SAMARINDA
Dugaan Kekerasan Balita di Yayasan Samarinda, Visum Jadi Penentu Nasib Pengobatan dan Proses Hukum

Dugaan kekerasan dan penelantaran terhadap Naswa Ramadhani (4), balita penyandang ADHD dan epilepsi di sebuah yayasan di Samarinda, masih menggantung. Kunci dari penanganan medis dan kelanjutan proses hukum terletak pada hasil visum yang belum kunjung keluar sejak pertengahan Mei 2025.
Reni Lestari, wali sementara Naswa yang mendapat kuasa asuh dari ibu kandung korban, menceritakan bahwa Naswa ditemukan dalam kondisi sangat memprihatinkan pada 21 Maret 2025. Saat itu, tubuh balita ini penuh luka, kejang, dan tak terawat. Reni pun melaporkan temuan tersebut ke Dinas Sosial dan PPA, namun penanganannya sempat terhambat.
Naswa baru berhasil dikeluarkan dari yayasan pada 10 Mei. Ketika diserahkan kepada Reni, kondisinya memburuk: rambut dipenuhi kutu, benjolan besar di kepala, luka terbuka, badan penuh koreng, perut bengkak, hingga kencing berdarah. Bahkan, hemoglobin dalam darahnya hanya 7,8, jauh di bawah ambang normal.
Terhambatnya Pengobatan karena Visum
Reni segera membawa Naswa berobat, tetapi pengobatan tidak bisa berlanjut karena dokter dan psikolog menunggu hasil visum sebagai dasar penanganan, termasuk terapi trauma. Visum telah dilakukan di RS AWS pada 13 Mei, namun hingga lebih dari sebulan berlalu, hasilnya belum juga diterima.
“Saya bolak-balik cek, katanya visum sudah ada di Polsek Sungai Pinang sejak lama. Tapi saat dicek ke sana, belum juga jelas keberadaannya,” kata Reni dengan nada kecewa.
Penanganan Polisi Masih di Tahap Awal
Laporan resmi Reni ke Polsek Sungai Pinang teregister pada 20 Mei 2025. Menurut Kanit Reskrim Ipda Heri Triyanto, permintaan visum langsung dilayangkan ke RS AWS di hari yang sama. Namun, hingga kini visum belum diterima secara resmi oleh penyidik.
“Perkara masih tahap penyelidikan. Kami sudah follow-up visum ke rumah sakit. Jika Senin belum ada juga, kami akan tindak lanjuti lagi,” kata Heri. Saat ini, baru dua saksi yang diperiksa dan belum ada dari pihak yayasan.
Ia juga menekankan bahwa visum sangat penting untuk memastikan jenis dan penyebab luka yang terlihat di tubuh Naswa, seperti benjolan di kepala dan luka di kaki.
Dugaan Kelalaian dan Minimnya Koordinasi Yayasan
Reni mengungkapkan sejumlah indikasi kelalaian dari pihak yayasan:
- Obat epilepsi tak diberikan secara rutin, sebagaimana seharusnya dikonsumsi Naswa setiap 12 jam. Hal ini terungkap dari pengakuan ibu kandung serta rekaman suara yang dimiliki seorang relawan.
- Terapi tidak diberikan, bahkan saat relawan dari Fakultas Hukum Unmul, Ridho, datang ke yayasan pada 10 April, terungkap bahwa Naswa tidak menjalani fisioterapi maupun penanganan medis lain.
- Kondisi anak yang memprihatinkan: saat ditemukan, Naswa dalam keadaan kotor, demam, dan mengalami kejang. Tidak ada penanganan medis yang memadai saat itu.
- Minimnya kooperasi yayasan: Pihak yayasan, disebut FJDK, tak hadir dalam pertemuan koordinasi Dinas Sosial. Mereka juga diduga memblokir akses pihak-pihak tertentu untuk menjenguk Naswa.
- Kondisi anak lain di yayasan juga buruk: Reni menyebut hampir seluruh anak—sekitar 12 hingga 13 orang—mengalami kudis (skabies), dan ada kekhawatiran soal tidak adanya pengawasan khusus bagi anak-anak disabilitas.
Reni Fokus pada Visum dan Pertanggungjawaban
Reni menegaskan bahwa tujuannya bukan menutup yayasan, tapi menuntut akuntabilitas. “Saya hanya fokus ke visumnya Naswa saja. Jangan nilai saya macam-macam. Saya sudah cukup capek dipingpong ke sana-sini,” ujarnya.
Ia berharap hasil visum bisa segera keluar agar dua hal utama bisa segera dilakukan: Kelanjutan pengobatan dan terapi trauma Naswa dan proses hukum terhadap dugaan kekerasan dan kelalaian yang terjadi.
“Kalau memang ini kelalaian, ya siapa yang bertanggung jawab? Kalau relawan, ya harus ada bentuk tanggung jawabnya terhadap anak ini,” tegasnya.
Ipda Heri memastikan proses penyelidikan akan tetap berjalan. Hasil visum akan menjadi langkah awal penting dalam mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada Naswa. Hingga saat ini, harapan akan keadilan dan pemulihan nasib balita itu masih tergantung pada selembar dokumen medis yang tak kunjung hadir. (chanz/sty)


-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Realisasi Janji Gratispol dan Jospol: Ribuan Warga Terima Penghargaan Umrah dan Insentif Guru
-
SAMARINDA4 hari yang lalu
Adnan Faridhan Usulkan Sistem Satgas SPMB Jadi Protokol Standar di Seluruh OPD Samarinda
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Kaltim Siap Wujudkan Zero ODOL 2026, Tahapan Penindakan Dimulai Juli Ini
-
PARIWARA4 hari yang lalu
Yamaha Motor Tampil Perdana di Jakarta E-Prix 2025 Sebagai Mitra Teknis Pengembangan Powertrain Formula E
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Pemprov Kaltim Gandeng LPEI, Dorong Desa Potensial Jadi Motor Ekonomi Ekspor
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Kemenag Kaltim Gelar Media Gathering, Fokus pada Kerukunan dan Penguatan Pesantren
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Transformasi Digital ASN: Perpustakaan Digital Jadi Pilar Penguatan Literasi dan Kompetensi
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Kerukunan Beragama di Kaltim Dinilai Sangat Baik, Masyarakat Hidup Tenang Tanpa Kerusuhan