FEATURE
30 Agustus Diperingati Sebagai Hari Hiu Paus Sedunia

Kamu tahu hiu? Kamu tahu paus? Tapi pernah denger soal hiu paus, enggak? Hari ini, tanggal 30 Agustus diperingati sebagai Hari Hiu Paus Sedunia, lho! Perayaan ini sebagai pengingat bahwa Hiu Paus ada sebagai penyeimbang ekosistem.
Indonesia memiliki 117 spesies hiu sehingga dikenal sebagai salah satu lokasi dengan tingkat keanekaragaman hayati hiu tertinggi di dunia.
Salah satu jenis hiu yang sering dijumpai di Indonesia adalah Hiu Paus (Rhincodon typus). Hiu paus merupakan salah satu spesies ikan terbesar pemakan plankton.
Hiu paus ini diperkirakan dapat tumbuh sampai 18-20 m (meter), meskipun ukurannya besar, mereka dianggap hewan yang lembut, lho.
Memiliki kulit setebal 2 mm (mili meter) yang berwarna abu-abu yang dihiasi totol-totol putih yang dianggap sebagai dasar identifikasi individu hiu paus.
Dikutip melalui laman WWF Indonesia, populasi hiu paus terus menurun hingga di tahun 2016, status konservasinya ditetapkan menjadi terancam punah (Endangered/EN) oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) akibat berbagai aktivitas manusia.
Salah satu upaya perlindungan yang dilakukan pemerintah adalah dengan adanya KEPMEN-KP No. 18 Tahun 2013 yang menetapkan hiu paus sebagai satwa yang dilindungi secara penuh, sehingga segala bentuk pemanfaatan ekstraktif hewan tersebut sudah dilarang.
Untuk itu, setiap tanggal 30 Agustus diperingati seagi Hari Hiu Paus Internasional.
Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kita bahwa ada makhluk penghuni laut yang menakjubkan.
Bagi masyarakat Indonesia, Hiu paus memiliki nilai budaya tersendiri yang cukup unik, terutama di berbagai lokasi yang telah lama menjadi titik kemunculan satwa tersebut.
Berikut lokasi titik kemunculan hiu paus di Indonesia:
Derawan, Balikukup, dan Talisayan, Kalimantan Timur
Masyarakat lokal Derawan percaya hiu paus sebagai hewan keramat, sehingga masyarakat setempat melarang penangkapannya.
Konon katanya, dahulu ada kisah mengenai hiu paus yang menyelamatkan seorang korban tenggelam. Selain itu, hewan tersebut juga dianggap sebagai pembawa berkah oleh nelayan karena umumnya kehadiran hiu paus disertai juga dengan kehadiran ikan-ikan lain yang menjadi target tangkapan bagi nelayan.
Nah, cerita lain datang dari masyarakat Balikukup, hiu paus dikenal dengan nama hiu mbok atau hiu nenek. Masyarakat Balikukup percaya bahwa hiu paus merupakan jelmaan dari roh seorang nenek yang baik hati.
Apabila nelayan di Balikukup bertemu dengan hiu paus saat melaut, mereka meyakini bahwa akan banyak rejeki yang menyertai mereka pada hari itu.
Dahulu, masyarakat Talisayan menganggap hiu paus sebagai hama karena kebiasaan berenangnya yang dianggap merusak jaring nelayan. Namun lambat laun, masyarakat mulai menyadari bahwa hiu paus memiliki daya tarik yang begitu tinggi sebagai objek wisata. Kini masyarakat sudah bisa hidup berdampingan dengan hiu paus.
Muncar, Jawa Timur
Masyarakat di daerah Muncar mengenal hiu paus sebagai Hiu Kekakek. Nama tersebut berasal dari kepercayaan setempat bahwa hiu paus adalah kakek atau leluhur dari ikan di laut.
Hiu paus juga dianggap sebagai sosok penjaga laut, sehingga ketika nelayan menemui hiu paus di laut, mereka memberikan persembahan dalam bentuk rokok atau nasi sembari mengucapkan doa dalam Bahasa Jawa “Mbah amit putune ajeng e megawe, njenengan paringi rezeki” yang berarti “Mbah permisi cucunya mau kerja, tolong dikasih rezeki.”
Masyarakat Muncar menganggap hiu paus sebagai hewan sacral bagi mereka. Ketika mulai diberlakukan peraturan perlindungan yang melarang penangkapan dan pemanfaatan hiu paus, masyarakat semakin yakin bahwa hiu tersebut memang seharusnya dijaga dan dilestarikan.
Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur
Hiu paus dikenal dengan nama lokal Kareo dede. Masyarakat Bajo memiliki kepercayaan adat setempat yang melarang penangkapan hiu paus.
Mereka percaya bahwa hiu paus dijaga oleh dewa sehingga hiu tersebut memiliki kemampuan untuk menolong nelayan yang sedang melaut.
Sebagai contoh, salah satu nelayan menceritakan bahwa seekor hiu paus pernah menyelamatkan sekelompok nelayan yang hampir tenggelam di laut dengan membawa mereka di punggungnya.
Botubarani, Gorontalo
Masyarakat Botubarani mengenal hiu paus sebagai Munggianggo hulalo yang berarti hiu bulan.
Masyarakat setempat menyebutkan bahwa Botubarani sudah menjadi tempat tinggal hiu paus sejak dahulu.
Kemunculan hiu paus dianggap sebagai pertanda dimulainya musim ikan-ikan kecil. Masyarakat percaya bahwa apabila tidak ada hiu paus, maka tidak ada ikan-ikan kecil juga yang bisa ditangkap oleh nelayan.
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
Masyarakat di sekitar Teluk Saleh, Sumbawa mengenal hiu paus dengan sebutan Pakek Torok yang berarti hiu tuli.
Sebutan tersebut berasal dari perilaku hiu yang seolah-olah tidak mendengar suara deru mesin bagan ketika sedang mengangkat jaring dan tetap mendekat ke bagan.
Hiu paus dianggap sebagai pertanda baik oleh nelayan karena serupa dengan kepercayaan masyarakat Derawan, kehadiran hiu paus umumnya disertai juga dengan kehadiran ikan-ikan lain yang menjadi sasaran nelayan.
Teluk Cenderawasih, Papua Barat
Masyarakat di Teluk Cenderawasih, khususnya di Kwatisore, percaya bahwa desa mereka adalah rumah bagi hiu paus.
Masyarakat setempat mengenal hiu tersebut dengan nama Gurano Bintang yang berarti hiu dengan bintang-bintang. Nama tersebut terinspirasi dari pola totol-totol putih pada hiu yang menyerupai bintang.
Hiu paus juga dipercaya membawa keberuntungan dan berkah sehingga hiu tersebut dilarang disakiti, dibunuh ataupun dimakan oleh masyarakat setempat.
Hiu paus telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia yang telah hidup berdampingan dengan hewan tersebut sejak dahulu.
Selain melestarikan kearifan lokal yang menjadi ciri khas tersendiri masyarakat adat di Indonesia, nilai-nilai budaya yang juga secara bersamaan mengusung nilai konservasi dan keberlanjutan tentunya dapat mendukung upaya konservasi hiu paus.
Harapannya, konservasi berbasis kearifan lokal juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa hiu paus perlu dilestarikan tidak hanya karena peran pentingnya dalam menjaga keseimbangan ekosistem, namun juga sebagai aspek budaya dan tradisi lokal yang tidak tergantikan bagi masyarakat Indonesia. (RW)


-
BALIKPAPAN4 hari ago
Hingga Mei 2025, BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Bayarkan Rp211 Miliar Klaim JHT
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Dishub Kaltim Pastikan Operator Ojol Terapkan Tarif Sesuai Pergub 2023, Maxim Siap Patuhi Aturan
-
SAMARINDA5 hari ago
Samarinda Buka Kuota Tambahan Sekolah Rakyat, Pendaftaran Hanya 2 Hari!
-
NUSANTARA3 hari ago
PMI di Korsel Meninggal Akibat Kecelakaan Kerja, Pemerintah Bawa Pulang Jenazah dan Beri Santunan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Darlis Pattalongi: Ijazah PAUD Bukan Syarat Mutlak Masuk SD di Kaltim
-
SAMARINDA2 hari ago
Kepala SMA 10 Samarinda Diberhentikan Sementara, Pertanyakan Kewenangan Plt Disdikbud
-
SAMARINDA2 hari ago
Guru Senior Terkejut Ditunjuk Jadi Plt Kepala SMAN 10 Samarinda
-
SEPUTAR KALTIM4 hari ago
Gubernur Kaltim Minta BUMD Perkuat Peran dalam Peningkatan PAD melalui Sektor Tambang dan Migas