Connect with us

SEPUTAR KALTIM

7 Tahun Sistem Zonasi Sekolah, Guru Besar FKIP Unmul Nilai Masih Banyak Kekurangan

Diterbitkan

pada

Sekolah di Samarinda belum merata, secara kualitas dan fasilitas. (Nisa/Kaltim Faktual)

Sudah 7 tahun sistem PPDB menggunakan zonasi. Diharapkan mampu mewujudkan pemerataan pendidikan dan menghapus kesenjangan. Namun menurut pengamat, masih sulit, kondisi di lapangan berbeda.

Dalam rentang Juni hingga Juli ini, seluruh sekolah negeri di Indonesia tengah melangsungkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Baik itu dari jenjang SD, SMP, hingga SMA sederajat.

Dalam PPDB kali ini sistem zonasi masih berlaku dan kuotanya lebih banyak dibandingkan jalur afirmasi atau prestasi. Sistem zonasi, yang diumumkan pada 2016, dan mulai berlaku secara efektif pada 2017.

Sistem zonasi ini bertujuan tak hanya untuk meratakan akses layanan pendidikan di setiap daerah, tetapi juga kualitasnya. Menghapus sekolah favorit dan tidak ada lagi istilah kasta dalam dunia pendidikan. Semua rata.

Meski begitu sistem zonasi sendiri masih punya kekurangan. Misal jumlah murid yang tidak merata. Ada yang kekurangan, ada juga yang kelebihan. Ditambah pilihan yang terbatas, juga fasilitas yang belum merata.

Baca juga:   Tim PPDB SMA Kaltim: Jangan Coba-Coba Daftar Pakai Dokumen Palsu!

Misalnya, jumlah sekolah SMPN di Samarinda yang masih minim. Hanya 58 sekolah. Sementara SD-nya, jumlahnya 2 kali lipat lebih banyak. Berjumlah 163 sekolah. Jumlah sekolah pun, lebih banyak di tengah kota.

Sehingga, stigma sekolah unggulan dan pinggiran, belum bisa dihindari. Melimpahnya peminat sekolah di kawasan perkotaan, hingga sekolah pinggiran yang minim murid dan minim fasilitas masih jadi PR.

Pandangan Praktisi

Menurut Guru Besar FKIP Unmul Prof Susilo, sistem zonasi ini seharusnya diterapkan ketika perbaikan dan pemerataan fasilitas dan kualitas terhadap seluruh sekolah negeri terlebih dahulu. Baru diterapkan secara adil.

“Dengan itu, maka kesempatan anak-anak di mana pun berada, meraih sekolah yang bagus itu sama. Yang terjadi kan sekolah negeri yang bagus diperebutkan dalam PPDB,” jelasnya Selasa 3 Juli 2024.

Baca juga:   Cerita Lengkap dari Sesi Latihan Perdana Borneo FC Musim 2024/25

“Selama ini sekolah negeri mungkin dianggap bergengsi, biaya murah maka itu dikejar,” tambahnya.

Belum lagi berbagai pihak, dengan kondisi kelas sosial berada, atau memiliki jabatan, biasanya cenderung punya power untuk masuk sekolah negeri dengan kualitas bagus. Dan terpaksa menggeser jalur zonasi biasa.

Menurut Susilo, itu sudah jadi budaya yang sulit dihilangkan. Sehingga perlu ada tindakan. Misalnya mendorong masyarakat yang menengah ke atas untuk mendaftar ke sekolah swasta yang maju, ini juga peran pemerintah untuk memajukan sekolah swasta.

“Pemerintah juga tidak boleh tebang pilih ke sekolah. Swasta sudah berjuang mati-matian untuk menjadi maju. Itu yang harus dikasih reward dari pemerintah supaya culture itu terbangun.”

Baca juga:   Pemprov Kaltim Gandeng Jatam untuk Berantas Tambang Ilegal

Lanjut, dengan sistem zonasi yang kadung diterapkan ini, Prof Susilo melihat, sulit untuk menghilangkan stima sekolah bagus dan sekolah kurang bagus. Jika pemerataan kualitas belum dilakukan.

Apalagi di daerah seperti Samarinda yang punya pemisahan antara daerah kota dan daerah pinggiran. Ditambah kesenjangan kualitas dan fasilitas yang terpampang nyata. Semakin menempel kesenjangannya.

“Orang tua juga nggak mau menjadikan anaknya percobaan, ini taruhan mutu kalau sudah masuk sekolah. Nggak mau uji coba kalau nggak yakin dengan sekolah itu kalo nggak ada di daerah yang bagus,” lanjut Susilo.

Sehingga sekolah-sekolah yang kurang bagus, atau berada di pinggiran, perlu mempercepat pembangunan dan mengejar kuakitas. Agar bisa menyamai sekolah yang sudah unggul. Pemerintah harus segera bertindak. (ens/dra)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.