SEPUTAR KALTIM
Ancaman Dominasi Militer Menguat: Komite Basis Jurnalis Perempuan Mahardhika Samarinda Galang Solidaritas
Pengesahan revisi UU TNI dinilai mengancam supremasi sipil dan memperburuk kerentanan jurnalis perempuan. Komite Basis Jurnalis Perempuan Mahardhika Samarinda menyerukan solidaritas dan pentingnya berserikat untuk melawan dominasi militer dan kekerasan berbasis gender di dunia jurnalistik.
Keberadaan militer di ranah sipil berpotensi menggeser peran lembaga sipil dalam pengambilan keputusan dan politik, padahal seharusnya TNI fokus pada pertahanan negara.
Dominasi militerisme ini juga mengancam nilai demokrasi, termasuk peran jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi.
Jurnalis, khususnya perempuan, menjadi kelompok rentan karena budaya kekerasan dan dominasi yang kerap melekat pada militerisme, mengancam baik profesi maupun nyawa mereka.
Merespons hal ini, Perempuan Mahardhika Samarinda melalui Komite Basis Jurnalis menggelar Diskusi Publik bertajuk
โMenguatnya Dominasi Militer dan Ancaman Bagi Jurnalis Perempuanโ di Aula Kantor PWI Kaltim, Sabtu 26 April 2025.
Diskusi menghadirkan Titah, Koordinator Komite Basis Jurnalis dan Noviyatul dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda.
Titah memaparkan bahwa kekerasan terhadap jurnalis perempuan telah terjadi bahkan sebelum revisi UU TNI disahkan, seperti ucapan seksis dan kekerasan seksual dari narasumber atau rekan kerja.
Situasi semakin buruk pasca-revisi.
Ia menyebut contoh kasus Cica, jurnalis Tempo yang mendapat teror kepala babi dan bangkai tikus pada 2025, serta pembunuhan berencana terhadap Jurnalis Juwita di Banjarbaru sebagai bentuk femisida (pembunuhan berbasis gender).
Di Samarinda sendiri, baru-baru ini terjadi intimidasi terhadap jurnalis perempuan yang dianggap “tidak etis” karena mengangkat isu di luar agenda narasumber.
Noviyatul menambahkan, kerentanan jurnalis perempuan kian bertambah setelah revisi UU TNI.
Padahal sebelumnya, kasus kekerasan terhadap mereka sudah seperti fenomena gunung esโhanya terlihat sebagian di permukaan.
Meski Dewan Pers telah mengeluarkan SOP penanganan kekerasan seksual, implementasinya di perusahaan media masih minim.
AJI Samarinda sendiri telah memiliki SOP dan satuan tugas khusus, namun tantangan tetap besar.
Kedua narasumber menekankan pentingnya berserikat untuk memperjuangkan perlindungan kolektif.
Novi menegaskan, โUU TNI tidak mengarah pada kebaikan. Banyak kasus kekerasan oleh TNI terhadap media. Jurnalis harus berpikir merdeka.โ
Sementara Titah menyerukan, โSatu suara tak cukup melawan sistem kekerasan, tetapi dengan berserikat, kita bisa bersatu.โ
Diskusi ini menyepakati bahwa berserikat adalah langkah krusial agar jurnalis, khususnya perempuan, terlindungi dan mampu menuntut hak secara kolektif.
Perempuan Mahardhika Samarinda juga mendorong jurnalis perempuan bergabung dengan Komite Basis Jurnalis untuk menciptakan dunia jurnalistik yang aman, melawan budaya maskulin dan patriarki di redaksi/lapangan, serta mendorong penerapan SOP pencegahan kekerasan seksual di media. (Chanz/sty)
-
SEPUTAR KALTIM4 hari agoKepala Kejaksaan Tinggi Kaltim Wanti-wanti OPD: Jangan Ada Titipan Proyek, Kalau Ada Lapor Saya!
-
SEPUTAR KALTIM3 hari agoDaftar Lengkap UMK Kaltim 2026: Berau Paling Tajir Tembus Rp4,39 Juta, Paser di Posisi Buncit
-
GAYA HIDUP4 hari agoAlarm Ramadan Sudah Bunyi! Manfaatkan Rajab dan Syakban Buat “Pemanasan” Biar Nggak Kaget
-
HIBURAN3 hari agoIni Inspirasi Caption Postingan Tahun Baru 2026, Tinggalkan Tulisan Klise “New Year, New Me”
-
GAYA HIDUP4 hari agoStop Doomscrolling! ini Ide Me-Time Berkualitas Agar Masa Liburmu Tetap Waras
-
SEPUTAR KALTIM5 hari agoJaga Harga Sembako Stabil Jelang Nataru, Pemprov Kaltim Perkuat Koordinasi TPID hingga Kabupaten/Kota
-
SEPUTAR KALTIM3 hari agoTok! UMP Kaltim 2026 Ditetapkan Rp3,76 Juta, Sektor Migas dan Tambang Paling ‘Cuan’
-
GAYA HIDUP4 hari agoBosan Cuma Bilang “Merry Christmas”? Ini 10 Ide Ucapan Natal Alternatif Nggak Template Via Chat

