OPINI
TAPERA, TAmbahan PEnderitaaan RAkyat ?

Tujuan Tapera sungguh ‘mulia dan indah’, namun penolakan yang massif menunjukkan bahwa Tapera sama sekali tidak memenuhi rasa keadilan para pekerja kita. Jangan sampai Tapera menjadi TAmbahan PEnderitaan RAkyat.
Oleh: M. Darlis Pattalongi, Politisi Kaltim
Judul ini adalah akronim yang menuai penolakan dari banyak pihak saat ini. Bukan ‘barang’ baru sebetulnya. TAPERA dibentuk pada tahun 2006. Ini pengalihan dr BAPERTARUM-PNS (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil), sebuah kerja pemerintah Orde Baru.
Sebagaimana namanya. Bapertarum diperuntukkan khusus buat PNS. Tapi, kepesertaan TAPERA diperluas. Mencakup prajurit TNI/Polri, karyawan BUMN/BUMD, pekerja swasta, mandiri, dan informal.
Semua yang berpenghasilan minimal sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. Karena sifatnya stelsel-pasif, maka otomatis gaji mereka dipotong 3% perbulan.
Sesuai namanya, akumulasi dari potongan tersebut buat kepemilikan rumah. Grand designnya, kelak tidak akan ada lagi pekerja yang tidak memiliki RUMAH.
***
Soal ‘rumah’. Pernah menjadi begitu ironi saat pandemi Covid-19 melanda. Waktu itu. Pemerintah meminta agar seluruh masyarakat untuk berada di rumah saja, bekerja dari rumah, dan se-dapat mungkin tidak bepergian dari rmh. Padahal begitu banyak masyarakat ekonomi lemah yang justru hidupnya di jalanan alias tidak punya rumah.
Apapun kondisi ekonominya, rumah adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Karena-nya, rumah ditempatkan sebagai hak sosial setiap orang.
Pesan itulah yang ditangkap oleh para founding father kita, sehingga secara eksplisit UUD 1945 memberi tanggung jawab kepad negara untuk melindungi setiap warganya melalui penyelenggaraan perumahan.
Artinya.. Negara bertanggung jawab kepada setiap warga negara untuk menempati rumah layak huni.
Namun… Dengan skema TAPERA yang dirilis, bisakah kita melihat adanya implementasi kewajiban pemerintah akan rumah rakyatnya?
Amanat UUD, menempatkan Pemerintah tidak boleh hanya sekadar menjadi regulator, fasilitator, dan mediator. Kemudian, membiarkan developer swasta mendominasi dalam urusan penyediaan perumahan rakyat.
Menjadi kewajiban pemerintah untuk mengambil peran pembiayaan dalam program penyediaan perumahan layak huni, terlebih buat masyarakat berpenghasilan rendah.
Tentu bukan semata karena hal mendasar itu, lalu formulasi Tapera ditolak banyak pihak. Tapi disana ada kalkulasi secara logika, ada kekhawatiran, ada kecurigaan, dsb.
Secara kalkulatif sederhana begini. Bagaimana bisa membayangkan seorang pekerja dengan upah minimun, kelak bisa membeli rumah dari tabungan akumulasi potongan 3% dari penghasilannya per bulan.
Nilai 3% tersebut tidak akan mampu mengimbangi laju inflasi (meski plus hasil pemupukannya) untuk membeli sebuah rumah. Lagi pula, mau berapa lama masa kerja se-org karyawan?
Hasil simulasi banyak orang, menunjukkan pada akhir keanggotaan, nilai komulatif yang diperoleh se-orang pekerja paling hanya cukup buat tanda jadi (DP) pembelian sebuah rumah.
***
Setelah beragam macam subsidi dipangkas hingga dihapus, juga berbagai jenis pajak dinaikkan hingga diadakan, demi menutupi kebutuhan akan pembiayaan berbagai ‘proyek’ mercusuar. Orang kemudian banyak curiga, jangan-jangan ini salah satu upaya membuat sumber pembiayaan baru.
Sehingga. Wajarlah sebahagian kelangan kemudian memaknai TAPERA itu sebagai TAgihan PEras RAkyat?
