Connect with us

EKONOMI DAN PARIWISATA

Menanti Banjir Duit Sawit di Benua Etam: Keadilan bagi Daerah Penghasil

Diterbitkan

pada

Menanti Banjir Duit Sawit di Benua Etam: Keadilan bagi Daerah Penghasil
Perkebunan kelapa sawit di Kutai Timur. (ist))

Sekira 10 persen wilayah Kaltim adalah perkebunan sawit. Aneh rasanya jika provinsi ini tak mendapat pemasukan finansial yang setimpal. Tahun depan, “setoran” dari sektor perkebunan kelapa sawit harusnya bernilai triliunan rupiah. Melalui skema Dana Bagi Hasil (DBH) yang telah lama diperjuangkan.

Rabu, 24 Agustus 2022 silam, Gubernur Kaltim Isran Noor berada di Kalimantan Tengah (Kalteng). Hadir sebagai pembicara dalam gelar wicara “The 5th Borneo Forum”. Dalam agenda ini Isran begitu serius membawa isu DBH Kelapa Sawit.

Dia resah, karena triliunan rupiah uang hasil ekspor CPO hanya masuk ke kas negara. Sat set, langsung ke negara. Sementara daerah penghasil, hanya mendapat sematan penyumbang devisa. Itu saja.

Berdasar pemberitaan di laman resmi Pemprov Kaltim, 22 provinsi penghasil kelapa sawit sedikitnya menyumbang devisa sebesar Rp500 triliun saban tahunnya. Nilai yang setara dengan pengeluaran negara untuk menyubsidi BBM dan listrik.

“Selayaknya pemerintah pusat berpikir secara adil terhadap daerah penghasil (sawit). Terserah apakah itu DBH namanya, atau apalah. Yang penting daerah penghasil ini rakyatnya merasakan apa yang dihasilkan daerahnya. Termasuk sawit,” tutur Isran.

Ucapan gubernur di atas untuk memantik kekompakan pemimpin daerah lainnya. Agar mau kompak memperjuangkan DBH Kelapa Sawit. Yang idealnya memang sudah menjadi hak bagi daerah penghasil kelapa sawit.

Tujuan mendasarnya sederhana. Makin banyak pemasukan daerah, makin banyak pula yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah. Utamanya, dalam hal pembiayaan pembangunan untuk masyarakat.

“Ini harus kompak. Daerah-daerah penghasil kelapa sawit di Indonesia ini harus kompak. Kalau mau menuntut dana bagi hasilnya,” kata Isran.

“Tuntutan yang kami sampaikan semata-mata untuk pembangunan daerah. Dan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.”

Baca juga:   Sukmawati Dorong Pemerintah Berikan Ruang Kegiatan Positif Anak Muda

“Tidak ada maksud lain. Semoga ini bisa dipahami para gubernur dan bupati semua. Ini untuk (kemajuan) Indonesia juga,” tegasnya.

Dalam catatan Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim, hingga tahun 2020 alias dua tahun lalu, luas areal kelapa sawit di Bumi Etam mencapai 1.374.543 hektare (Ha). Terdiri dari 373.479 Ha sebagai tanaman plasma/rakyat, 14.402 Ha milik BUMN sebagai inti, dan 986.662 Ha milik Perkebunan Besar Swasta.

Dengan luas seluruh wilayah Kaltim adalah 127.346,92 km2, maka pada tahun 2020, luas perkebunan sawit mencapai 10,8 persen.

Dari situ, Kaltim mampu menghasilkan 3,8 juta ton CPO pada 2020. Jumlah ini mencapai 8 persen dari seluruh produksi CPO di Tanah Air. Lalu pada tahun 2021, produksi CPO Kaltim meningkat jadi 4 juta ton.

Empat juta ton ini jelas bukan sekadar angka. Itu adalah potensi cuan yang begitu besar untuk daerah. Dari aktivitas ekspor CPO saja misalnya. Karena sawit memiliki beberapa produk turunan. Kaltim sedikitnya menghasilkan Rp4,4 triliun.

Jumlah itu didapat dengan memakai harga referensi CPO untuk penetapan bea keluar (BK) periode 1-15 September 2022. Sebesar USD74 per ton. Atau setara dengan Rp 1,1 juta per ton (kurs 18 September 2022).

Duit Rp4,4 triliun itu, baru dari aktivitas ekspor CPO saja. Jangan lupa bahwa kelapa sawit menurunkan beberapa produk. Dan tentu, setiap gerakan pasar dari produk-produk itu memiliki nilai ekonomisnya sendiri.

