. Beberapa hari sebelumnya, melihat beberapa flyer di unggahan Facebook Ramadhan Pernyata. Tidak sepenuhnya tahu itu acara apa. Karena di ujung unggahan, tertulis Sukseskan Terowongan!!!

Tapi di antara 10 flyer, ada 1 yang memunculkan minat hadir. Yang sayangnya, ketika saya tiba di tempat acara. Tema itu sudah dibawakan. Pembicaranya, seorang bapak anak satu, berkacamata, dan bercelana pendek. Sudah duduk di atas meja, di paling belakang ruangan majelis. Mengecewakan.

Baca juga:   Rahasia RT 43 Sempaja Timur; Pemenang Probebaya Award 2022 Bidang Non Infrastruktur

Masih ada 6 tema, 6 pembicara. Saya memutuskan untuk masuk melihat dan mendengarkan apa yang mereka dongengkan. Ternyata … astaga.

Orang-orang itu hadir membawa sebuah pertunjukan bicara yang menyenangkan. Ya, memang, tidak semuanya lucu. Tapi setidaknya, mereka membawa 1 pemikiran, yang selama ini tidak pernah saya pikirkan. Itu bagian menariknya.

Saya sudah berdiskusi, ber-ghibah, ber-hahahihi, berbacot-bicit dengan banyak orang. Dengan aneka tema, yang kadang ho’oh, kadang he’eh. Yang dalam mode sombong, saya merasa sudah cukup pintar untuk disebut manusia beradab yang menumpang hidup di Kota Peradaban.

Tapi orang-orang itu, bercerita tentang sudut pandang yang membuat saya merasa jadi orang paling bodoh di ruangan itu. Orang-orang itu membuat saya berpikir, “Kok bisa sih ada orang yang berpikir soal itu!”

Ada akademisi beneran, datang dengan pemikiran soal jenis kelamin mainan. Ada soal maskulinitas pria dan kosmetiknya. Di tema kedua ini, saya sempat bersorak ketika sampai bagian: pria yang membantu pekerjaan rumah istrinya di rumah itu pria banget. Unch.

Baca juga:   Berkat Kerja Keroyokan, Pemkot: Titik Banjir di Samarinda Sudah Berkurang

Ada pula yang … tampaknya akan mereview novel. Namun malah curhat soal kehidupan asmaranya. Ada pula soal bapak pejuang dan lagu Jepang. Ada yang menguliti idealisme Batman. Ada yang mengupas propaganda sebuah gim internet. Banyak lah.

Semua saya nikmati sambil kadang mendiskusikan part kecil dari paparan mereka. Bersama bapak anak satu di atas meja bagian belakang ruang majelis.

Tentu saja, tidak semua opini mereka saya terima. Ada sedikit batasan-batasan, di mana saya masih sedikit bangga dan kukuh jadi manusia konvensional. Namun saya akui, mereka semua membuat saya menyadari satu hal. Saya masih sangat bodoh!

Oh ya lagi, pada acara itu, 10 pembicara tidak mendapat urutan tampil yang pasti. Penampil pertama mengocok penampil kedua. Dan seterusnya.

Entah setting-an atau tidak. Namun tuan rumah acara kebagian bicara paling akhir. Ramadhan Pernyata membawakan tema film horor di era 80-an.

Temanya saja sudah bikin saya antusias. Orang ini, selain mau pamer kalau dia sudah hidup di tahun 80-an. Mau bahas apalagi soal film horor. Karena teori soal film bertema setan-setanan. Kok kayanya sudah sangat biasa.

Baca juga:   Flyover Air Hitam Retak Lagi, PUPR: Warga Jangan Panik, yang Retak cuma Dindingnya

Sudut pandang apalagi yang mau dia bagikan. Banyak pertanyaan di kepala saat dia memulai bicara dengan jokes khas manusia 80-an.

Tapi ketika dia mulai masuk pada pembahasan utama. PLAKK!! Saya tertampar.

Mas Madan berhasil membuka sekat-sekat dalam otak saya. Membawanya bernostalgia dengan adegan-adegan film horor lawas. Lalu membenturkan dengan hasil buah pikir yang luar biasa.

Saya enggak mau menceritakannya di sini. Karena kalau kalian tertarik, silakan datang ke Pengajian Pop Culture selanjutnya … jika ada. Saya benar-benar berharap acara ini jadi reguleran. Karena ini sudah semacam Open Mic tanpa harus lucu. Hanya harus ‘pintar’ eh, beradab saja.

Di luar ruangan, pada sesi sebat. Saya masih dapat bonus banyak ilmu baru. Dari orang-orang yang baru saya temui di acara itu. Bagi seorang fakir ilmu seperti saya. Sungguh, ini sebuah pengajian yang menakjubkan. (dra)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.