Connect with us

FEATURE

Cahaya Surya di Rantau Buta: Menerangi Pedalaman, Mewujudkan Kaltim Berdaulat

Diterbitkan

pada

Cahaya Surya di Rantau Buta: Menerangi Pedalaman, Mewujudkan Kaltim Berdaulat
PLTS yang dibangun Pemprov Kaltim di Desa Rantau Buta, sebuah kawasan terpencil di Kabupaten Paser. (IST)

“Alhamdulillah, anak-anak kita di Rantau Buta sudah bisa belajar di waktu malam dan mengetahui informasi lewat siaran televisi.” Demikianlah yang dikatakan Gubernur Kaltim Isran Noor, tentang sebuah desa di pedalaman, yang baru saja dilewati listrik.

Rantau Buta namanya, adalah desa terpencil yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser, Kaltim. Jaraknya hanya 187 kilometer dari titik nol Ibu Kota Nusantara (IKN).

Meski dapat ditempuh dalam waktu empat jam dari lokasi cikal bakal istana negara yang baru, jangan membayangkan Rantau Buta sebagai desa yang sudah tersentuh kemajuan.

Saat siang, Rantau Buta adalah sebuah desa yang asri. Masih dipenuhi pepohonan hutan tropis Kalimantan. Sungainya teraliri air yang jernih.

Anak-anak Rantau Buta terbiasa menyundak, alias menangkap ikan dengan cara menembak di dalam air. Menggunakan “pistol” berpeluru besi payung atau semacamnya. Kemudian dipegas dengan karet pentil.

Aktivitas ini hanya bisa dilakukan pada sungai yang airnya masih jernih. Sehingga penyundak bisa melihat ikan di dalam air dengan bantuan kacamata selam.

Rantau Buta sungguh desa yang mengasyikkan di kala siang. Namun tatkala sang surya tenggelam, jangkrik bersahut-sahutan, yang suaranya lebih bising ketimbang aktivitas manusia di sana. Gelap gulita.

Selama Indonesia merdeka, aliran listrik PLN belum sampai sana. Gubernur Isran Noor resah. Ketika satu jutaan rumah tangga di Kaltim sudah berdaulat energi listrik, tidak demikian dengan puluhan keluarga di Rantau Buta.

Menurutnya, standar pemerataan pelayanan infrastruktur dasar adalah terpenuhinya kebutuhan energi daerah. Melalui indikator sasaran peningkatan rasio elektrifikasi.

Gubernur Isran Noor menegaskan peningkatan rasio elektrifikasi ini menjadi prioritas di masa kepemimpinannya bersama Wagub Hadi Mulyadi. Sesuai misi ketiga visi Kaltim Berdaulat, yaitu berdaulat dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur kewilayahan.

Baca juga:   Sigit Wibowo: Ada Perdanya, Kaum Disabilitas Punya Hak Bekerja di Pemerintahan dan Swasta

Dalam kasus Desa Rantau Buta, pembangunan infrastruktur kelistrikan yang ekonomis dan efektif adalah dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat.

Berbekal anggaran Rp3,829 miliar, Pemprov Kaltim mendirikan PLTS di Rantau Buta. Yang dikerjakan PT Mahakam Lembu Mulawarman pada 13 April 2020 sampai 10 Agustus 2020.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kaltim Munawwar menyatakan pembangunan PLTS Terpusat dilakukan sejak 2020 untuk tiga desa. Desa Rantau Buta salah satu di antaranya.

“Desa Rantau Buta, di Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser, hanya satu di antara sekian banyak desa di Kaltim yang menjadi target program ini,” ujarnya September silam.

Sejak saat itu, Desa Rantau Buta mendapat aliran listrik selama 24 jam penuh. Berbeda dari sebelumnya yang hanya empat jam sehari dari pukul 18.00 Wita sampai 22.00 Wita. Menggunakan genset desa, yang meminum 51 liter solar saban harinya.

Dalam rencana pemprov, PLTS Terpusat dibangun di 19 desa. Proyek pengerjaannya dari 2020 hingga 2023. Pada tahun pertama, Pemprov berhasil membangun 3 unit PLTS Terpusat. Yakni di Desa Rantau Buta yang menopang kelistrikan pada 51 rumah tangga dan fasilitas umum. Dengan kapasitas 24,00 kilowatt peak (kWp).

Lalu Desa Sandaran di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), dengan jumlah rumah/fasilitas umum/pelanggan 130 unit dengan kapasitas 65,34 kWp. Dan Dusun Labuan Bili Sandaran, Kutim, dengan jumlah rumah/fasilitas umum/pelanggan 54 unit dengan kapasitas 27,72 kWp.

