GAYA HIDUP
KUHP Baru: Pasangan Belum Menikah, Selingkuh, Bisa Dikenai Pidana Perzinaan

Selama ini pasal pidana perzinaan, umum diketahui hanya bisa berlaku bagi mereka yang sudah menikah. Namun di dalam KUHP baru, bagi dua sejoli “pacaran” selingkuh, ternyata juga bisa dikenai pidana perzinaan. Ya, bisa dipidanakan!
Dunia perselingkuhan akhir-akhir ini kembali marak. Tak hanya bagi mereka yang sudah menikah, juga yang belum menikah. Baik secara agama maupun status negara.
Pemerintah ternyata memasukkan masalah ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Yaitu, Undang-Undang No.1 Tahun 2023.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur Jendral Hak Hasasi Manusia (HAM) Kemenkum HAM RI, Dhahana Putra.
Menurutnya, dalam pasal 411 KUHP yang baru, mengatur tentang pasangan yang belum menikah melakukan perselingkuhan, tetap dikenai pidana perzinaan.
Dasarnya, perbuatan tersebut dianggap melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
“Pasal ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan norma kesusilaan dalam masyarakat, karena itu KUHP baru memberikan pengaturan yang lebih tegas mengenai kohabitasi dan perzinahan,” kata Dhahana dalam rilisnya seperti disampaikan Humas Kemenkumham Riau, Ahlan, dilansir dari Antara, Rabu 31 Juli 2024.
Menurut dia, kohabitasi dalam KUHP yang baru didefinisikan sebagai hidup bersama sebagai suami istri di luar pernikahan.
Artinya ini juga mencakup pasangan yang tinggal bersama dan berperilaku seperti suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah menurut hukum. Seperti “kumpul kebo”.
Perzinahan dalam KUHP baru, katanya, sama seperti KUHP lama tetap dipandang sebagai suatu tindak pidana. Kohabitasi maupun perzinahan merupakan delik aduan terbatas.
“Dengan begitu, tindakan kohabitasi dan perzinahan sebagaimana diatur di dalam pasal 411 dan pasal 412 hanya dapat diproses secara hukum jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan,” katanya.
Meski demikian, semua pasal pidana tersebut harus dilakukan secara pengaduan. Pengaduan tersebut harus berasal dari suami, istri, orang tua, atau anak dari pihak yang terlibat dalam perbuatan itu.
Tanpa adanya pengaduan resmi dari pihak-pihak terkait, tindakan melanggar norma tersebut tidak dapat diproses oleh aparat penegak hukum.
“Pengaturan ini penting dalam konteks hak asasi manusia (HAM), karena negara harus menjaga keseimbangan antara menghormati hak-hak individu dan menegakkan norma-norma sosial yang dianut oleh masyarakat.”
“Setiap regulasi harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kebebasan pribadi sambil memastikan tidak melanggar hak-hak dasar warga negara, hak dasar menurut UU 39 tahun 1999 tentang HAM.”
“Diantaranya berhak membangun sebuah keluarga tanpa ada tekanan, serta berhak memiliki keturunan lewat perkawinan yang sah,” tandasnya. (ant/red)

-
SEPUTAR KALTIM5 hari ago
Wisman ke Kaltim Naik 259 Persen, Brunei Mendominasi Kunjungan
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Persiapan HUT ke-80 RI di Kaltim Hampir Rampung, Lokasi Pindah ke Gelora Kadrie Oening
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Kaltim Siaga Krisis Pangan, Pemprov Siapkan 506 Ton Beras Cadangan
-
EKONOMI DAN PARIWISATA3 hari ago
Program 3 Juta Rumah, Komitmen Presiden Prabowo Wujudkan Kemerdekaan Sosial Ekonomi
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Sosialisasi KI hingga Bazar UMKM Warnai Hari Bhakti Pengayoman ke-80 di Kaltim
-
PARIWARA4 hari ago
Modifikasi Fazzio Hybrid Gaya Skutik Urban Cargo Ala Jepang Buktikan Kreativitas Barudak Bandung
-
SAMARINDA3 hari ago
Semangat 1945 Bergema di Harvetnas 2025 Kaltim, Veteran Ajak Generasi Muda Jaga Kehormatan Bangsa
-
SEPUTAR KALTIM2 hari ago
Pemprov Kaltim Matangkan Persiapan Upacara 17 Agustus Lewat Gladi di Stadion Kadrie Oening