FEATURE
Menyongsong IKN di Kaltim: Kota Hutan yang Aman untuk Orang Utan
Pro dan kontra mewarnai rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kaltim. Salah satunya terkait dampak terhadap lingkungan hidup. Namun pemerintah, baik Pusat maupun Provinsi Kaltim memastikan pembangunannya tidak merusak lingkungan. Malahan sebaliknya, menjadi kota yang aman untuk orang utan.
Gubernur Kaltim Isran Noor semringah. Kaltim, daerah yang dipimpinnya, dalam tahun-tahun ke depan bakal berubah wujud: menjadi ibu kota negara.
IKN, bagi Isran, merupakan upaya memajukan Kaltim yang selama ini konon dianaktirikan Pusat. Sebagaimana yang kerap disampaikannya dalam berbagai kesempatan, pemindahan IKN di Kaltim salah satu tujuan mulianya adalah pemerataan pembangunan.
Orang nomor satu di Benua Etam ini paham benar keberhasilan Kaltim menjadi lokasi kota utama di Indonesia bakal menuai kontroversi. Khususnya dalam hal pelestarian lingkungan. Tanpa IKN pun, telah banyak kerusakan alam terjadi di provinsi ini. Bagaimana kelak bila IKN dengan nama Nusantara ini terwujud?
Namun mantan Bupati Kutai Timur (Kutim) ini menegaskan, pembangunan di IKN, khususnya pembangunan infrastruktur, alih-alih merusak lingkungan, malah bakal melestarikannya.
Isran mengatakan, pembangunan apa saja harus didahului dengan analisis dampak lingkungan (Amdal). Apalagi sebuah IKN yang akan dibangun dengan berbagai macam keunggulan.
Menurutnya, IKN memang harus didesain jelas. Sebab IKN bukan hanya soal lingkungan, melainkan tentang kehidupan masyarakat di sekitarnya.
“Ada budaya, adat istiadat, dan lain-lain yang menentukan. Maka harus dikaji dan dikonsultasikan. Jadi ini sudah bener banget dah. Kalian endak usah ragu deh,” seloroh Isran pada media usai konsultasi publik Amdal pembangunan kawasan terpadu IKN beberapa waktu silam.
Kata dia, IKN akan dibangun menjadi kota yang smart, pintar. Membangun kota yang berkelanjutan, sustainable city dan modern city. Kemudian juga kota yang ramah lingkungan. Bahkan yang dibangun adalah kota dalam hutan.
“Yang akan dibangun ini forest city atau kota dalam hutan. Bukan hutan dalam kota,” tegas Isran.
Dalam konsultasi publik yang digelar, menghadirkan semua pemangku kepentingan. Mulai dari para bupati, camat, lurah dan kepala desa. Juga tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, dan yang berkepentingan lainnya.
Semuanya dilibatkan, supaya jelas apa saja yang perlu diketahui. Untuk menyampaikan hal-hal yang sudah semestinya disampaikan.
“Makanya ini camat dan lurah diundang. Seharusnya semua disampaikan agar jelas terkait kawasan lingkungan ini,” sebut Isran.
Malahan, studi kelayakan terhadap pemindahan IKN ini telah dilakukan sejak 2018. Sampai kemudian kebijakan secara nasional mendapat dukungan dengan disahkannya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN.
Diani Sadiawati selaku Ketua Bidang Koordinasi Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Tim Transisi Otorita IKN memaparkan, pemindahan IKN ini diharapkan bisa menjadi pusat grativasi ekonomi baru di tengah Indonesia. IKN juga akan menjadi simbol jati diri bangsa.
“Representasi kota yang cerdas, hijau, dan berkelanjutan. Efektif dan efisien dalam pengelolaan sumber daya alam dan mampu memberikan layanan yang baik dalam penggunaan air, energi, model transportasi terpadu, pengelolaan limbah, serta bersinergi dengan alam,” bebernya.
Ramah Orang Utan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri menjelaskan, wilayah pusat IKN berada di bekas kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), yang bukan merupakan hutan primer lagi. Pemerintah telah melakukan langkah-langkah antisipatif guna mengurangi dampak yang terjadi dalam pembangunan IKN seperti Amdal, KLHS, koridor, dan sebagainya.
Pun begitu, pusat IKN bukanlah merupakan daerah sebaran alami orang utan. Sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wiratno.
Diterangkan, peta sebaran orang utan di wilayah IKN, berdasarkan PHVA (2016) populasi orang utan kalimantan terbagi ke dalam 17 lansekap. Meliputi Lansekap Beratus, Sungai Wain, TN Kutai-Bontang, Belayan-Senyiur, Wehea-Lesan, Sangkulirang, Tabin, Area Hutan Tengah, Kinabatangan Rendah, Kinabatangan Utara, Ulu Kalumpang, Crocker, Lingkabau, Bonggaya, Ulu Tungud, Trus madi, Sepilok, dengan total jumlah orangutan sebanyak 14.540.
