Connect with us

OLAHRAGA

SISI LAIN: Suporter Sepak Bola Indonesia Bukan Sampah!

Diterbitkan

pada

SUPORTER INDONESIA
Tragedi Kanjuruhan telah merenggut ratusan nyawa pada 1 Oktober malam. (IST)

Tragedi Kanjuruhan memang menyedihkan. Wajar jika semua orang berduka dan marah atas kejadian ini. Namun menyebut Liga Indonesia dan suporternya sebagai sampah, sungguh salah kaprah. Beberapa cerita berikut mungkin bisa mengubah persepsi. Bahwa suporter Indonesia tidak se-eek itu!

Oleh: Ahmad Agus Arifin

Ini tentang seorang bocah. Yang pertama kali jatuh cinta dengan sepak bola. Usai melihat pertandingan sepak bola di televisi. Ia bergairah. Lalu memutuskan mendukung salah satu tim yang bertanding dalam TV 14 inchi itu. Di awal 2000-an.

Sebagai disclaimer, pria ini sungguh ingin menceritakan pengalamannya. Tanpa menyebut identitasnya. Mari kita lanjutkan kisahnya.

Dulu klub itu sangat digdaya, tapi sekarang jadi tim cupu. Benar, bocah itu adalah pemuja klub Setan. Yang warnanya merah itu. Yang ori ya. Bukan cabang Italia atau Belgia.

Saat itu, dia masih tinggal di pelosok Kalimantan. Jangankan internet, menonton pertandingan bola saja susah karena listrik belum 24 jam. Koran tetangga adalah satu-satunya cara dia mengikuti perkembangan klub idolanya.

Beranjak remaja, ia mulai jatuh cinta pada Persiba Balikpapan. Kecintaan yang lahir karena faktor geografis. Suatu hari di Jalan MT Haryono Balikpapan. Remaja tanggung itu menghentikan Revo birunya. Melihat bus yang mengangkut pemain Persiba. Astaga, bocah itu begitu bahagia. Matanya berbinar, tubuhnya gemetar melihat para sosok idola lapangan hijau. Lewat di depan matanya. Hanya lewat.

Itu adalah momen yang begitu berharga buatnya. Hari itu dia mulai menjadi penggila sepak bola Indonesia. Persiba adalah cinta pertamanya.

Waktu berlalu. Bocah itu kini sudah mulai dewasa. Sembari kuliah, dia bekerja di media nasional. Di televisi yang dulu pernah menyiarkan ISL. Dia sangat menikmati pekerjaannya. Karena jaraknya dengan sepak bola Tanah Air tinggal setipis benang. Nyaris tak berjarak.

Dia bisa bertemu dengan semua bintang sepak bola Indonesia. Berbincang langsung dengan sederet idolanya. Mulai di stadion, warung kopi, sampai kamar mes pemain.

Suatu ketika, dia pernah melakukan hal … yang, tolol lah. Dia diam-diam meminta izin manajemen Persebaya untuk wawancara eksklusif dengan Evan Dimas. Satu dari 3 pemain idolanya ketika itu.

Hari yang ditentukan tiba. Dia, duduk berseberangan meja dalam ruangan yang hanya ada mereka. Bocah itu mulai merekam perbincangan dengan Evan. Yang baru saja pulang dari Spanyol. Wawancara ngalor ngidul. Sekira setengah jam. Yang selama setengah jam itu pula, bocah itu memegangi kamera SLR-nya sambil gemetaran.

Dan tahu yang terjadi setelah itu? Wawancara itu tidak pernah dikirim ke televisi tempat kerjanya. Tidak pernah ditayangkan sama sekali. Kalau Evan membaca ini, semoga dia mengampuni pria aneh itu.

Baca juga:   Tak Ikut Latihan, Lilipally Kemungkinan Absen saat Borneo FC Lawan Madura

Perjalanan membawanya semakin dalam ke sepak bola. Dari seorang pendukung layar kaca, sampai ke titik. Di mana dia tahu banyak hal tentang sepak bola dalam negeri. Baik dan buruknya. Busuk-busuknya.

Semakin dia banyak tahu, semakin dia membenci sepak bola Indonesia. Tepat awal musim 2017. Dia memutuskan untuk berhenti menjadi penggemar sepak bola Indonesia. Dia melewatkan semua informasi dan berita. Boro-boro hadir ke stadion lagi. Dia benci. Sebenci-bencinya.

Dia benci tapi tidak mencaci. Dia hanya berhenti mengikuti. Sebagai bentuk aksi protes.

Pengelolaan kompetisi yang buruk. Permainan mafia. Rivalitas antar suporter berlandaskan dendam turunan. Semua memuakkan baginya kala itu.

