KOLOM REDAKSI
Kontroversi Fun Football di Kelas Amatir Sepak Bola Indonesia; Mau Fun Dituntut Jago

Tren mini soccer berhasil membuat bapak-bapak yang sudah belasan tahun absen bermain bola karena pekerjaan, bisa kembali menyalurkan hobinya. Namun banyak yang berhenti lagi, karena fun football yang jadi bagian dari tren ini, tidak se-fun yang dibayangkan. Mari kita bahas.
Sepak bola adalah olahraga sejuta umat. Kebanyakan kaum pria punya kenangan manis dengan olahraga ini, saat mereka memainkannya di usia sekolah. Beranjak dewasa, sepak bola makin tidak terjangkau.
Keluarga dan pekerjaan yang menyita waktu. Tidak lagi punya teman bermain bola. Serta lapangan sepak bola yang makin sulit ditemukan, membuat pria dewasa harus meninggalkan hobinya ini.
Lahan-lahan kosong berukuran kecil di tengah permukiman, tempat biasa bocah main bola plastik masih ada, sih. Tapi … bukan seperti itu yang diinginkan bapak-bapak.
Sampai kemudian, mini soccer yang mulanya diperuntukkan untuk pesepakbola usia dini. Mulai menjadi tren di kalangan bapak-bapak.
Mini Soccer
Ya, sejatinya mini soccer adalah sistem permainan untuk pesepakbola muda. Karena secara fisik, mereka belum mampu bermain di lapangan sepak bola normal. Namun entah dari mana datangnya, ide mengomersilkan mini soccer tiba. Lalu dengan cepat menjadi tren di kalangan masyakat umum.
Ukuran lapangan yang lebih besar dari futsal dan lebih kecil dari lapangan normal. Menjadi alasan bagi pecinta sepak bola di kalangan amatir lebih menyukai bermain mini soccer.
Berbeda dengan futsal yang didominasi anak muda, mini soccer yang tarif lapangannya 4 sampai 8 kali lipat lapangan futsal, lebih digemari kalangan pekerja. Terlebih, mini soccer diikuti dengan tren foto sepak bola. Sehingga mereka bisa mendapat foto kualitas profesional tanpa perlu jadi pemain bola sungguhan.
Tren ini memicu bapak-bapak berbagai usia kembali menghidupkan hobi sepak bolanya. Yang sudah belasan tahun mereka pendam karena kesibukan dan alasan lainnya.
Banyaknya pria yang rela menjadi bandar semakin mengakomodir tren ini. Para penggiat hanya perlu mantengin grup WhatsApp, bayar iuran, dan datang ke lapangan pada jadwal yang ditentukan. Semua sudah difasilitasi. Lapangan ada, teman main ada, lawan pun tersedia.
Fun Football
Yang menjadikan mini soccer lebih menjangkau kalangan pekerja adalah adanya tren fun football yang mengikuti. Bermain bola di usia dewasa, kini tidak perlu jago. Asal ada duit dan waktu, bisa.
Fun football secara konsep adalah bermain sepak bola untuk senang-senang. Skor akhir bukan jadi patokan. Semacam, bermain untuk cari keringat dan bahan obrolan saja.
Datang ke lapangan, bermain ala kadarnya, pulang bawa foto bagus. Menyenangkan sekali, bukan?
Kontroversi Fun Football
Namun dunia tetaplah dunia. Sesuatu yang berakhir happy ending hanyalah dongeng pengantar tidur. Mini soccer dan fun football awalnya jadi solusi bagi bapak-bapak pekerja atau pebisnis menjalani hobi main bola. Tapi permasalahan kemudian hadir, dan kini semakin jadi kontroversi.
Karena tarif sewa lapangan mini soccer relatif mahal, bandar cenderung mengumpulkan orang sebanyak mungkin untuk mengurangi beban iuran. Dan dalam satu tim, tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama.
Di dalam sebuah tim, normalnya berisikan orang yang jago, bisa, dan biasa saja skill olah bolanya. Dan sering terjadi, si jago ini menuntut rekan satu timnya bermain bagus.
Passing harus benar, defense harus oke, peluang tak boleh disia-siakan. Sebagai konsekuensinya, dia yang paling lama bermain, lama juga durasi ngomel-ngomelnya karena temannya tak bermain bagus. Bahkan orang tipe ini benar-benar menghitung skor dalam permainan. Sangat kompetitif.
Mereka berpikir, meski fun football, ya main harus serius. Fun football tidak bisa jadi alasan saat salah oper atau buang peluang bikin gol. Enggak, alasan itu tidak diterima.
Fun, bagi mereka adalah bermain bola dengan benar lalu memenangkan pertandingan.
