Connect with us

GAYA HIDUP

Perfilman dan Animasi di Samarinda Masih Tertinggal, Sutradara Lokal: Kita Perlu Belajar Sama Jawa

Diterbitkan

pada

Bincang-bincang sektor film dan animasi Pemkot Samarinda bersama pelaku film. (Nisa/Kaltim Faktual)

Belum terdatanya pelaku industri film dan animasi, minimnya SDM, hingga kurangnya ruang berekspresi, masih mewarnai sektor perfilman di Samarinda. Jalan panjang menuju mapan.

Dunia perfilman lokal di Kalimantan Timur (Kaltim) maupun Kota Samarinda masih belum banyak menunjukkan taringnya. Bahkan masih kerap dipandang sebelah mata. Industri ini masih sulit untuk tumbuh secara mandiri.

Para pelaku film biasanya baru dipandang ketika memenangkan kompetisi, atau saat event-event bertajuk industri kreatif. Padahal ada saja seniman atau pelaku perfilman yang hidup dari sana.

Untuk menghidupkan sektor perfilman dan animasi di Kota Samarinda, memang masih banyak PR-nya. Mulai dari minimnya sumber daya manusia (SDM), kurangnya ruang berekspresi, hingga infrastruktur.

Baca juga:   Pengamat Ekonomi: Program Samarinda Bebas Tambang Bagus, tapi Tak Spesial

Kata Sineas

Misalnya, menurut Pendiri Layar Mahakam Muhammad Al-Fayed, geliat pelaku industri perfilman memang tidak bisa dibangun dengan instan dalam 1-2 tahun. Diperlukan proses panjang untuk membentuk keahlian.

“Perlu adanya penyediaan ruang kreativitas, serta peningkatan kemampuan dari SDM itu sendiri,” jelasnya Senin, 15 Juli 2024.

Selain itu, Sutradara lokal Fatqurozi yang sudah menyutradarai berbagai film lokal, menyebut Samarinda harus belajar dari perfilman di Jawa yang sudah lebih maju. Apalagi ditunjang infrastruktur yang oke.

“Saya lihat Citra Niaga sudah bagus. Tinggal dihidupkan lagi, bisa jadi wadah kegiatan-kegiatan komunitas,” katanya.

Kurang Data

Terpisah, Kepala Bidang Pengembangan Ekraf Disporapar Samarinda, Agnes Gering Belawing mengaku pihaknya memang masih punya banyak PR untuk menghidupkan dan merangkul kembali industri film lokal.

Baca juga:   Polder Air Hitam Samarinda Mau Dijadikan Kawasan Wisata, Pemkot Belum Bahas DED-nya

PR utamanya, belum adanya data yang pasti soal para pelaku industri film yang masih aktif dan konsisten dalam berkarya. Bahkan yang terdata, hanya satu, yakni Muhammad Al Fayed dari Layar Mahakama.

“Baru itu yang masuk ke kami, selain itu, kami tidak tahu dan sulit mendeteksi keberadaan pelaku industri film ini ada di mana saja.”

“Kami sudah coba melakukan pendataan sejak 2022, namun hasilnya masih belum sempurna. Ini kami terus lakukan pendataan,” jelas Agnes.

Agnes menyebut pihaknya terus melakukan upaya untuk merangkul kembali para pelaku industri film di Samarinda. Diperkirakan, ada 20-30 pelaku industri film yang akan masuk data. Bahkan bisa bertambah hingga 50-an.

Baca juga:   Mengenal Komunitas Roll Indo, Wadah Bermain Dungeon and Dragon di Samarinda

Berbagai upaya akan dilakukan oleh Disporapar. Misal dengan mengadakan pelatihan, sertifikasi, dengar aspirasi, hingga menyediakan ruang berkarya bagi mereka di Samarinda.

“Memang untuk membangun ekonomi kreatif itu, memerlukan ekosistem yang baik. Dengan membangun ruang komunikasi antara pemkot dan pelakunya itu sendiri,” pungkasnya. (ens/fth)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.