Connect with us

GAYA HIDUP

Bukan Sekadar Perayaan, Ini Sejarah ‘Garang’ di Balik Hari Ibu 22 Desember

Published

on

Bukan sekadar perayaan, Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember mendatang memiliki sejarah “garang” di baliknya. Perayaan ini cukup populer di Indonesia dan sebagai upaya menghagai jasa ibu yang sangat berarti. Berikut sejarahnya!

Desember selalu punya cerita. Menjelang penghujung tahun, tepatnya pada tanggal 22 Desember, linimasa media sosial kita biasanya akan banjir dengan ucapan manis, foto-foto nostalgia, dan momen penuh haru bersama sosok ibu.

Euforia ini adalah hal yang positif. Namun, mari sejenak merenungkan: Apakah Hari Ibu Nasional hanya sekadar ritual tahunan, memotong kue, atau membebastugaskan ibu dari urusan dapur selama satu hari?

Ternyata, di balik seremonial yang kini terasa manis tersebut, tersimpan sejarah yang cukup “garang”. Hari Ibu di Indonesia lahir bukan sekadar dari romantisme hubungan ibu dan anak, melainkan dari api perjuangan politik dan pergerakan perempuan yang berani melawan arus zaman.

Meluruskan Salah Kaprah: Bukan Mother’s Day Biasa

Banyak dari kita yang tak sengaja menyamakan Hari Ibu di Indonesia dengan Mother’s Day di negara Barat. Padahal, “DNA”-nya jauh berbeda.

Jika Mother’s Day ala Barat cenderung memanjakan ibu dalam peran domestiknya (kasih sayang di rumah), Hari Ibu di Indonesia lahir dari semangat nasionalisme yang membara. Tanggal 22 Desember dipilih sebagai tonggak sejarah karena bertepatan dengan dimulainya Kongres Perempuan Indonesia I pada tahun 1928 di Yogyakarta.

1928: Bukan Sekadar Arisan, Tapi Perlawanan

Bayangkan situasi tahun 1928. Di tengah kungkungan budaya patriarki yang pekat dan penjajahan kolonial, sekitar 600 perempuan dari 30 organisasi berbeda berkumpul di Ndalem Joyodipuran, Yogyakarta.

Mereka datang dari Sumatera, Jawa, hingga Sulawesi. Mereka tidak berkumpul untuk membahas resep masakan atau arisan. Agenda mereka “garang” dan visioner:

  • Memperjuangkan hak pendidikan bagi anak perempuan.
  • Menentang perkawinan anak di bawah umur.
  • Menuntut perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita.
  • Membahas peran perempuan dalam merebut kemerdekaan bangsa.

Penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu (diresmikan oleh Presiden Soekarno tahun 1959) sejatinya adalah pengingat akan semangat perempuan sebagai “Ibu Bangsa”—mitra sejajar laki-laki yang punya andil besar dalam mendirikan dan memajukan negara ini.

Relevansi Masa Kini: Ibu Adalah Pejuang

Semangat perlawanan tahun 1928 itu masih mengalir deras hingga kini. Definisi “Ibu” modern telah meluas melampaui batas biologis. Kita merayakan setiap perempuan yang bertarung dengan caranya sendiri:

  • Wanita Karier yang harus membelah fokus antara tenggat pekerjaan profesional dan kebutuhan rumah, membuktikan bahwa perempuan bisa berdaya di dua dunia.
  • Ibu Rumah Tangga yang bekerja dalam sif 24 jam tanpa hari libur demi memastikan “peradaban kecil” di rumahnya tetap berjalan.
  • Perempuan Kepala Keluarga (single mom) yang berdiri tegak mengambil peran ganda dengan ketangguhan luar biasa.

Cara Merayakan: Hormati Mimpinya, Bukan Hanya Jasanya

Lalu, bagaimana cara merayakan Hari Ibu agar selaras dengan semangat sejarahnya yang tangguh itu? Tahun ini, cobalah berikan apresiasi yang lebih memberdayakan:

1. Dukung Mimpinya yang Tertunda Ingatlah, sebelum menjadi ibumu, dia adalah seorang perempuan yang punya nama dan cita-cita sendiri. Tanyakan padanya, “Apa hal yang dulu ingin Ibu lakukan tapi terhalang karena mengurus kami?” Entah itu belajar keahlian baru, berbisnis, atau aktif di komunitas. Dukung ia mewujudkannya kembali.

2. Validasi Suaranya Para pendahulu kita berjuang agar suara perempuan didengar. Di rumah, praktikkan hal yang sama. Ajak ibu berdiskusi tentang hal-hal penting, bukan hanya soal urusan dapur. Validasi pendapat dan perasaannya sebagai individu yang utuh.

3. Berbagi Peran, Bukan Sekadar Membantu Memberi ibu “hari libur” saat 22 Desember memang baik. Tapi, kesadaran anggota keluarga untuk berbagi peran domestik setiap hari adalah bentuk penghormatan yang sejati. Biarkan ia memiliki waktu untuk dirinya sendiri, bukan sebagai hadiah, tapi sebagai hak asasi.

Perempuan Indonesia Adalah Petarung

Hari Ibu 22 Desember adalah monumen perjuangan. Ia adalah pengingat bahwa perempuan Indonesia adalah petarung.

Mari rayakan hari ini dengan memeluk ibu kita, tidak hanya sebagai orang tua yang mengasuh dengan lembut, tetapi sebagai perempuan tangguh yang pertama kali mengajarkan kita arti kekuatan.

Selamat Hari Ibu Nasional. Terima kasih kepada seluruh perempuan Indonesia yang terus menyalakan api kehidupan. (ens)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.