Jika berandai-andai sebagian besar dari duit itu masuk ke kas Pemprov Kaltim. Ditambah DBH dari sektor lainnya. Maka impian Kaltim Berdaulat bisa bujur-bujur tercapai di segala aspek.

Baca juga:   Soal e-Ticketing dan e-Manifest, Pengelola Kapal Wisata Sayangkan Tak Ada Sosialisasi

Berapa Nilai DBH Sawit?

Ketua Bidang Ekonomi, Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup, Tim Gubernur untuk Pengawalan Percepatan Pembangunan (TGUP3) Kaltim Zulkarnain menjelaskan, usulan pembagian DBH Sawit yang diminta ke pemerintah pusat adalah 90:10. Yakni 90 persen untuk daerah dan 10 persen untuk pemerintah pusat.

“Kami usulkan 90 persen masuk ke daerah. Misal pungutan ekspor kita sekitar Rp 5-6 triliun. Yah kalau 90 persen, Rp 4,5 triliun bisa masuk daerah,” ungkapnya belum lama ini.

“Dari yang kami hitung, nilai ekonomi komoditas sawit dari Kaltim ini sekira Rp200 triliun lebih. Itu baru CPO dan kernel, belum yang lain. Jadi, sebenarnya kita bisa transformasi ekonomi pascatambang, kalau itu dibagi ke daerah,” ungkap dosen Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Mulawarman (Unmul) ini.

Selain DBH Sawit, pihaknya bersama Bapenda juga tengah mengukur potensi penerimaan DBH lain yang berpotensi diterima Kaltim. Di antaranya DBH dari bidang Kehutanan, ESDM, Telekomunikasi dan Perhubungan.

Ekspor CPO Sudah Dibuka, Harga TBS Sawit Kaltim Terkerek Naik
Ekspor CPO Sudah Dibuka, Harga TBS Sawit Kaltim Terkerek Naik

Kapan Cairnya?

Perjuangan 22 provinsi penghasil kelapa sawit untuk meminta DBH telah melalui jalan yang sangat panjang. Tahun ini, pemerintah pusat akhirnya melunak dan menuangkan regulasi DBH Sawit dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim Ismiati mengatakan, regulasi pemberian DBH Sawit telah masuk dalam arah kebijakan umum Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Tahun Anggaran 2023. Sehingga, pembagian DBH Sawit ini dipastikan bisa terealisasi tahun depan.

“Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani telah menginformasikan tahun 2023 akan direalisasikan DBH Sawit,” jelas Ismiati.

Baca juga:   Cerita di Balik Logo Pelajar Penting Bikinan Anak SMAN 10 Samarinda yang Menasional

Namun soal berapa persentase pembagiannya, apakah 90:10 atau seperti apa, dirinya mengaku belum mengetahui jumlah pastinya. Karena katanya, menghitung skema pembagian perlu mempertimbangkan banyak indikator.

“Kami tidak tahu berapa kisarannya, karena kan ada indikator perhitungannya. Seperti luasan perkebunan yang kita miliki dan sebagainya. Kami belum tahu, karena ini baru pertama,” ucap Ismiati.

Kota/Kabupaten Mana yang Kebagian?

Duit dari DBH Sawit ini nantinya cukup mengikat. Alias tidak bisa digunakan semau pemerintah daerah penghasil sawit. Cakupan aturannya yakni, dana itu akan digunakan untuk pengembangan industri sawit. Dan juga pembangunan infrastruktur di kawasan terdampak perkebunan kelapa sawit.

Skema pembagian DBH Sawit antara pemprov dan pemkot/pemkab juga belum diketahui secara mendetail. Yang jelas, uang tersebut akan sampai juga ke kas pemkot/pemkab di Kaltim.

Dalam laporan Disbun Kaltim, 10 kabupaten/kota di Bumi Etam memiliki perkebunan sawit. Sehingga dapat dipastikan, seluruh daerah di Kaltim bakal kecipratan duit DBH Sawit. Hanya nominalnya saja yang berbeda-beda. Lantaran luasan perkebunan serta daerah terdampaknya juga berbeda.

Dalam daftar tiga teratas daerah penghasil sawit terbesar di Kaltim tahun 2020, Kutai Kartanegara (Kukar) menempati posisi pucuk. Diikuti oleh Kutai Timur (Kutim) dan Kutai Barat (Kubar) (selengkapnya lihat infografis).

Pada akhirnya, pembagian DBH Sawit masih akan melalui banyak proses dan waktu. Untuk mencapai level paling idealnya. Namun yang pasti, tahun depan, uang itu akan masuk ke Kaltim. Itu adalah hal terpentingnya. (redaksi/ADV DISKOMINFO KALTIM)

PENULIS: Ahmad Agus Arifin
EDITOR: Lukman

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.