Connect with us

SEPUTAR KALTIM

Apindo Kaltim Tolak Tapera, Sebut Kebijakan Ini Tak Masuk Akal

Diterbitkan

pada

Tapera ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi rakyat. (Foto: Detik)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim secara tegas menolak kebijakan Tapera. Mereka menilai kebijakan ini tidak masuk akal dan tidak menjamin pekerja mendapatkan rumah setelah gajinya dipotong.

Belakangan ini tengah ramai pembahasan mengenai kebijakan teranyar yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum purna tugas. Yakni Tabungan Perumahan Rakyat atau disingkat Tapera.

Yang tertuang dalam aturan teranyar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Pasalnya PP tersebut mewajibkan adanya potongan gaji untuk para pekerja sebesar 3 persen untuk program Tapera. Potongan itu dikumpulkan secara periodik dalam jangka waktu tertentu.

Nantinya himpunan dana para pekerja itu dilakukan dengan tujuan memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi Peserta. Sistemnya gotong royong, yang dananya dikelola oleh Badan Pengelola Tapera.

Apindo Kaltim Tolak Tapera

Kebijakan ini merupakan perluasan dari aturan sebelumnya 2016, yang menyasar PNS. Sementara yang teranyar, seluruh kategori pekerja akan kena. Ini yang kemudian menimbulkan gelombang penolakan.

Baca juga:   Kontroversi Fun Football di Kelas Amatir Sepak Bola Indonesia; Mau Fun Dituntut Jago

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kalimantan Timur (Kaltim) termasuk yang menolak tegas kebijakan itu. Dengan menilai Tapera tidak masuk akal dan justru menambah beban pengeluaran masyarakat.

Ketua DPP Apindo Kaltim, Slamet Brotosiswoyo mengaku penolakannya bukan baru dilakukan pada saat ini, tapi sudah melakukan penolakan sejak tahun 2016. Sebab secara hitungan tidak masuk akal.

“Dari perhitungan kami, sebetulnya ini tidak menguntungkan bagi pekerja maupun bagi pengusaha. Meskipun itu merupakan tabungan yang nantinya akan dikembalikan,” kata Slamet ketika dihubungi Kaltim Faktual Kamis 30 Mei 2024.

Sebab menurut Slamet, kebutuhan prioritas masing-masing pekerja berbeda-beda. Ada yang mendahulukan membeli kendaraan, ada yang menabung untuk kebutuhan lainnya.

Begitu juga dengan besaran gaji masing-masing pekerja, tidak sama rata. Masih banyak juga para pekerja di Indonesia yang angka gajinya per bulannya belum menyentuh angka Upah Minimum Provinsi (UMP).

Baca juga:   Jurnalis Samarinda Gelar Aksi Penolakan RUU Penyiaran, Anggota DPRD Kaltim Pilih ‘Ngumpet’

“Katakanlah UMP Kaltim kan Rp3,2 juta. Kalau dipotong tiga persen berarti kan sekitar Rp100.000 per bulan. Kalau setahun Rp1,2 juta,” kata Slamet berhitung.

“Misalnya nih, masa kerja anak setelah keluar sekolah, anggaplah umur 20 sampai 55 pensiun ya. Berarti bekerja 35 tahun, dikalikan tadi. Selama 35 tahun hanya dapat Rp42 juta,”

“Sangat tidak masuk akal, enggak akan dapat rumah seharga Rp42 juta saat ini. Iya juga kalau kerja terus selama 35 tahun. Kalau pindah-pindah? Repot kan,” tambahnya.

Trust Issue Pengelolaan Tapera

Belum lagi, kata Slamet, ada badan pengelola yang mendapatkan gaji dan fasilitas. Khawatirnya, potongan dari para pekerja ini justru lari ke gaji para pengelola yang besarannya cukup fantastis, mencapai Rp32,5 juta.

Mengingat para pekerja selama ini sudah diberatkan dengan banyaknya pungutan. Jika menambah Tapera, maka akan menambah beban para pekerja. Sementara gajinya hanya cukup untuk sehari-hari.

Baca juga:   Tingkatkan Literasi Masyarakat Kaltim Terkait Ekonomi Syariah Melalui KalaFest

“Nanti jangan-jangan pemerintah berpikir lagi. Masyarakat harus punya mobil, iuran lagi buat beli mobil.”

“Belum lagi kalau telat nanti denda. Kena hukum lagi. Kasihan pekerja dipotong terus, ternyata ya enggak dapat rumah. Memangnya ada jaminan bakal dapat rumah?”

Bagi Slamet, sistem ini sebetulnya mirip dengan aturan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Namun 2 produk itu masih relevan dengan kondisi pekerja. Sementara Tapera, tidak.

Karena pihak yang mengeluarkan kebijakan berada di tingkat pusat. Kata Slamet, saat ini Apindo Nasional tengah memperjuangkan penolakan ke pemerintah pusat. Agar aturan itu tidak dijalankan.

“Sekarang sedang komunikasi untuk Itu lah. Tapi pada dasarnya seluruh Indonesia pun tidak sepakat gitu dengan PP ini.”

“Penolakan itu, bentuk harapan seluruh pengusaha di Indonesia,” pungkasnya. (ens/fth)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.