SAMARINDA
Penggusuran Paksa Pasar Subuh Samarinda Picu Kecaman atas Pelanggaran HAM dan Kekerasan Aparat

Aksi penggusuran paksa Pasar Subuh di Samarinda pada Jumat, 9 Mei 2025 dini hari diwarnai keributan hingga kekerasan dari petugas. Hal ini sontak menuai kecaman luas dari masyarakat sipil, pedagang, hingga anggota dewan.
Aparat gabungan diduga menggunakan tameng, dorongan fisik, dan tekanan psikis untuk membubarkan pedagang yang telah berjualan puluhan tahun di lokasi tersebut. Insiden ini memicu luka-luka pada sejumlah warga, termasuk pedagang yang dipukul, diinjak, dan dipaksa meninggalkan tempat berdagang.
Koalisi Solidaritas untuk Pasar Subuh menyebut tindakan ini sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus bukti “cacat demokrasi” akibat penutupan ruang dialog oleh Pemerintah Kota Samarinda.
Padahal, sebelumnya telah diajukan surat keberatan, permohonan audiensi, dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang ditolak tanpa alasan yang jelas.
Dasar Hukum yang Dilanggar
Dalam siaran persnya, Solidaritas menyoroti lima pelanggaran hukum, termasuk UU No. 39/1999 tentang HAM yang menjamin hak perlindungan hukum, berdagang, dan menyampaikan pendapat.
Mereka juga mengutip Komentar Umum Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (CESCR) No. 7 Tahun 1997 yang melarang penggusuran paksa kecuali sebagai opsi terakhir setelah mediasi gagal. “Penggusuran ini cacat prosedur dan mengabaikan prinsip partisipasi masyarakat,” tegas pernyataan mereka.

Farida, salah satu pedagang, menyatakan keputusasaan. “Jika dipindah ke Pasar Jalan PM Noor, aksesnya jauh dan rawan banjir. Di sini, pendapatan masih bisa menutupi biaya hidup, sekolah anak, cicilan rumah, bahkan arisan. Kalau pindah, bagaimana kami bertahan?”
Kisahnya mewakili ratusan pedagang yang menggantungkan hidup di Pasar Subuh sejak subuh hari.
Kritik dari DPRD: “Pemkot Samarinda Lari dari Tanggung Jawab”
Ahmad Vananzda, Wakil Ketua II DPRD Samarinda, menyayangkan sikap aparat dan Pemkot yang mengabaikan upaya mediasi.
“Dewan sudah meminta dialog, tapi Pemkot malah mengerahkan aparat. Yang bertanggung jawab justru tidak hadir di lokasi. Aparat jadi sasaran kemarahan warga,” ujarnya.
Vananzda mengungkapkan rencana menggelar RDP pada Rabu atau Kamis mendatang untuk mempertanyakan legalitas penggusuran ini.

YLBHI: Partisipasi Publik Hanya Formalitas
Perwakilan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Samarinda menegaskan, Pemkot gagal memenuhi prinsip meaningful participation.
“Audiensi diadakan, tapi relokasi tetap dipaksakan. Ini bukti pemerintah tidak serius mendengar suara rakyat,” tegas mereka.
LBH Samarinda kini mendampingi pedagang untuk menempuh jalur hukum.
Tuntutan Solidaritas untuk Pasar Subuh
Koalisi ini menolak relokasi sepihak dan mendesak pendekatan partisipatif yang menghargai martabat warga. “Ini bukan sekadar persoalan fisik, tapi sejarah dan hak hidup ribuan keluarga,” tegas pernyataan mereka.
Mereka berjanji terus memperjuangkan keadilan melalui RDP dan gugatan hukum.
Insiden ini menggarisbawahi ketegangan antara pembangunan kota dan hak-hak warga miskin. Seperti diserukan Solidaritas: “Diam adalah pengkhianatan. Kami akan bangkit melawan!”
Peristiwa hari ini diprediksi akan berlanjut ke meja hukum dan ruang politik, menguji komitmen Samarinda sebagai kota inklusif. (Chanz/sty)

-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Pemprov Kaltim Targetkan 367 SPPG, Perluas Program Makanan Bergizi Gratis
-
SOSOK3 hari ago
Firda Arrum, Putri Berau yang Membawa Baki Sang Saka di HUT ke-80 RI Kaltim
-
PARIWARA3 hari ago
Konsistensi Pembinaan Yamaha Racing Indonesia, Arai Agaska Ikut Yamaha BLU CRU Master Camp di Spanyol
-
SEPUTAR KALTIM2 hari ago
Putra Kaltim Catat Sejarah, Jadi Pembentang Bendera Pusaka di Istana Merdeka
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Marching Band Meriahkan HUT ke-80 RI di Samarinda, DDC Suguhkan Tribute to Ismail Marzuki
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
HUT ke-80 RI di Kaltim, Sang Saka Berkibar Khidmat di Gelora Kadrie Oening
-
SAMARINDA2 hari ago
Ungu dan Setia Band Guncang Samarinda di Malam Kemerdekaan
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
HUT ke-80 RI, Gubernur Harum: Kaltim Siap Jadi Etalase Indonesia di Era IKN