SAMARINDA
Jokowi Usul Transportasi ART untuk Samarinda, Dishub Masih Pikir-Pikir Dulu
Pada momen Rakernas Apeksi di Balikpapan pekan lalu, Presiden Jokowi mengusulkan transportasi massal ART untuk atasi kemacetan. Dishub Samarinda masih membuat kajian, karena opsi BRT masih dirasa paling memungkinkan.
Belakangan ini Kota Samarinda tengah berupaya menuju penerapan transportasi massal. Untuk mengatasi kemacetan yang selama ini mewarnai Ibu Kota Kaltim. Namun kajiannya belum disetujui.
Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Samarinda merencanakan penggunaan Bus Rapid Transit (BRT). Transportasi berupa bus konvensional ukuran 3/4 alias medium bus. Seperti yang sudah diterapkan di Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta.
Bus-bus itu nantinya akan beroperasi di 7 trayek (jurusan). Terhubung melalui halte sebagai lokasi pemberhentian di beberapa titik di Samarinda. Namun bus akan beroperasi tanpa jalur pribadi seperti Trans Jakarta. Melainkan menggunakan jalan umum bersama kendaraan lainnya.
Namun belum bisa diterapkan dalam waktu dekat. Karena sistem beli layanan yang diusulkan Dishub, belum disetujui Wali Kota Samarinda. Andi Harun lebih setuju jika punya bus yang dikelola sendiri.
ART? BRT Dulu ah ….
Pada momen Rakernas Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Balikpapan pekan kemarin. Presiden Jokowi mengusulkan penerapan transportasi massal autonomous rapid transit (ART) untuk atasi kemacetan. Semacam kereta tanpa rel.
Merespons hal itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Samarinda Hotmarulitua Manalu menyebut pihaknya masih melakukan pertimbangan atas usulan itu. Sebab pertimbangan utamanya pada biaya.
“Untuk ART, belum ada pembicaraan (lanjutan). Tapi kemarin katanya lebih murah. Tapi kalau bicara lebih murah, kita lihat dulu rupiah per kilometernya berapa,” jelasnya ketika dihubungi Minggu 9 Juni 2024.
Manalu menjadikan proyek Skytrain sebagai acuan. Jika dihitung, perkilometer menghabiskan 20 juta dolar. Dalam rupiah sekitar Rp320 miliar perkilometer. Sementara satu trayek bisa mencapai Rp3,2 triliun.
Kabarnya, untuk ART, biayanya lebih murah 50 persen dari Skytrain. Menurut Manalu masih terlalu besar biayanya. Mencapai Rp1,6 triliun, namun masih belum clear untuk fasilitas apa saja.
“Untuk itu harus kita komunikasikan lagi dengan teman-teman di perhubungan. Kemarin kan (konsep kita) pakai bus. ART yang dimaksud Jokowi juga dikonsepkan untuk IKN,” tambahnya.
“Kalau jangka pendek saya pasti rekomendasikan untuk bus saja dulu. Kita mau rapatkan dulu (kembali) Kamis nanti di depan Pak Wali untuk konsep yang beli bus sendiri,” imbuh Manalu.
Manalu menilai konsep BRT beli layanan masih yang paling memungkinkan. Sebab kalau beli bus sendiri juga punya banyak pertimbangan. Mulai dari harga bus, lalu bus plat merah yang harus menggunakan bahan bakar non subsidi. Hingga kemungkinan balik modal.
“Kemudian kendalanya harus menyediakan tempat yang besar. Nah itu kalau pak wali mau beli bus. Kita paparkan dulu nanti,” pungkasnya. (ens/dra)
-
SEPUTAR KALTIM4 hari agoPenambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Ditangkap: Pemerintah Perkuat Pengamanan Kawasan Konservasi
-
SEPUTAR KALTIM4 hari agoBMKG Peringatkan Potensi Rob dan Curah Hujan Tinggi di Kalimantan Timur Akhir 2025
-
NUSANTARA4 hari agoAktivitas Buzzer Kini Jadi Sebuah Industri yang Terorganisir
-
OLAHRAGA2 hari agoPerolehan Positif Yamaha Racing Indonesia Tuai Perubahan Signifikan di ARRC 2025
-
NUSANTARA5 hari agoMAXi “Turbo” Experience, Touring Tasikmalaya dan Eksplorasi Pantai Selatan Wilayah Cipatujah
-
GAYA HIDUP2 hari ago7 Tips Resolusi Tahun Baru 2026 Biar Nggak Jadi Sekadar Janji Manis, tapi Beneran Jalan Sampai Desember Lagi
-
HIBURAN3 hari agoDiserbu Ribuan Gen Z! Skutik Skena Fazzio Hybrid Sukses Curi Perhatian di Festival Musik Anak Muda
-
EKONOMI DAN PARIWISATA1 hari agoBI Siapkan Rp4,8 Triliun Penuhi Kebutuhan Nataru 2026 di Kaltim

