BALIKPAPAN
Di Hadapan KPPU, Dishub Balikpapan Bilang Larangan Ojol di Area Publik hanya Sementara

Dishub Balikpapan menyatakan bahwa Surat Edaran tentang larangan ojol mengantar dan menjemput penumpang di area publik, akan dicabut jika konflik antara pengemudi ojol dan angkot berakhir. Situasinya akan lebih baik jika aplikator transportasi online segera membangun shelter.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengundang Dinas Perhubungan (Dishub) Balikpapan terkait Surat Edaran (SE) tentang Larangan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi untuk Menunggu, Mengangkut, atau Mengambil Penumpang di Wilayah yang Bersinggungan dengan Angkutan Kota. KPPU mempertanyakan keterkaitan larangan tersebut terhadap isu persaingan usaha terkini.
Larangan tersebut mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Adil. KPPU ingin memahami hubungan antara larangan tersebut dengan isu-isu persaingan usaha terkini.
Pertemuan itu dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) V KPPU Kalimantan F Y Andriyanto, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Balikpapan Adwar Skenda Putra, serta Kepala Bidang Kajian dan Advokasi Ratmawan Ari Kusnandar pada Selasa 30 April 2024.
Larangan Ojol hanya Sementara
Untuk diketahui, Dishub Balikpapan sebelumnya melarang transportasi online beroperasi di fasilitas umum seperti bandara, terminal, pelabuhan, pasar tradisional, mal, hingga taman kota.
Adwar Skenda Putra menyampaikan bahwa SE tersebut dikeluarkan sebagai respons terhadap konflik antara mitra angkutan online dan pengemudi angkutan umum yang sering terjadi di dua tempat yakni di Pelabuhan Semayang dan Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan.
Ia menerangkan bahwa SE tersebut akan dicabut jika gesekan antara mitra angkutan online dan angkutan kota sudah mereda.
“SE itu saya terbitkan untuk meredam konflik antara transportasi online dan konvensional yang bersifat sementara,” ungkapnya.
Shelter Transportasi Online
Ia juga menghimbau agar pihak aplikator transportasi online segera menyediakan titik jemput atau tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang (shelter) di area publik untuk menjaga ketertiban lalu lintas di Balikpapan.
“SE ini juga untuk mengingatkan kepada aplikator bahwa perlu segera dibangun titik jemput penumpang (shelter) di public area Balikpapan,” ulasnya.
Keterangan KPPU
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) V KPPU Kalimantan F Y Andriyanto megatakan bahwa kepentingan larangan transportasi online ini adalah untuk menjaga kepentingan umum, menciptakan iklim usaha yang kondusif, dan mencegah praktik monopoli serta persaingan usaha tidak sehat.
“Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan sebagai regulator tentu punya peran untuk memberi kesempatan berusaha yang sama, distorsi dalam dunia usaha juga bisa disebabkan oleh kebijakan pemerintah, namun perlu juga dicari alasannya dan tujuan suatu kebijakan,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi langkah Dishub untuk mendorong aplikator transportasi online agar menyediakan shelter di area publik.
“Tentu untuk ketertiban lingkungan dan lalu lintas, saya setuju agar ada shelter di public area untuk penjemputan penumpang,” tutupnya. (nvr/dra)


-
PARIWARA5 hari yang lalu
Yamaha Motor Tampil Perdana di Jakarta E-Prix 2025 Sebagai Mitra Teknis Pengembangan Powertrain Formula E
-
SAMARINDA3 hari yang lalu
Samarinda Buka Kuota Tambahan Sekolah Rakyat, Pendaftaran Hanya 2 Hari!
-
BALIKPAPAN2 hari yang lalu
Hingga Mei 2025, BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Bayarkan Rp211 Miliar Klaim JHT
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Wagub Kaltim Logowo Tunjangan Operasional Dipangkas: “Memang Saya yang Minta”
-
SAMARINDA5 hari yang lalu
Respons Cepat Hotline 110, Polresta Samarinda Ungkap Kasus Pelecehan Anak dan Penggelapan
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Kaltim Baru Miliki 38 Madrasah Negeri, Proses Penegerian Terkendala Anggaran dan Regulasi Pusat
-
SAMARINDA4 hari yang lalu
Samarinda Siap Bangun Sekolah Rakyat Tahun Ini, Daerah Lain Masih Terkendala Lahan
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Satgas PASTI Blokir Ratusan Pinjol dan Investasi Ilegal, Kerugian Masyarakat Capai Rp2,6 Triliun