SAMARINDA
Kuasa Hukum Protes Putusan Sela Gugatan Upah Minimum Dosen di Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

Kuasa hukum Sri Evi New Yearsi, Titus Tibayan Pakalla, menyatakan keberatan atas putusan sela dalam perkara gugatan kekurangan upah minimum yang diajukan terhadap Yayasan Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda. Putusan yang dibacakan pada 1 Juli 2025 itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Dalam konferensi pers, Titus menjelaskan bahwa majelis hakim dalam perkara Nomor 25/PHI/2025 merujuk pada yurisprudensi Mahkamah Agung (MA), khususnya Putusan MA Nomor 6426/PK/2024 terkait kasus serupa di Bontang, Kalimantan Timur. Menurutnya, rujukan tersebut tidak relevan.
“Menurut kami, putusan sela ini sangat bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan. UU tersebut secara jelas mengatur bahwa pengupahan bagi dosen atau guru termasuk dalam lingkup ketenagakerjaan. Siapapun yang menerima upah dari perguruan tinggi atau perusahaan adalah pekerja, dan hubungan kerjanya diatur dalam UU Ketenagakerjaan,” tegas Titus.
Ia menambahkan, yurisprudensi tidak boleh mengesampingkan ketentuan undang-undang yang lebih tinggi.
“Yurisprudensi memang dapat dijadikan acuan, tetapi tidak memiliki kedudukan di atas undang-undang. Dalam gugatan ini, kami merujuk langsung pada UU Ketenagakerjaan serta bukti konkret berupa Penetapan Kekurangan Upah yang dikeluarkan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Timur,” jelasnya.
Penetapan dari Disnaker tersebut, lanjut Titus, mencantumkan dasar hukum yang lengkap mengenai kekurangan pembayaran upah.
Ia juga menyayangkan isi putusan sela yang mengarahkan perkara ke ranah peradilan umum.
“Perkara ini jelas merupakan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) yang seharusnya tetap ditangani di pengadilan hubungan industrial, bukan dialihkan ke peradilan umum,” ujarnya.
Kurang Puas, Namun Tetap Hormati Putusan
Ketika ditanya mengenai kepuasannya terhadap putusan tersebut, Titus mengaku kurang puas.
“Kurang puas. Tapi apa pun hasilnya, kami tetap menghormati putusan pengadilan,” ujarnya.
Langkah Hukum Selanjutnya
Titus juga menyebut masih ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh.
“Perjalanan hukum masih panjang. Jika nantinya perkara ini tetap dialihkan ke peradilan umum, kami akan mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum. Namun prinsip kami tetap, bahwa kasus ini berada dalam ranah hukum industrial,” paparnya.
Titus menambahkan, meskipun kliennya berstatus sebagai dosen, ia juga menjabat sebagai pejabat struktural. Ia tidak membantah bahwa yurisprudensi MA yang dijadikan rujukan juga menyangkut dosen dan pejabat struktural. Namun, ia menegaskan kembali bahwa penetapan dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi memuat dasar hukum yang sah dan seharusnya dijadikan pijakan utama.
“Penetapan dari Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi inilah yang semestinya menjadi acuan utama dalam menyelesaikan sengketa kekurangan upah, sesuai prosedur yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan,” pungkasnya.
(chanz/sty)


-
BALIKPAPAN4 hari ago
Hingga Mei 2025, BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Bayarkan Rp211 Miliar Klaim JHT
-
SEPUTAR KALTIM4 hari ago
Dishub Kaltim Pastikan Operator Ojol Terapkan Tarif Sesuai Pergub 2023, Maxim Siap Patuhi Aturan
-
SEPUTAR KALTIM4 hari ago
Darlis Pattalongi: Ijazah PAUD Bukan Syarat Mutlak Masuk SD di Kaltim
-
SAMARINDA2 hari ago
BRIDA Kaltim Petakan Daya Dukung Wilayah untuk Dukung Pembangunan IKN
-
NUSANTARA4 hari ago
PMI di Korsel Meninggal Akibat Kecelakaan Kerja, Pemerintah Bawa Pulang Jenazah dan Beri Santunan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
-
SAMARINDA3 hari ago
Kepala SMA 10 Samarinda Diberhentikan Sementara, Pertanyakan Kewenangan Plt Disdikbud
-
SAMARINDA3 hari ago
Guru Senior Terkejut Ditunjuk Jadi Plt Kepala SMAN 10 Samarinda
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Dishub Kaltim Larang Angkutan Alat Berat 8 Ton Lewat Jalan Umum, Wajib Manfaatkan Sungai