Connect with us

POLITIK

Berdasar Aturan, Dayang Donna Tetap Bisa Ikut Pilkada PPU meski Diduga Berstatus Tersangka Kasus Korupsi

Diterbitkan

pada

Dayang Donna saat mendaftarkan diri ke KPU sebagai bakal calon wakil bupati. (IST)

Di tengah aktivitas kampanyenya sebagai calon wakil bupati PPU, Dayang Donna diduga mendapat status tersangka dari KPK. Perihal kaitannya dalam kasus korupsi IUP Batubara yang melibatkan ayahnya, AFI. Namun status tersebut, berdasar aturan, tidak membuatnya harus mundur dari pencalonan Pilkada.

Diketahui, sejak 19 September 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan atas dugaan kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara di Kalimantan Timur. Yang terjadi saat masa pemerintahan Gubernur Awang Faroek Ishak.

Lalu pada 24 September, KPK menurunkan tim untuk menggeledah kediaman Awang Faroek di Samarinda. Tanggal 26 September, lembaga antirasuah resmi menetapkan 3 orang sebagai tersangka terkait kasus tersebut.

KPK sebenarnya belum menyebutkan inisial dan jabatan ketiga orang tersebut. Namun ketiganya dilarang bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan, karena masih terikat proses penyidikan.

Baca juga:   Isran Noor Sebut Programnya Lebih Realistis: Sekolah Gratis hingga S3 Menurut Saya Mustahil

Berdasar informasi dari berbagai sumber, ketiga tersangka tersebut adalah AFI, DDTW, dan ROC. AFI merujuk pada Awang Faroek Ishak, sementara DDTW merujuk pada nama Dayang Donna Walfiares Tania, putri dari Awang Faroek.

Dayang Donna sendiri kini berstatus sebagai calon wakil bupati Penajam Paser Utara (PPU), mendampingi eks bupati PPU, Andi Harahap. Sebelum dan saat penetapan (diduga) sebagai tersangka, ia tetap aktif melakukan aktivitas kampanye sesuai jadwal.

Tersangka Tidak Harus Mundur

Kaltim Faktual menanyakan konsekuensi calon kepala daerah yang berstatus sebagai tersangka pada Pengamat Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah pada Jumat malam. Berikut adalah pandangannya.

Jadi begini, kalau kita merujuk pada UU Pemilihan, atau UU Pilkada 10 tahun 2016, termasuk PKPU yang 8 2024, Junto 10 2024, memang tidak disebutkan eksplisit kalau yang berstatus tersangka itu digugurkan pencalonannya. Nggak ada kalimat eksplisit seperti itu.

Yang ada kalau misalnya memang calon atau pasangan calon itu melakukan tindak pidana yang dibuktikan berdasarkan keputusan pengadilan yang bersifat inkrah atau putusan pengadilan yang bersifat tetap, itu baru kemudian bisa digantikan. Atau calon yang meninggal dunia. Itu masih bisa diganti sepanjang belum mencapai 30 hari sebelum Hari-H pemilihan.

Jadi memang klisenya peraturan kita, ya tersangka belum bisa menjadi fakta atau belum bisa jadi alasan untuk penggantian pasangan calon.

Kan sama dengan logika anggota DPRD misalnya, dia hanya bisa diberhentikan sementara waktu kalau statusnya sudah terdakwa dan diberhentikan secara permanen kalau statusnya sudah dijatuhi hukuman pidana yang putusan pengadilannya sudah bersifat tetap atau inkrah.

Kalau masih dalam keadaan status tersangka, ya dia masih bisa menjalankan hak dan kewajibannya sebagaimana mestinya.

Ini logikanya sama dengan proses pencalonan. Jadi status tersangka belum bisa menjadi cukup alasan untuk menggugurkan dirinya sebagai pasangan calon.

(fth/ens/dra)

Baca juga:   Ahmad Syaiful tentang AHJI yang Dapat Nomor Urut 02: Simbol Kebersamaan Pemerintah dan Rakyat Kubar

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.