Connect with us

KUTIM

Pro dan Kontra Terkait Perda Pencegahan HIV/AIDS

Diterbitkan

pada

Anggota DPRD Kutim, Dr. Novel Tyty Paembonan. (Ist)

Perda pecegahan HIV/AID menjadi pro dan kontra. Dari sisi tenaga kerja, ada penolakan karena jika hasilnya positif bisa mempengaruhi pekerjaan. Namun, praktisi kesehatan menekankan pentingnya pencegahan ini.

Rancangan peraturan daerah tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Kutai Timur menjadi acuan baru dalam memerangi infeksi menular seksual.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Dr. Novel Tyty Paembonan menyampaikan bahwa peraturan ini mencakup materi yang fokus pada penanggulangan HIV dan AIDS secara komprehensif.

“Peraturan ini sangat penting untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS. Kami memberikan bahan edukasi kepada masyarakat agar mereka bisa mempelajari cara-cara penanggulangan infeksi ini,” kata Dr. Novel Tyty Paembonan usai memimpin hearing di ruang Hearing DPRD Kutim.

Baca juga:   Proyeksi Perubahan APBD 2024 Kutim Masih dalam Pembahasan, Target Pekan Depan Disahkan

Ia juga menjelaskan bahwa dalam hearing tersebut, muncul perdebatan mengenai screening atau pemeriksaan awal terhadap calon pekerja.

Dari sisi tenaga kerja, mereka menolak karena khawatir jika hasilnya positif akan menjadi alasan penolakan kerja.

Namun, praktisi dan pemerhati kesehatan menekankan pentingnya screening.

“Ada data yang mengungkapkan bahwa 42% penyandang HIV berasal dari kalangan pekerja. Hal ini menjadi perhatian serius,” ujarnya.

Ia juga mengatakan bahwa salah satu peserta hearing, Uce Prasetyo, menyoroti ketidakadilan dalam pemeriksaan.

“Kasihan dong, masa istrinya yang hamil diperiksa sementara suaminya yang berpotensi menularkan tidak diperiksa? Itu tidak adil,” tegasnya.

Selain itu, menurutnya Praktisi kesehatan sangat mendorong agar akar masalah ini diatasi.

Baca juga:   DPRD Kutim Dukung Kenaikan Gaji Perangkat Desa, Asal Bisa Tingkatkan Kinerja

“Kita harus cari tahu dari mana penularan ini berasal,” lanjutnya.

Anggota Komisi A itu jug mengaku. Di pansus, mereka juga akan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan hak asasi manusia.

“Kami akan bekerja sesuai dengan regulasi yang ada, tetapi juga mempertimbangkan asas kemanusiaan. Penyakit ini seringkali tersembunyi dan berisiko menyebar luas jika tidak diungkap,” bebernya.

“Penyakit ini tidak akan terekspos jika tidak ada upaya screening. Orang yang mau diskrining pasti menginginkan kerahasiaan dan martabatnya dijaga. Penyakit ini bukan lagi hal yang tabu atau memalukan, tapi harus dikendalikan agar tidak menular ke orang lain,” pungkasnya. (rw)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.