Connect with us

SEPUTAR KALTIM

Tak Pegang Kendali Pengawasan, Pj Gubernur Minta Dinas ESDM Siapkan Data Terkait Dampak Tambang di Kaltim

Diterbitkan

pada

Pj Gubernur Kaltim (Dokumen Nindi/Kaltim Faktual)

Lubang tambang yang tak diawasi, hingga regulasi yang menyulitkan pengawasan menjadi persoalan sendiri. Yang membuat tambang di Kaltim ugal-ugalan. Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik beralasan, ia tak punya kendali pengawasan. Dan minta Dinas ESDM tampung data terkait dampak tambang.

Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi salah satu lumbung nasional dari sektor pertambangan. Namun tak dipungkiri, kehadiran tambang ini menimbulkan persoalan. Mulai dari soal dampak lingkungan hingga banyak yang ilegal.

Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik tak memungkiri hal tersebut. Hanya saja ia menegaskan bahwa solusi soal ini tak bisa hanya berhenti di daerah. Semua mata kini tertuju ke pemerintah pusat yang memegang kendali atas kebijakan tambang.

Pemerintah daerah, kata dia, hanya memiliki peran sebagai eksekutor kebijakan yang ditetapkan pemerintah pusat.

Baca juga:   Pj Gubernur Kaltim Dikritik Karena Kunjungan Kerja Bareng Salah Satu Cagub Pilkada Kaltim, Akmal Malik: Saya Undang Semua

Masalahnya, pemerintah daerah menghadapi kewenangan terbatas, terutama dalam pengawasan tambang.

Lubang tambang yang ditinggalkan, tambang ilegal, hingga kendaraan tambang yang bebas melintas di jalan nasional menjadi isu utama yang tidak bisa ditangani langsung oleh pemerintah daerah.

“Karena kita adalah negara kesatuan, pada akhirnya, penanggung jawab terakhir adalah Presiden melalui menteri yang dapat mengambil alih kewenangan kapan saja,” ungkap Akmal.

Aturan main yang dimaksud, yakni, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) memberikan kebijakan sentralisasi atas perizinan dan pengawasan tambang kepada pemerintah pusat. Akibatnya, pemerintah daerah hanya berwenang dalam hal perizinan yang didelegasikan.

Dalam praktiknya, hal ini menimbulkan berbagai persoalan, seperti minimnya pengawasan langsung terhadap tambang di daerah dan terhambatnya masyarakat untuk menyampaikan pengaduan.

Baca juga:   Rumah Ulin Arya Samarinda Bikin Arya Symphony Perdana 2025, Debut Concert Nusantara String Ensemble

Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sempat mengkritisi UU Minerba ini. UU ini dianggap membawa empat persoalan besar yang merugikan masyarakat, salah satunya adalah risiko kriminalisasi terhadap warga yang dianggap “mengganggu” operasi perusahaan tambang.

Partisipasi publik dalam proses perizinan juga semakin sempit, membuat masyarakat kehilangan akses untuk menyampaikan keberatan atas kebijakan yang berpotensi merusak lingkungan.

Akmal Malik menjelaskan bahwa pemerintah daerah tidak dapat sepenuhnya mengawasi aktivitas tambang. Ia mencontohkan kendaraan tambang yang melintas di jalan nasional.

“Kami tidak bisa menegur karena itu di luar kewenangan kami,” tegasnya.

Oleh karena itu, Akmal meminta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera menyiapkan data mengenai korban tambang ilegal, tambang tanpa izin, dan kerugian yang dialami masyarakat sebagai dasar untuk disampaikan kepada pemerintah pusat.

Baca juga:   Maratua Run 2025 Diundur Februari, Gabungkan Event Lari dan Festival Kuliner

“Kita harus tahu berapa banyak korban, berapa banyak keluarga yang terdampak, seberapa tidak efisiennya, dan seberapa besar kerugian yang dialami,” pungkasnya.

Dengan tata kelola tambang yang kompleks dan penuh tantangan, pemerintah daerah dan pusat mesti berkolaborasi untuk melindungi hak-hak masyarakat dan lingkungan. Sentralisasi wewenang seharusnya tidak menjadi alasan untuk menutup mata terhadap berbagai permasalahan yang bisa menjadi bom waktu bagi Kaltim. (tha/am)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.