Sementara di sisi berlawanan, kebanyakan para penggiat hanya ingin main bola saja, titik. Tak perlu jago, ya namanya juga tim amatir, atas dasar hobi pula. Mereka cuma mau main bola, difoto, ketawa-ketiwi, berkeringat, pulang bawa badan utuh dan cerita.
Nah, perbedaan pandangan ini yang akhirnya membuat beberapa penghobi memilih mundur. Karena merasa fun football tidak se-fun yang mereka bayangkan. Pasalnya, tuntuan bermain serius itu, berpotensi membuat mereka cedera.
Sedangkan cedera adalah sesuatu yang sangat mereka hindarkan. Selain butuh biaya pengobatan yang tidak sedikit, mana harus bayar sendiri pula. Juga bisa mengganggu aktivitas normal mereka seperti menjadi suami, ayah, dan pekerja.
Titik Temu
Kalau ditanya, sudut pandang si paling jago atau si paling fun football yang benar. Percayalah, tidak akan ada habisnya. Kedua belah pihak merasa lebih benar. Perdebatan tanpa ujung.
Tapi sebenarnya, persoalan ini memiliki titik temu. Yaitu kesadaran atas orang yang tepat, di tempat dan waktu yang tepat. Apa maksudnya?
Kalau mau main fun football, bergabunglah dengan orang yang sefrekuensi. Bersenang-senanglah dalam ketidakjagoan bermain sepak bola. Yang penting fun dan happy.
Juga jika ingin main serius, ya jangan gabung dengan kelompok bapak-bapak yang tidak jago main bola. Carilah tim yang sama-sama kompetitif serta bisa bermain bola. Lalu bermainlah sebaik mungkin, menangkan pertandingan persahabatan atau kompetisi yang diinginkan.
Main asal-asalan, menertawai kekonyolan, pulang bawa badan utuh tanpa cedera, tapi konsekuensinya adrenalin tidak terpacu.
Main serius, adrenalin terlampiaskan, merayakan kemenangan, tapi konsekuensinya bisa cedera.
Keduanya tidak masalah, dan bisa jadi pilihan atas kesadaran masing-masing individu. Berada di circle yang tepat adalah kuncinya. Tak perlu memaksakan kehendak.
Solusi Lainnya
Jika sulit menemukan rekan yang satu frekuensi, solusi terakhir adalah mengikuti standar fun football versi paling fun. Apa itu? Mengikuti versi orang yang tidak jago main bola.
Ada kok, orang yang sebenarnya jago banget main bola, tapi tidak ditakdirkan jadi pesepakbola profesional. Memiliki kedewasaan saat bermain fun football.
Mereka bisa membuat gol mantab, tapi lebih suka mengoper ke rekannya yang tidak jago. Kalau tidak gol, ditertawakan, kalo gol ikut senang karena melihat orang itu senang.
Orang tipe ini juga suka melibatkan semua orang dalam permainan. Mengoper ke teman yang jarang dapat bola, mengatur permainan tanpa mengomel, dan … ini bagian paling epiknya. Dia bisa saja menendang keras untuk mencetak gol, tapi sangat tak mau melakukannya. Ia hanya mau memberi asis, atau jika ingin membuat gol, hanya dilakukan dengan skill berkelas. Bukan tendangan keras.
Dengan menjadi orang tipe ini, si jago tetap bisa berbaur dengan semua kalangan dan tim. Karena dia bisa menempatkan diri, kapan harus main serius, kapan harus fun football. (dra)
Penulis: Ahmad A. Arifin (Tebe), Jurnalis sepak bola Kaltim Faktual.


-
BALIKPAPAN4 hari ago
Hingga Mei 2025, BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Bayarkan Rp211 Miliar Klaim JHT
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Dishub Kaltim Pastikan Operator Ojol Terapkan Tarif Sesuai Pergub 2023, Maxim Siap Patuhi Aturan
-
SAMARINDA5 hari ago
Samarinda Buka Kuota Tambahan Sekolah Rakyat, Pendaftaran Hanya 2 Hari!
-
NUSANTARA4 hari ago
PMI di Korsel Meninggal Akibat Kecelakaan Kerja, Pemerintah Bawa Pulang Jenazah dan Beri Santunan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
-
SEPUTAR KALTIM3 hari ago
Darlis Pattalongi: Ijazah PAUD Bukan Syarat Mutlak Masuk SD di Kaltim
-
SAMARINDA2 hari ago
Kepala SMA 10 Samarinda Diberhentikan Sementara, Pertanyakan Kewenangan Plt Disdikbud
-
SAMARINDA2 hari ago
Guru Senior Terkejut Ditunjuk Jadi Plt Kepala SMAN 10 Samarinda
-
SEPUTAR KALTIM4 hari ago
Gubernur Kaltim Minta BUMD Perkuat Peran dalam Peningkatan PAD melalui Sektor Tambang dan Migas