KUTIM
Dari Perayaan Lom Plai, Pesta Budaya dan Tradisi Wehea di Kutai Timur

Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik dibuat takjub dengan aneka kebudayaan Kaltim. Di tengah kunjungan kerjanya ke Kutai Timur (Kutim), ia melihat langsung acara kebudayaan Lom Plai. Yang memiliki sarat makna kebudayaan adat dan tradisi Wehea.
Disetiap daerah selalu ada acara adatnya. Biasanya dilakukan disaat momentum tertentu. Seperti syukuran atas panen raya.
Di Kabupaten Kutai Timur sendiri ada namanya acara Lom Plai. Sebuah pesta syukur panen padi yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat adat Wehea setiap tahun.
Lom Plai adalah kegiatan bersama 6 desa di kawasan Wehea. Enam desa itu adalah Desa Liaq Leway, Desa Bea Nehas, Desa Nehas Liang Bing, Desa Long Wehea, Desa Diaq Lay dan Desa Dea Beq.
Hari ini merupakan acara puncak Lom Plai atau juga dikenal dengan sebutan Bob Jengea.
Momentum ini dirasakan langsung oleh rombongan Pj Gubernur Akmal Malik. Saat kunjungan kerja ke Kbaupaten Kutai Timur, ditemani oleh Bupati Kutim, Ardiansyah.
Keduanya langsung bergegas mengikuti kegiatan Tiaq Diaq Jengea. Satu ritual dimana warga turun ke pondok darurat di tepi Sungai Wahau.
Makna sesungguhnya dari Tiaq Diaq Jengea adalah pembersihan kampung oleh para perempuan adat Wehea. Ritual pembersihan kampung ini disebut Embos Min.
Embos Min dimaksudkan untuk membuang segala kesialan dan kejahatan yang ada di dalam kampung.
Saat mereka berjalan ke arah hulu atau hilir kampung tidak ada satu pun yang boleh melintas baik itu hewan mau pun manusia, sehingga warga masyarakat diarahkan ke tepi sungai.
Selama berada di tepi sungai, masyarakat disajikan beberapa atraksi. Antara lain Plaq Saey atau lomba dayung perahu antardesa Wehea. Diikuti oleh pria dan wanita.
Lomba ini diikuti 4 desa, yaitu Desa Diak Lay, Desa Long Wehea, Desa Dea Beq dan Desa Nehas Liah Bing.
Masyarakat juga ditampilkan tarian adat oleh muda-mudi setempat dari atas rakit. Ada pula atraksi.
Setelah menyaksikan pertunjukan di Sungai Wahau Pj Gubernur Akmal Malik juga mendatangi Eweang Puen atau rumah adat besar yang berada di hilir kampung untuk menyaksikan ritual adat Mengsaq Pang Tung Eleang.
“Seni budaya Wehea ini luar biasa. Harus terus dilestarikan,” kata Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik disela kegiatan.
Mengsaq Pang Tung Eleang merupakan ritual yang menjadi penanda bahwa masyarakat sudah boleh Bea Mai Min atau naik ke kampung dari jengea (pondok darurat).
Proses ritual Mengsaq Pang Tung Eleang yaitu seorang ketua adat akan disiram oleh seorang gadis, kemudian ketua adat mendahului naik dan akan diikuti oleh masyarakat.
Setelah itu acara dilanjutkan dengan Pengsaq dan Peknai. Pengsaq artinya siram-siraman dan Peknai artinya pemberian arang di wajah. Orang-orang yang disirami dan diberi arang diwajahnya tidak boleh marah.
Ada pun aturan dalam pengsaq dan Peknai adalah tidak boleh menyirami atau memberi arang pada wajah orang yang memiiki bayi atau memberi arang pada wajah orang yang sakit.
“Saya sarankan setiap penyelenggaraan, kita juga mengundang wisatawan mancanegara dan berbaur dengan budaya lain agar lebih meriah dan lebih dikenal,” pungkasnya. (am)


-
PARIWARA4 hari yang lalu
Yamaha Motor Tampil Perdana di Jakarta E-Prix 2025 Sebagai Mitra Teknis Pengembangan Powertrain Formula E
-
SAMARINDA3 hari yang lalu
Samarinda Buka Kuota Tambahan Sekolah Rakyat, Pendaftaran Hanya 2 Hari!
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Wagub Kaltim Logowo Tunjangan Operasional Dipangkas: “Memang Saya yang Minta”
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Kaltim Baru Miliki 38 Madrasah Negeri, Proses Penegerian Terkendala Anggaran dan Regulasi Pusat
-
SAMARINDA3 hari yang lalu
Samarinda Siap Bangun Sekolah Rakyat Tahun Ini, Daerah Lain Masih Terkendala Lahan
-
SAMARINDA4 hari yang lalu
Respons Cepat Hotline 110, Polresta Samarinda Ungkap Kasus Pelecehan Anak dan Penggelapan
-
SEPUTAR KALTIM3 hari yang lalu
Satgas PASTI Blokir Ratusan Pinjol dan Investasi Ilegal, Kerugian Masyarakat Capai Rp2,6 Triliun
-
BALIKPAPAN1 hari yang lalu
Hingga Mei 2025, BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Bayarkan Rp211 Miliar Klaim JHT