SEPUTAR KALTIM
Susu Kental Manis Dituding Jadi Penyebab Tingginya Stunting di Kaltim

Susu kental manis yang lebih seperti pemanis tambahan ketimbang susu. Menjadi faktor besar terjadinya stunting di Kaltim. Terutama pada bayi 0-6 bulan, yang sudah mengonsumsi SKM ketimbang ASI eksklusif.
Isu soal stunting masih menjadi bahasan krusial di masyarakat. Adalah wajar karena berkaitan dengan permasalahan gizi kronis yang berakibat pada ketidakseimbangan tumbuh kembang balita.
Berdasarkan pemantauan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), pada 2021 hingga 2022, prevelensi stunting di Kaltim mengalami kenaikan. Pada tahun 2022 kasus stunting di Kaltim sebesar 23,9%, naik dari tahun 2021 di angka 22,8%.
Peningkatan presentase stunting ini disebabkan beberapa faktor. Yakni kurangnya gizi pada anak, pola asuh yang tidak efektif, dan pola konsumsi balita. Baru-baru ini penelitian menyebutkan satu di antara faktor yang mengakibatkan terjadinya stunting pada balita disebabkan pola pemberian susu yang salah.
Tak jarang masyarakat memberikan Susu Kental Manis (SKM) menjadi pengganti ASI dengan harapan SKM ini bisa mencukupi gizi pada anak.
Melihat tingginya angka prevalensi stunting di Kaltim, Dinas Kesehatan Kaltim melakukan kolaborasi bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Indonesia. Untuk memberikan edukasi kepada ribuan orang tua yang ada di Kaltim.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim Jaya Mualimin mengungkapkan tren kenaikan angka stunting harus dicegah.
“Angka stunting di Kaltim ini sangat tinggi, bahkan ada yang baru lahir sudah stunting. Ini menunjukkan bahwa ada masalah gizi pada ibu hamil,” ungkapnya, Jumat 6 Oktober 2023.
ASI Ekslusif Yes, Kental Manis No
Lebih lanjut, Jaya menekankan pada anak usia balita tidak diperkenankan mengkonsumsi makanan tambahan selain air susu ibu (ASI).
“Enam bulan pertama, harus ASI eksklusif. Jangan sampai diganti susu kental manis atau makanan lain sebagai pengganti ASI,” tutupnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI ) Arif Hidayat mengungkapkan tingginya angka stunting di Indonesia disebabkan beberapa kesalahan nutrisi.
“Banyak orang tua memberi kental manis sebagai pengganti ASI sejak umur enam bulan. Ada juga yang dari usia tiga bulan sudah diberi bubur nasi dan pisang,” jelasnya.
Lebih lanjut, Arif mengatakan edukasi stunting diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat.
“Dengan adanya edukasi, para kader bisa menjadi agen perubahan di masyarakat,” katanya.
Sebagai contoh tingginya angka stunting di Kaltim, saat ini ditemukannya 29 anak di Kelurahan Lok Bahu yang mengalami stunting.
“Kita belum bisa menentukan penyebabnya, tapi dari profil keluarganya ada yang ekonomi lemah ada juga dari keluarga berada,” pungkasnya. (dmy/gdc/fth)


-
BALIKPAPAN3 hari yang lalu
Hingga Mei 2025, BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Bayarkan Rp211 Miliar Klaim JHT
-
SEPUTAR KALTIM3 hari yang lalu
Dishub Kaltim Pastikan Operator Ojol Terapkan Tarif Sesuai Pergub 2023, Maxim Siap Patuhi Aturan
-
SAMARINDA4 hari yang lalu
Samarinda Buka Kuota Tambahan Sekolah Rakyat, Pendaftaran Hanya 2 Hari!
-
SAMARINDA2 hari yang lalu
Kepala SMA 10 Samarinda Diberhentikan Sementara, Pertanyakan Kewenangan Plt Disdikbud
-
NUSANTARA3 hari yang lalu
PMI di Korsel Meninggal Akibat Kecelakaan Kerja, Pemerintah Bawa Pulang Jenazah dan Beri Santunan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
-
SAMARINDA2 hari yang lalu
Guru Senior Terkejut Ditunjuk Jadi Plt Kepala SMAN 10 Samarinda
-
SEPUTAR KALTIM3 hari yang lalu
Darlis Pattalongi: Ijazah PAUD Bukan Syarat Mutlak Masuk SD di Kaltim
-
SEPUTAR KALTIM3 hari yang lalu
Rusmadi Wongso: Program GratisPol Bukan Sekadar Gratis, Tapi Investasi SDM Masa Depan