NUSANTARA
Komnas Perempuan Kehilangan 75 Persen Daya Tangani Kasus Kekerasan, Ini Penyebabnya

Kebijakan efisiensi anggaran tak luput berdampak pada program kerja Komnas perempuan. Berbagai program prioritas terancam gagal. Kritik tajam dilontarkan. Pemerintah dinilai abai terhadap hak-hak perempuan di Indonesia.
Instruksi efisiensi anggaran yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto menimbulkan polemik di berbagai sektor, termasuk dalam upaya perlindungan perempuan.
Salah satu yang terdampak adalah Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), yang terancam gagal menjalankan program-program prioritasnya akibat pemangkasan anggaran.
Sebelumnya, Komnas Perempuan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp47,7 miliar yang digunakan untuk membiayai dua Program Prioritas Nasional (PPN), lima Program Prioritas Lembaga (PPL), serta belanja pegawai. Namun, setelah efisiensi anggaran, pagu anggaran yang diberikan turun drastis menjadi Rp28,9 miliar.
Dalam rilis resminya, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyebutkan bahwa kebijakan ini berdampak signifikan terhadap daya tanggap lembaganya dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
“Dengan pengurangan ini, daya penanganan kami dapat berkurang hingga 75 persen. Piloting project yang dimaksudkan dalam PPN SPPT PKKTP (Sistem Peradilan Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan) tidak dapat kami laksanakan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Komnas Perempuan juga bertanggung jawab atas program peningkatan penanganan kekerasan berbasis gender dengan perspektif kepulauan dan inklusif di era digital.
Dengan adanya pemangkasan ini, mereka tidak dapat menyediakan akomodasi layak bagi organisasi inklusif serta menjalankan tugas sesuai amanat Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Perempuan Mahardhika Kritik Pemerintah
Menanggapi situasi ini, Ketua Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi, mengkritik pemerintah yang dinilai tidak menganggap penting upaya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
“Sistem peradilan pidana terpadu berbasis gender sangat dibutuhkan agar korban tidak perlu berulang kali menceritakan pengalaman kekerasan yang dialaminya. Dengan sistem ini, hak mereka lebih terjamin, dan korban bisa lebih fokus pada pemulihan,” ujar Ika.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa kebijakan ini tidak hanya berdampak pada Komnas Perempuan tetapi juga terhadap kehidupan perempuan secara luas. Menurutnya, pemangkasan anggaran ini memperburuk situasi, terutama di tengah ancaman PHK massal yang semakin mempersulit kondisi ekonomi perempuan.
“Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran tidak berpihak pada perempuan,” pungkasnya. (nkh/sty)


-
SEPUTAR KALTIM3 hari yang lalu
Disdikbud Kaltim Minta SMA/SMK Perpisahan Sederhana di Sekolah atau Gedung Pemerintah
-
HIBURAN5 hari yang lalu
Special Screening “Qodrat 2” Dibanjiri Riuh Penonton, Siap Tayang dan Hantui Libur Lebaranmu!
-
SAMARINDA5 hari yang lalu
Lahan Subur Bagi Buzzer, Komisi I DPRD Samarinda Minta Masyarakat Tingkatkan Literasi Digital di Media Sosial
-
SAMARINDA5 hari yang lalu
Komisi II DPRD Samarinda Sarankan Dinas Pariwisata Berdiri Sendiri untuk Capai Hasil Optimal
-
SEPUTAR KALTIM14 jam yang lalu
Pemerataan Pendidikan di Kaltim Jadi Sorotan, Sekolah Rakyat dan Program Gratispol Jadi Tumpuan
-
SAMARINDA2 hari yang lalu
Upah Pekerja Dibayar, TRC PPA Kaltim Terus Kawal Dugaan Penyelewengan APBD di Proyek Teras Samarinda
-
SAMARINDA5 hari yang lalu
Dewan Kaltim Muhammad Darlis Gelar Penguatan Demokrasi Daerah ke-3 di Samarinda Ulu
-
NUSANTARA2 hari yang lalu
Driver Ojol Protes THR Hanya Rp 50 Ribu, Ini Kata Wamenaker