Connect with us

EKONOMI DAN PARIWISATA

Kata Pedagang Samarinda soal TikTok Shop yang Kontroversial

Diterbitkan

pada

tiktok
Pedagang di pasar merasa dirugikan dengan TikTok Shop. (Nisa/Kaltim Faktual)

TikTok dianggap melakukan monopoli dan merusak pasar dalam negeri. Karena selain sebagai media sosial juga ikut jualan online dengan harga yang super murah. Pedagang di Samarinda ikut mengeluh karena tak bisa mengimbangi ‘perang harga’.

Belum lama ini, Menteri UKM dan Koperasi Teten Masduki melarang platform TikTok untuk berjualan lagi. Karena dianggap melakukan monopoli dan merusak pasar domestik.

TikTok dianggap memiliki kekuasaan untuk menjalankan algoritma, dan impor tanpa biaya. Sehingga bisa menjual barang dengan harga yang super murah. Sebuah taktik yang terbukti ampuh menarik minat pembeli.

Kemurahan itu didapat karena barang-barang itu diproduksi dan didistribusikan langsung dari China ke pembeli. Tanpa melalui skema impor. Sehingga membuat produsen produk yang sama dari dalam negeri, kelimpungan mengikuti harga jualnya.

Baca juga:   7 Hari Lagi, TikTok Shop Tak Boleh Beroperasi

Sejumlah pedagang di Samarinda ikut mengeluh dengan keberadaan TikTok Shop. Terutama bagi mereka yang masih berjualan di pasar dan mengandalkan pembeli datang.

Satu di antaranya pedagang Pasar Pagi, Thoriq Hakim. Dia merupakan pedagang konvensional tulen. Sehari-harinya berjualan pakaian dalam melalui lapaknya di pasar tradisional. Menurutnya, gempuran toko online sangat terasa dampaknya.

“Orang jadi malas ke pasar, pasar jadinya sepi. Kerasa banget di mana-mana. Karena ada pasar online. Tanah Abang aja banyak yang tutup,” ungkap Thoriq Hakim kepada Kaltim Faktual pada Kamis 21 September 2023.

Thoriq turut mendukung upaya Menteri Teten melarang TikTok Shop. Menurutnya, sekarang merupakan zaman database. Dan TikTok memanfaatkan itu untuk memonopoli pasar. Bisa menjual murah ditopang keleluasaan mengendalikan algoritma.

Baca juga:   3 Rekomendasi Resto Seafood di Balikpapan yang Maknyus

Mengenai perang harga, ia menyontohkan. Kalau modal sebuah kaos misalnya Rp75 ribu. Namun di TikTok Shop ada yang menjual Rp100 ribu dapat 2 kaos. Bagi Thoriq, ini terlalu berat untuk diimbangi.

“Di situ yang mematikan. Sebaiknya ditutup,” tegasnya.

Pedagang lain, Riany juga ikut berkomentar. Dia adalah pedagang semi modern. Karena selain memiliki lapak di Pasar Pagi, juga menjalankan toko online. Hal itu dia lakukan untuk mengikuti tren pasar.

“Mungkin kan ini juga zamannya ya pasar ada di mana-mana.”

“Kalau saya sebagai konsumen, belanja online itu lebih gampang. Tinggal cari di toko online, minat, langsung datang barangnya,” jelas Riany.

Riany mengaku sebetulnya cukup terbantu dengan belanja online. Meski jualannya belum sampai ke TikTok Shop. Keberadaan e-commerce sendiri sebetulnya cukup memotivasi dirinya.

Baca juga:   3 Rekomendasi Resto Seafood di Balikpapan yang Maknyus

Barang miliknya jadi cepat laku. Karena sebelum menyortir ke toko, Riany lebih dulu meng-update produk terbarunya melalui media sosial. Meski begitu, ia merasakan harga yang tidak stabil dengan harga normal.

“Harga jual kami di pasar jadi tidak stabil. Jadi ya saya terserah pemerintah saja ya,” pungkasnya. (ens/dra)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.