NUSANTARA
RUU TPKS Disahkan: Atasi Kekerasan Seksual, Jadi Pelindung Perempuan dan Anak
Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (12/04/2022), di Jakarta. RUU TPKS disebut sebagai langkah untuk mengatasi kekerasan seksual dan perlindungan kepada kaum perempuan dan anak-anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati pun menyampaikan apresiasi atas komitmen, sinergi, dan kolaborasi yang baik antara DPR RI, pemerintah, dan dukungan penuh dari masyarakat.
‘“Apresiasi yang sebesar-besarnya atas sinergi, kolaborasi, dan komitmen yang baik dari pemerintah dan DPR RI, dan pendampingan yang luar biasa dari teman-teman masyarakat sipil. Akhirnya setelah penantian yang sangat panjang, hari ini RUU TPKS bisa kita sahkan,” ujarnya Menteri PPPA.
Bintang menyampaikan, hadirnya UU ini merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban serta melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual.
“Inilah semangat dan roh perjuangan kita bersama, antara DPR RI, pemerintah, dan masyarakat sipil, yang perlu terus kita ingat agar Undang-Undang ini nantinya memberikan manfaat ketika diimplementasikan, khususnya bagi korban kekerasan seksual,” ujarnya.
Menteri PPPA mengungkapkan, RUU TPKS telah melalui pembahasan yang intensif baik di internal pemerintah maupun antara pemerintah dan DPR. Penyusunan pandangan pemerintah dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), imbuhnya, melibatkan kementerian/lembaga yang bidang tugasnya berkaitan dengan substansi yang diatur dalam RUU TPKS.
“Dalam pembahasan yang berlangsung konstruktif, pemerintah maupun DPR RI telah berupaya secara optimal menyusun Undang-Undang yang komprehensif, tidak multitafsir, dan tidak tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya,” ujarnya.
Menteri PPPA memaparkan, terdapat sejumlah terobosan yang ada dalam RUU TPKS. Pertama, pengualifikasian jenis tindak pidana seksual, beserta tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kedua, pengaturan hukum acara yang komprehensif, mulai tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan tanpa intimidasi.
Ketiga, pengakuan dan jaminan hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan, sejak terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, yang merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban. Keempat, perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.
Dalam RUU TPKS, perhatian yang besar terhadap penderitaan korban juga diwujudkan dalam bentuk pemberian restitusi. Restitusi diberikan oleh pelaku tindak pidana kekerasan seksual sebagai ganti kerugian bagi korban. Jika harta kekayaan terpidana yang disita tidak mencukupi biaya restitusi, maka negara akan memberikan kompensasi kepada korban sesuai dengan putusan pengadilan.
Pasca pengesahan UU ini, lanjut Bintang, pihaknya akan melakukan sosialisasi serta koordinasi dengan K/L terkait dan juga pemerintah daerah (pemda) agar aturan ini betul-betul implementatif, untuk kepentingan yang terbaik bagi korban.
“Bicara soal implementatif, maka kita berbicara bagaimana nantinya kita dapat mengatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan, baik itu peraturan presiden maupun Peraturan Pemerintah,” imbuhnya.
Senada dengan Menteri PPPA, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya mengatakan, RUU TPKS berpihak dan berperspektif pada korban. Hadirnya RUU ini juga memberikan aparat penegak hukum payung hukum, yang selama ini belum ada, terhadap setiap jenis kasus kekerasan seksual.
RUU TPKS juga merupakan wujud kehadiran negara dalam memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yang selama ini disebut sebagai fenomena gunung es. Negara hadir dalam bentuk dana kompensasi, juga dalam bentuk victim trust fund atau dana bantuan korban.
Sementara itu, Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang adalah hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia, serta wujud kemajuan bangsa Indonesia.
“Undang-Undang TPKS adalah hasil kerja sama sekaligus komitmen bersama kita untuk menegaskan bahwa di Indonesia tidak ada tempat untuk kekerasan seksual. Kami berharap implementasi dari undang-undang ini nantinya akan dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak yang ada di Indonesia,” ujar Puan. (REDAKSI KF)
-
PARIWARA5 hari agoYamaha Raih Tiga Penghargaan di Marketing Excellence Awards 2025, Bukti Konsistensi Inovasi dan Strategi Pemasaran Digital
-
SEPUTAR KALTIM5 hari agoGubernur Kaltim Rudy Mas’ud Resmi Pimpin APPSI 2025–2029, Pengukuhan Dilaksanakan di Ibu Kota Nusantara
-
SEPUTAR KALTIM5 hari agoPemprov Kaltim Tegaskan Pengangkatan Dewan Pengawas RSUD Sesuai Aturan Hukum
-
SEPUTAR KALTIM5 hari agoGubernur Kaltim Usulkan 38 Provinsi Miliki Satu Klaster Kantor Badan Penghubung di IKN
-
SEPUTAR KALTIM4 hari agoPemprov Kaltim Cairkan Rp 44,15 Miliar Dana Pendidikan Gratispol untuk Tujuh PTN
-
SEPUTAR KALTIM5 hari agoGubernur Rudy Mas’ud Sampaikan Orasi Perdana di IKN: Saatnya Sinergi Kuat Daerah Dimulai
-
SEPUTAR KALTIM5 hari agoBRIDA Kaltim Inisiasi Agro Tekno Park di Lahan Bekas Tambang: Solusi Inovatif untuk Transformasi Ekonomi dan Reklamasi
-
SEPUTAR KALTIM4 hari agoDinkes Kaltim Gelar Kampanye Sehat Meriah Sambut Hari Kesehatan Nasional 2025