Hanya dua tahun. Dia akhirnya kembali. Dengan kepala yang lebih ringan. Fase hidup membawanya bisa lebih dewasa memaknai sesuatu. Dan momen baliknya dia ke sepak bola dalam negeri. Adalah, karena, suporter Indonesia!

Ya, mereka yang terus bernyanyi dan mendukung tim daerahnya tanpa henti. Bahkan ketika tahu tim mereka dipermainkan mafia. Bahkan ketika pembenci sepak bola dalam negeri terus menghina mereka kampungan, sampah, dan sebagainya. Mereka bergeming. Mereka tetap mencintai tanpa tapi.

Pria itu memulai lagi petualangan sebagai suporter tim Indonesia. Untuk kedua kalinya. Kali itu, suasananya sudah sangat berbeda. Pergeseran generasi membuat komunitas suporter kian dewasa. Mulai mau membuka diri dengan suporter lain. Mau memulai lembar baru. Mau mendukung tim daerahnya tanpa kekerasan.

Secara garis besar, memang begitu. Tapi tentu, dendam dan kebiasaan lama masih tetap ada. Seperti lilin di antara terangnya kota. Kecil, tapi sewaktu-waktu apinya masih menyengat. Kadang kala menyambar dan jadi besar.

.

Kembali ke pria tadi. Dia mulai rajin lagi ke stadion. Sampai suatu hari, di tahun 2019. Ketika dia sedang asyik menonton pertandingan Borneo FC kontra Tira-Persikabo (sekarang Persikabo 1973) di tribun VVIP.

Ia melihat seorang remaja. Mengenakan kostum hijau Persikabo. Seorang diri saja. Awalnya antusias. Lalu banyak diam karena timnya dibantai 4-1.

Usai pertandingan, dia yang satu-satunya pendukung tim away dari ribuan orang di Stadion Segiri. Menunggu pemain Persikabo keluar dari stadion. Untuk memberikan dukungan tambahan. Untuk jangan menyerah demi warga Bogor.

Pria dalam cerita ini membuntutinya. Lalu mendekati dan menyapa remaja bernama Alfian itu. Dia adalah penggemar yang gila. Tahu kenapa?

Dia rela jauh-jauh datang ke Samarinda. Naik pesawat. Hanya demi Persikabo yang tidak pernah menang di 17 pertandingan beruntun. Jadi tambah satu di Segiri. Alfian kecewa, tapi tidak marah. Dia akan pulang ke Bogor, lalu menceritakan ke sesama suporter Persikabo. Bahwa perjalanannya ke Samarinda menyenangkan.

Suporter tuan rumah dinilai Alfian sangat baik. Jauh dari kesan anarkis dan sebagainya. Dia janji akan membawa lebih banyak temannya ke Samarinda di musim berikutnya. Bro Alfian, semoga kamu sehat selalu ya.

Baca juga:   Milomir si Raja Kandang dan Fakta Lain Tentangnya

.

Di lain hari, pria itu seperti biasa. Menonton dari tribun VVIP bagian tengah. Kursi favoritnya adalah tepat di bawah kru kamera TV bekerja.

Ketika sedang asyik menonton pertandingan. Mendadak tubuhnya gemetar. Merinding. Karena suporter tuan rumah yang tepat di seberang matanya. Menari, membunyikan perkusi, dan menyanyi. Untuk menyambut Viking Borneo.

Selamat datang, Viking Borneo

Selamat datang, Viking Borneo

Dari kami, Pusamania …..

Lirik itu diulang berkali-kali. Dengan lengkingan suara yang semakin nyaring. Lalu bagian suporter tamu membalas.

Terima kasih, Pusamania

Terima kasih, Pusamania

Dari kami, Viking Borneo

Belum selesai. Di sesi selanjutnya mereka berkolaborasi. Menyanyikan lagu ini secara bersama. Bahkan kadang berbagi part.

Di sini Pusam

Di sana Viking

Di mana-mana kita saudara

Di sini Pusam

Di sana Viking

Di mana-mana kita saudara

Wohohowo… wohowohowohoho … wohowohoho … wohowoho

Astaga, sungguh sebuah tontonan yang … tidak hanya meneduhkan mata. Namun bikin merinding jiwa. Para suporter saling support. Lewat tarian dan nyanyian. Lewat perlakuan dan rangkulan di luar stadion. Lewat berbagi cerita dan menertawakan sepak bola yang mereka cintai.

Keseruan-keseruan di stadion itu. Yang momennya jarang tertangkap kamera televisi. Sehingga, hanya yang ke stadion yang tahu betapa indahnya mendukung sepak bola Indonesia.

Pria itu mengernyitkan dahi. Lalu mengutuk dirinya sendiri. Chant macam itu kan, sudah lama ada. Tapi kenapa baru sekarang dia rasakan keindahannya? Memang pria aneh.