Selanjutnya pada 2021, Pemprov telah membangun 6 PLTS Terpusat tambahan. Dengan unit terpasang total 495 rumah dengan kapasitas 189 kWp.

Baca juga:   Hadi Mulyadi Dukung Pergantian Nama Taman Samarendah Jadi Taman Pemuda

Berlanjut tahun 2022, tahun ini, kata Munawwar, pembangunan PLTS Terpusat dilanjutkan untuk lima desa yang berada di Kabupaten Paser, Kutai Kartanegara (Kukar), dan Berau dengan jumlah unit terpasang 846 rumah dan kapasitas sebesar 238,98 kwp.

Tahun depan akan menjadi tahun pamungkas. Karena merupakan tahun terakhir RPJMD Kaltim 2018-2023. Tahun terakhir masa jabatan Isran-Hadi sebagai KT 1 dan KT 2. Makanya lima PLTS Terpusat lainnya, akan dibangun di Desa Pegat Batumpuk, Pulau Derawan dan Desa Long Sului, keduanya di Kabupaten Berau.

Lalu Desa Lemper dan Desa Deraya, Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Desa Mata Libaq di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), dan Desa Tanjung Mangkalihat di Kutim. Atau salah satu desa di Long Iram, Kubar.

Segera Terang di Moncong Kalimantan

Dari lima desa terakhir yang akan mendapat jatah PLTS Terpusat tahun depan, Tanjung Mangkalihat adalah yang paling ikonik. Disebut demikian karena desa ini terletak persis di moncong Pulau Kalimantan yang menyerupai ayam.

Tanjung Mangkalihat memang begitu pelosok. Google Maps saja tidak bisa menyediakan informasi jarak dan waktu tempuh tempat itu ke pusat pemerintahan Kutim, Sangatta.

Ketimbang ditempuh dari wilayah Kutim lainnya, Tanjung Mangkalihat justru lebih terjangkau jika dituju dari Berau. Lebih tepatnya dari Bidukbiduk.

Cukup menempuh perjalanan 1 jam dari Dermaga Teluk Sulaiman menggunakan kapal kelotok. Sudah dapat bonus pemandangan laut biru Bidukbiduk, habitat penyu, Pulau Kaniungan, Teluk Sumbang, dan iring-iringan lumba-lumba jika beruntung.

Melalui program pemerataan energi listrik dari Pemprov, wilayah moncong Kalimantan akan segera terang saat malam hari. Bisa jadi, setelah teraliri listrik 24 jam, sektor lain seperti perekonomian dan jasa wisata akan lebih berkembang.

Baca juga:   Tegas! Andi Harun Tutup 2 Apotek di Samarinda karena Langgar Aturan

Karena tahu tidak? Di sana, ada air terjun bertingkat dengan aliran air berwarna biru kehijauan.

Surya di Hulu Mahakam

Sebagai kabupaten paling muda di Kaltim, Mahulu masih memiliki pekerjaan rumah (PR) besar di sektor kelistrikan. Berdasarkan pengamatan Imran, jurnalis media lokal di sana.

Aliran listrik PLN memang sudah menjangkau seluruh kecamatan di Mahulu. Namun belum seluruhnya teraliri listrik selama 24 jam penuh.

“Beberapa kecamatan listriknya hanya 12 jam. Yang 24 jam hanya ibu kota Ujoh Bilang dan Kampung Datah Bilang saja,” jelas Imran pada Kaltim Faktual belum lama ini.

Meski disebutkan PLN sudah menjangkau semua kecamatan, dengan durasi “on” yang bervariatif, namun aliran listrik dari negara itu baru sampai di wilayah pusat kecamatannya saja.

Mayoritas kampung-kampung di Mahulu belum tersengat listrik PLN. Sehingga genset kampung menjadi penopang utama kelistrikan masyarakat pedalaman hulu Mahakam. Dan sama seperti lainnya, konsep genset kampung hanya akan mengalirkan listrik saat petang tiba, hingga menjelang malam saja.

“Rata-rata pakai diesel, Mas. Ada juga yang pakai listrik tenaga matahari,” lanjut Imran.

PLTS yang dimaksud, ada yang dibuat secara swadaya oleh masyarakat. Ada pula yang merupakan bantuan dari pemerintah kabupaten (pemkab) hingga pemerintah pusat.

Tahun depan, Pemprov Kaltim akan turut menerangi Mahakam Ulu. Sebuah PLTS Terpusat akan hadir di Desa Mata Libaq. Sebuah desa pedalaman di antara Laham dan Tering. (redaksi/ADV DIKOMINFO KALTIM)

PENULIS: Ahmad Agus Arifin

EDITOR: Lukman

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.