OLAHRAGA
Rasisme ke Guinea Adalah Gejala Turunnya Sikap Respect Suporter Timnas Indonesia

Kekalahan Timnas Indonesia U-23 dari Guinea U-23 di laga Kualifikasi Olimpiade Paris 2024 dengan sedikit kontroversi. Membuat beberapa suporter timnas membuat onar dengan melancarkan serangan rasisme pada rakyat negara Afrika tersebut.
Komentar tidak pantas yang dialamatkan pada akun timnas dan federasi sepak bola Guinea tersebut memang tidak mewakili masyarakat Indonesia. Tapi telah sukses mencoreng harkat martabat bangsa. Yang dikenal dunia sebagai negara yang ramah.
Media ini terhubung dengan seorang perwakilan kelompok suporter timnas, yang enggan menyebut nama dan kelompoknya karena alasan teknis. Ia berujar, “Rasisme tidak pernah dibenarkan dalam konteks apapun. Khusus di Indonesia, tindakan rasisme bisa merusak ideologi persatuan.”
Kehilangan Sikap Respect
Kontroversi tidak akan pernah berpisah dari sepak bola. Di manapun bola bundar itu dimainkan. Begitu juga dengan sportifitas dan respect. Sebesar apapun rivalitas dua tim sepak bola yang bertemu. Ketegangan hanya perlu terjadi di dalam stadion selama pertandingan. Setelahnya, semua kembali normal.
Bagi yang sering hadir di stadion saat tim favoritnya bertanding. Tak begitu sulit mengampanyekan dua hal paling ‘suci’ di sepak bola tersebut. Namun bagi yang hanya menonton dari layar kaca seumur hidupnya, ditambah dengan kemudahan berkomunikasi yang dihadirkan sosial media. Sikap respect tampak begitu sulit untuk diperlihatkan.
“Ngelihat fans sepak bola belakangan ini sedikit aneh, Mas, ya. Dari pengalaman saya berada di lingkungan sepak bola. Sikap respect yang harus menjadi poin penting. Sekarang jadi lebih susah buat kita lihat,” tambah sumber tersebut.
Mengedukasi Keyboard Warior
Keyboard warior adalah sebutan untuk orang yang hanya terlihat jago di sosial media. Mereka dengan begitu barbar mengetik apapun di keyboard-nya. Meski kadang tahu sudah melanggar norma. Seperti melancarkan rasisme.
Kampanye sikap respect sudah diupayakan setiap saat. Namun belum juga cukup menyadarkan semua pecinta sepak bola. Dalam situasi ini, menurut sumber tersebut, yang bisa dilakukan hanya terus menjaga kewarasan suporter yang masih waras.
Kelak, entah kapan, mereka bisa menjadi contoh bagi suporter yang masih mencari jati diri. Menjadi contoh bagi suporter yang mengerti bahwa seni mendukung tim sepak bola itu, bukan menuntut timnya selalu bermain sempurna, memenangkan 100 persen laga, dan juara.
Pada orang-orang yang masih seperti itu, sumber tersebut hanya menyarankan untuk mencari pembelajaran dari sebuah kekalahan.
“Untuk edukasi sih kita cuma bisa mencontoh supporter yang benar-benar mendukung di manapun tim kebanggaannya berlaga.”
“Karena berdasarkan pengalaman saya, seorang supporter bisa menanamkan sikap respect dan rasa cinta, ketika tim kebanggaannya kalah.”
“Ketika kalah dia menerima, dan ketika kebanggaannya menang, dia respect terhadap lawannya,” imbuhnya.
Teruntuk semua suporter Indonesia, pria tersebut menitipkan pesan di akhir sesi wawancara. Dia bilang … “KALAH KUDUKUNG MENANG KUSANJUNG!” (dra)


-
PARIWARA5 hari yang lalu
Yamaha Motor Tampil Perdana di Jakarta E-Prix 2025 Sebagai Mitra Teknis Pengembangan Powertrain Formula E
-
SAMARINDA3 hari yang lalu
Samarinda Buka Kuota Tambahan Sekolah Rakyat, Pendaftaran Hanya 2 Hari!
-
BALIKPAPAN2 hari yang lalu
Hingga Mei 2025, BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Bayarkan Rp211 Miliar Klaim JHT
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Wagub Kaltim Logowo Tunjangan Operasional Dipangkas: “Memang Saya yang Minta”
-
SAMARINDA4 hari yang lalu
Respons Cepat Hotline 110, Polresta Samarinda Ungkap Kasus Pelecehan Anak dan Penggelapan
-
SEPUTAR KALTIM3 hari yang lalu
Satgas PASTI Blokir Ratusan Pinjol dan Investasi Ilegal, Kerugian Masyarakat Capai Rp2,6 Triliun
-
SAMARINDA3 hari yang lalu
Samarinda Siap Bangun Sekolah Rakyat Tahun Ini, Daerah Lain Masih Terkendala Lahan
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Kaltim Baru Miliki 38 Madrasah Negeri, Proses Penegerian Terkendala Anggaran dan Regulasi Pusat