Connect with us

SEPUTAR KALTIM

Mahasiswa Kaltim Kritisi Makan Bergizi Gratis, Minta Prioritas untuk Anak Pelosok

Diterbitkan

pada

Ketua Senat Fakultas Hukum Untag, Andi Mauliana Muzakkir. (Nisa/Kaltim Faktual)

Program MBG mendapat kritik terkait efektivitasnya. Mahasiswa Kaltim, Andi Mauliana Muzakkir, meminta agar program ini lebih difokuskan pada anak-anak di daerah pelosok serta keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.

Sejak diluncurkan beberapa pekan lalu, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum merata di seluruh daerah Indonesia. Hingga kini, program ini baru berjalan di sejumlah wilayah dan sekolah tertentu, meski pelaksanaannya memang dilakukan secara bertahap.

Namun, meskipun belum menjangkau seluruh daerah, anggaran yang dikeluarkan untuk program ini sudah tergolong besar, yakni Rp1,2 triliun per hari. Bahkan, alokasi awal sebesar Rp71 triliun direncanakan akan meningkat menjadi Rp100 triliun.

Ketua Senat Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (Untag) Samarinda, Andi Mauliana Muzakkir, menyoroti pelaksanaan yang tidak merata di daerah. Ia mencontohkan bahwa di Kalimantan Timur, program ini lebih dulu dijalankan di wilayah perkotaan, sementara daerah pelosok belum tersentuh.

Baca juga:   Wapres Datangi Puskesmas Remaja Samarinda, Pastikan Pemeriksaan Kesehatan Gratis Berjalan Optimal

“Kami tidak menolak programnya, karena secara konsep sudah baik. Tapi yang kami pertanyakan adalah sistemnya. Mengapa anak-anak di pelosok yang lebih membutuhkan justru belum mendapat bantuan?” ujar Andi pada Senin, 18 Februari 2025.

“Di kota, siswa yang pulang ke rumah masih bisa makan dan mendapatkan uang saku. Sementara di pelosok, banyak yang benar-benar membutuhkan asupan gizi tambahan,” tambahnya.

Andi menilai pemerintah perlu mengevaluasi sistem distribusi MBG agar lebih tepat sasaran. Menurutnya, program ini seharusnya memprioritaskan anak-anak dari keluarga kurang mampu dan yang tinggal di daerah terpencil.

Jika semua anak tanpa terkecuali mendapatkan makan gratis setiap hari, beban anggaran negara akan semakin besar dan sulit dikendalikan. Ia pun mempertanyakan efektivitas program ini dalam jangka panjang.

Baca juga:   FIB Unmul Resmi Buka Prodi S-1 Tari, Angkatan Pertama Tanpa Syarat Portofolio

“Pemerintah harus terus mengalokasikan dana tambahan untuk program ini, sementara banyak pekerja yang justru kehilangan pekerjaan. Jika anggarannya terus meningkat hingga Rp100 triliun, bagaimana kondisi keuangan negara dalam lima tahun ke depan? Apakah ini benar-benar efisien untuk seluruh masyarakat?” pungkasnya. (ens/sty)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.