“Orang utan terdekat dengan IKN hanya di lansekap Sungai Wain. Orang utan yang terdapat di areal Sungai Wain adalah orang utan hasil rehabilitasi,” ungkap Wiratno.
Sementara tempat pelepasliaran orang utan diklaim berada di zona luar pembangunan IKN. Untuk antisipasi agar orang utan tidak ke zona IKN, dilakukan upaya antisipatif bersama dengan para pihak. Antara lain membangun koridor satwa liar, memulihkan ekosistem untuk memperbanyak klaster habitat satwa, terutama di bekas tambang, dan melakukan mobilisasi Wildlife Response Unit (WRU).
Selain itu juga mengoperasionalkan call center untuk menerima laporan masyarakat, agar dapat dilakukan respon cepat apabila ditemukan orang utan yang keluar dari tempat rehabilitasinya.
Wiratno menegaskan, kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan isu terfragmentasinya habitat orang utan karena adanya pembangunan IKN. Dalam KLHS IKN, telah diidentifikasi lokasi-lokasi yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi untuk dipertahankan.
Kemudian lokasi-lokasi yang rusak agar dapat dilakukan penanaman kembali/pemulihan ekosistem dan membuat koridor satwa.
“Sebagai negara berkembang, Indonesia masih perlu membangun, dan harus dapat menjalankan pembangunan berkelanjutan, di mana ada keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan, termasuk habitat satwa liar. Pembangunan IKN menerapkan konsep Green Infrastructure, sesuai dengan instruksi Presiden,” urai Wiratno.
Dijelaskan, sumber daya alam hayati menjadi basis dalam pembangunan. Pembangunan yang diharapkan adalah pembangunan by design, di mana pembangunan harus mengikuti master plan yang memperhatikan sebaran data keanekaragaman hayati. Dari vegetasi, spesies, bahkan genetik. Mempertimbangkan sebaran satwa, dan menjamin satwa liar tetap lestari di habitatnya.
Upaya untuk mendapatkan data yang komprehensif dan analitis dilakukan melalui survei biodiversity secara menyeluruh. Sehingga menjadi baseline data yang memadai untuk pembangunan IKN.
Dalam pengembangan kawasan IKN sendiri mengacu pada tiga konsep, dua di antaranya bernapaskan lingkungan yaitu Kota Hutan dan Kota Spons.
Kota Hutan maksudnya, yaitu Pembangunan IKN diarahkan dengan meminimalkan kerusakan ekosistem alami, merestorasi ekosistem hutan, penyediaan koridor hijau, penurunan emisi gas rumah kaca, pengelolaan sumber daya air yang holistik, terintegrasi, dan menjaga kuantitas dan kualitas air.
Lalu menerapkan pembangunan kawasan yang terkendali yang menjaga ekosistem dan kualitas lingkungan serta pelibatan masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian alam.
Sedangkan Kota Spons, ditujukan mengembalikan siklus alami air yang berubah karena pembangunan dengan cara membuka ruang terbuka hijau dan biru. Desain fasilitas perkotaan yang ramah lingkungan, dan desain fasilitas perkotaan skala mikro yang mendukung peningkatan kualitas ekosistem perkotaan dan keanekaragaman hayati. (redaksi/ADV DISKOMINFO KALTIM)
PENULIS: Lukman
-
OLAHRAGA1 minggu yang lalu
Hasil Liga 1: Persib 2-1 Borneo FC, Pesut Etam Alami 3 Kekalahan Beruntun
-
HIBURAN6 hari yang lalu
Tak sampai 1 Jam, Tiket Konser Sheila On 7 Tunggu Aku di Samarinda Ludes
-
OLAHRAGA1 minggu yang lalu
Borneo FC Isyaratkan Tak Tampil dengan Kekuatan Penuh saat Jumpa Persib
-
OLAHRAGA6 hari yang lalu
Jegal Ciro Alves Berkali-kali, Pieter Huistra: Ezzi Buffon Bukan Anak-Anak Lagi
-
PASER1 minggu yang lalu
Jelang Pilkada Serentak 2024, KPU Paser Buka Perekrutan PPK
-
OLAHRAGA1 minggu yang lalu
Dramatis! Timnas Indonesia Lolos Semifinal Piala Asia U-23
-
KUBAR1 minggu yang lalu
Kejagung Periksa Satu Orang Saksi Terkait Perkara Tambang Kubar
-
BALIKPAPAN1 minggu yang lalu
Polda Kaltim Gelar Perkara Kasus Penemuan Mayat di Apotek Kimia Farma Samarinda, Penyidikan CCTV Belum Selesai