SEPUTAR KALTIM
Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Miris UU Perlindungan Anak Dijadikan Alat untuk Kriminalisasi Guru
Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono mengkritisi ulah sebagian wali murid yang mudah sekali memolisikan guru. Hanya karena anaknya mendapat teguran.
Dalam konteks guru adalah orang tua siswa di sekolah. Menurut Sapto, wajar jika para guru meninggikan suara atau bahkan melakukan kontak fisik ringan seperti menjewer dan mencubit. Selama tidak menyebabkan luka fisik dan mental seperti trauma.
Lagian, normalnya guru tidak akan menyubit siswanya tanpa sebab. Yang kerap terjadi adalah siswa tersebut melakukan kesalahan atau melanggar aturan sekolah. Setelah mendapat peringatan beberapa kali, siswa tersebut tidak mengindahkan.
Bahkan ada model siswa yang balik melawan ketika ditegur secara lisan. Dalam kondisi ini, guru yang memiliki beban untuk mendidik moral siswa, tak ingin si anak terus melakukan kesalahan karena akan buruk untuk masa depannya. Atau sekadar untuk menghentikan tindakan buruknya agar tidak mengganggu kondusifitas sekolah maupun memengaruhi siswa lain. Para guru akan melakukan teguran fisik.
Kriminalisasi Guru
Sayangnya upaya penertiban seperti itu dianggap melanggar Undang Undang Perlindungan Anak. Pertentangan ini menimbulkan masalah. Karena pada akhirnya cukup banyak guru yang harus berurusan dengan polisi setelah menjewer atau menyubit siswanya, meski tujuannya baik.
“Saya juga tidak suka atau tidak enak hati ketika guru saat ini dikriminalisasi khususnya untuk para pendidik yang berada ditingkat SD dan SMP yang sekarang marak sedikit-sedikit dilaporkan dengan adanya UU Perlindungan Anak,” ujar Sapto, belum lama ini.
Pentingnya Komunikasi
Ke depan, Sapto berharap wali murid dan guru menjalin komunikasi yang baik. Misal, saat anak mengadukan tindakan gurunya, orang tua sebaiknya mendengarkan penjelasan dari pihak sekolah dulu.
Jika hukuman yang diberikan karena si murid melakukan kesalahan berulang, alias untuk tujuan pendidikan karakter. Sebaiknya tidak perlu dipermasalahkan.
“Siapapun anak ataupun kita sendiri kalau misalkan salah ya wajib ditegur. Mau dijewer atau dicubit itu saya rasa nggak bermasalah, jangan sedikit-sedikit dilaporkan,” lanjutnya.
Tapi sebaliknya, jika hukuman fisik yang diberikan atas dasar kesewenang-wenangan guru, maka guru tersebut harus mendapat teguran atau peringatan dari sekolah. Jika berulang, baru lah dibawa ke ranah hukum.
Komunikasi semacam ini menurut Sapto tidak lagi sulit sekarang. Karena setiap sekolah kini memiliki komite dan paguyuban orang tua siswa yang cukup aktif. (adv/fth)
-
EKONOMI DAN PARIWISATA3 hari yang lalu
10 Tempat Wisata GRATIS di Samarinda, “Karena Bahagia Tak Selalu soal Uang”
-
OLAHRAGA3 hari yang lalu
Potensi Comeback 50:50, Manajer Borneo FC Beri Kode Negosiasi dengan Matheus Pato Masih Alot
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Hadiri Pelantikan DPP Apindo Kaltim, Yenni Eviliana: Pengusaha Perlu Kolaborasi dengan Pemerintah
-
GAYA HIDUP3 hari yang lalu
Ungkapan Khas Samarinda yang Perlu Kamu Tahu, Pendatang Wajib Baca (Bagian 1)
-
SEPUTAR KALTIM8 jam yang lalu
Upaya Cegah Kekerasan di Kaltim Perlu Kolaborasi dan Pemetaan Akar Masalah
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
DPRD Kaltim Hadiri Rapat Perdana Persiapan Rakernas Forsesdasi 2024
-
SEPUTAR KALTIM11 jam yang lalu
Deklarasikan Stop Kekerasan, Kaltim Komitmen Lindungi Perempuan dan Anak
-
SEPUTAR KALTIM5 jam yang lalu
Upacara Hari Bakti Pekerjaan Umum Ke-79 di Samarinda, Pembangunan Infrastruktur Jadi Sorotan