.

Di banyak kesempatan lain. Para suporter Tanah Air membeli dagangan pedagang asongan di dalam dan luar stadion. Membuat tawa pedagang yang kadang bermuka sendu ketika stadion sepi.

Membeli marchendise resmi. Pokoknya, mereka terlibat langsung memutar perekonomian rakyat. Uang dari rakyat, dibayarkan untuk rakyat langsung. Ini adalah simbiosis yang bagus. Betapa sepak bola telah menghidupi ribuan atau jutaan orang di negara ini. Dan suporter, adalah bagian paling besar di dalamnya.

Pria itu lantas bilang begini pada media ini. “Semoga yang membenci Liga Wakanda. Yang bangga sekali karena tak pernah menonton sepak bola Indonesia. Yang mengina sikap suporter Indonesia itu. Juga memberi manfaat pada bangsanya. Walau hanya lewat hal-hal kecil.”

“Jangan sampai, yang dianggap hina malah lebih bermanfaat daripada yang menghina.”

.

Pria itu menutup kisahnya. Sebenarnya, masih banyak momen yang bisa dia ceritakan tentang suporter Indonesia. Tapi toh, tulisan ini sudah begitu panjang kan? Entah berapa orang yang bertahan sampai bagian ini.

Baca juga:   Enam Pemain Borneo FC yang Jersey-nya Paling Laku

Pada akhirnya, suporter Indonesia memang tidak sempurna. Suporter Indonesia bukan satu orang. Ada jutaan. Tentu tidak bisa mengontrol isi kepala mereka semua. Dan ingat, rivalitas tanpa batas dan dendam turunan itu. Memang masih ada. Seperti lilin kecil.

Oknum-oknum ini kadang masih membuat ulah. Menghalalkan segala cara untuk berbuat semaunya. Atas dasar fanatisme buta.

Tapi sudah jadi sifat alamiah manusia. Lebih senang mengungkit hal buruk ketimbang baiknya. Karena itulah kenapa wajah sepak bola Indonesia terus dicap buruk. Setidaknya di media sosial. Oleh mereka yang bahkan tidak pernah datang ke stadion.

Tragedi Kanjuruhan adalah titik nadir per-suporteran sepak bola Indonesia. Ulah sebagian orang, telah merenggut nyawa ratusan orang tak berdosa. Menjadikan tragedi paling mematikan kedua di dunia.

Sepak bola Indonesia mungkin tidak akan baik-baik saja setelah ini. Sanksi besar mungkin akan menghampiri. Sanksi yang mungkin akan membunuh sepak bola kita.

Tragedi Kanjuruhan harus jadi titik finis. Jangan ada lagi setelah ini. Komunitas suporter harus lebih merapatkan barisan. Operator liga dan federasi harus membuat perubahan besar. Aparat kepolisian, sampai negara, harus duduk bersama mencari solusi. Semua dari kita harus urun rembug untuk menciptakan iklim sepak bola yang harmonis.

.

Akhir kalam, pria itu ingin menutup kisahnya ini dengan bilang:

Wahai para suporter tim Indonesia. Terima kasih atas doamu untuk korban Kanjuruhan. Terima kasih atas empatimu. Terima kasih telah mengingatkan rekan suportermu untuk tidak saling meledek. Mengajak mereka menuntaskan dendam lama. Mengajak mereka memahami arti rivalitas sehat. Rivalitas yang harusnya hanya 90 menit.

Wahai para suporter Indonesia. Yuk, jadikan ini momen perekat. Bikin sepak bola kita lebih baik lagi ke depannya. Dan wahai kalian, kalian bukan sampah. Liga kita bukan sampah. Tidak ada yang sampah.

Wahai para suporter Indonesia yang masih suka rusuh. Ayolah, berubah. Kita tidak lagi hidup di era kekerasan. Kami cinta kalian, sekaligus mengutuk perilaku tak terhormat yang terjadi.

Demikianlah kisah pria bernama Ahmad Agus Arifin itu diceritakan dalam kedukaan mendalam untuk sepak bola Indonesia hari ini. Mari kita ukir kisah indah lainnya di lain waktu. Di titik temu terhebat kita, stadion!

Pak Presiden, Pak Kapolri, Pak Menteri, Pak Ketum PSSI, Pak Direktur LIB. Kami percayakan pengusutan tragedi ini pada kalian. Kita masih bisa lihat sepak bola kita lagi kan, Pak? Kita bisa menyanyi di stadion lagi kan, Pak? Kita masih bisa beli minum dan cemilan dari pedagang asongan stadion lagi kan, Pak? Bisa kan, Pak? (DRA)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.