Ditambah pula. Pengalaman membuktikan, selama ini demikian banyak badan usaha negara yang diposisikan kesulitan liquiditas hingga bangkrut, sementara para direksinya pesta pora menerima salary membumbung.
Dengan jejak digital, kita bisa baca akan kasus PT. Garuda, PT. Pertamina, PLN, Pelindo, PGN, Angkasa Pura, BPJS, dsb. Jangan pada banyak jenis BUMN sejenis digerogoti dengan kasus mega korupsi. Kita tentu masih ingat akan kasus Asabri, Taspen, dan Jiwasraya.
Akankah BP-TAPERA mengalami hal yang sama? Sehingga TAPERA menjadi Tips Aman PEras RAkyat?
Harap dicatat juga. Selama ini para pekerja kita memperoleh kenaikan upah minimun, yang tidak sebanding dengan laju peningkatan biaya hidup minimal.
Itu belum ditambah dengan telah hadirnya berbagai jenis potongan penghasilan. Ada iuran BPJS, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dsb-nya. Janganlah TAPERA menjelma menjadi TAmbahan PEnderitaan RAkyat!
Karena itulah. Meskipun direksi BP-Tapera melakukan klaim bahwa peraturan pemerintah (PP) terbaru prihal Tapera sungguh ‘mulia dan indah’, namun penolakan yang demikian massif menunjukkan bahwa secara normatif Tapera sama sekali tidak memenuhi rasa keadilan para pekerja kita.
Pemerintah tidak boleh terus larut akan kealpaan pada kewajiban dan tanggung jawabnya atas pemenuhan hak perumahan bagi rakyat secara luas.
Rasio backlog akan kepemilikan rumah yang cenderung menaik dari tahun ke tahun, mesti dicarikan formulasi kebijakan yang lebih berkeadilan dengan menghadirkan suasana bekerja-berusaha yang harmoni.
Tunainya….di pundak para penguasa.
Demikian.
Benua Lontara, 2024.06.02. (*/red)
Kaltim Faktual menerima kiriman artikel dari pembaca. Baik karya tulis feature, opini/catatan hingga artikel maupun informasi berita. Kirimkan karya Anda disertai identitas lengkap dalam format word, melampirkan file foto berformat landscape, melalui kontak kami (kontak@kaltimfaktual.co atau Whatsapp) dengan subject sesuai dengan karya tulis Anda. (ARTIKEL/OPINI/INFORMASI). Kami harap, karya Anda bisa memenuhi unsur tagline kami: Mengabarkan, Menginspirasi, Menyenangkan.
Catatan: Hak penerbitan menjadi keputusan redaksi. Tulisan yang terbit telah melalui penyuntingan redaksi tanpa mengurangi maksud pesan penulis. Semua materi tulisan merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi Kaltim Faktual tidak mewakili isi tulisan opini penulis.


-
SAMARINDA5 hari yang lalu
Adnan Faridhan Usulkan Sistem Satgas SPMB Jadi Protokol Standar di Seluruh OPD Samarinda
-
PARIWARA4 hari yang lalu
Yamaha Motor Tampil Perdana di Jakarta E-Prix 2025 Sebagai Mitra Teknis Pengembangan Powertrain Formula E
-
SAMARINDA2 hari yang lalu
Samarinda Buka Kuota Tambahan Sekolah Rakyat, Pendaftaran Hanya 2 Hari!
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Kemenag Kaltim Gelar Media Gathering, Fokus pada Kerukunan dan Penguatan Pesantren
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Kerukunan Beragama di Kaltim Dinilai Sangat Baik, Masyarakat Hidup Tenang Tanpa Kerusuhan
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Kaltim Baru Miliki 38 Madrasah Negeri, Proses Penegerian Terkendala Anggaran dan Regulasi Pusat
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Wagub Kaltim Logowo Tunjangan Operasional Dipangkas: “Memang Saya yang Minta”
-
SAMARINDA3 hari yang lalu
Samarinda Siap Bangun Sekolah Rakyat Tahun Ini, Daerah Lain Masih Terkendala Lahan